Selasa, 13 Desember 2016

Ingat ! Sholat itu hukumnya WAJIB!

“Barang siapa meninggalkan sahalat ashar, maka terhapuslah amalannya.” (HR Bukhari)
Mengapa shalat ashar begitu disinggung ketika lalai dilaksanakan?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan dalam Majmu’atul Fatawa, “Terhapusnya amalan tidaklah ditetapkan melainkan pada amalan yang termasuk dosa besar. Begitu juga meninggalkan shalat ashar lebih parah daripada meninggalkan shalat lainnya. Karena shalat ashar disebut dengan shalat wustho yang dikhususkan dalam perintah untuk dijaga. Shalat ashar ini juga diwajibkan kepada orang sebelum kita dimana mereka melalaikan shalat ini. Jadi, siapa saja yang menjaga shalat ashar, maka ia mendapatkan dua ganjaran.”


Sementara Ibnu Qayyim mengatakan dalam kitab Ash Shalah bahwa, “Yang nampak dari hadist, meninggalkan amalan itu ada dua macam. Pertama, meninggalkan secara total dengan tidak pernah mengerjakan shalat sama sekali, maka ini menjadikan amalnya batal seluruhnya. Kedua, meninggalkan pada hari tertentu, maka ini menjadikan amalnya batal pada hari tersebut. Jadi karena meninggalkan secara umum, maka amalnya batal secara umum. Lalu meninggalkan shalat tertentu, maka amalnya batal pada hari tertentu.”

Ternyata memang Al Qur’an dan Hadist telah banyak menyebutkan tentang kejelekan yang dapat menghapus kebaikan, seperti halnya kebaikan yang dapat menghapus kejelekan.

Dalam Al Qur’an, Allah telah menjelaskan bagaimana menyebut-nyebut sedekah bisa menghilangkan pahala dari sedekah tersebut.“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima).” (QS Al Baqarah 264).

Oleh karena itu sudah selayaknya bagi kita untuk tidak meremehkan amal kebaikan sekecil apapun, apalagi meninggalkan perkara ibadah yang wajib. Jangan sampai kebaikan yang kita lakukan seharian harus hilang karena meninggalkan satu ibadah wajib saja.

Jangan lupa ingatkan keluarga dan sahabat mu!

@islamiqpedia
Semoga bermanfaat | via 
kabarmakkah.com | #islamiQpedia

I K H L A S

Kata kata Ikhlas sering kita dengar, tapi perlu kita pahami iklas tak terucap dengan lisan . .

Baiklah coba kita tengok kata Ikhlas dalam ayat Surat Al Ikhlas. Ada kah? ^_^
Ikhlas itu…. Ketika nasehat, kritik dan bahkan fitnah, tidak mengendorkan amalmu dan tidak membuat semangatmu punah

Ikhlas itu…. Ketika hasil tak sebanding usaha dan harapan, tak membuatmu menyesali amal dan tenggelam dalam kesedihan

Ikhlas itu…. Ketika amal tidak bersambut apresiasi, tak membuatmu urung bertanding

Ikhlas itu…. Ketika niat baik disambut berbagai prasangka, kamu tetap berjalan tanpa berpaling muka

Ikhlas itu…. Ketika sepi dan ramai, sedikit atau banyak, menang atau kalah, kau tetap pada jalan lurus dan terus melangkah

Ikhlas itu…. ketika kau lebih mempertanyakan:
Apa amalmu dibanding apa posisimu. Apa peranmu dibanding apa kedudukanmu. Apa tugasmu dibanding apa jabatanmu

Ikhlas itu…. ketika ketersinggungan pribadi tak membuatmu keluar dari barisan dan merusak tatanan

Ikhlas itu…. ketika posisimu di atas, tak membuatmu jumawa, ketika posisimu di bawah tak membuatmu enggan bekerja

Ikhlas itu…. tidak dipengaruhi keadaan, dicaci tidak tumbang, dipuji tidak terbang;

Ikhlas itu…. ketika khilaf mendorongmu minta maaf, ketika salah mendorongmu berbenah

Ikhlas itu…. ketika kebodohan orang lain terhadapmu, tidak kau balas dengan kebodohanmu, ketika kedzalimannya terhadapmu, tidak kau balas dengan kedzalimanmu; janganlah perselisihan kecil merusak persahabatan yang besar.

Ikhlas itu…. ketika kau bisa menghadapi wajah marah dengan senyum ramah, kau hadapi kata kasar dengan jiwa besar, ketika kau hadapi dusta dengan menjelaskan fakta

Ikhlas itu…. memberi tanpa berharap kembali

Dan iklas adalah terus melakukan lalu melakukan hingga kau lupa berapa banyak yang kau lakukan tanpa perlu ingin dilihat orang
.
*selfreminder*

Selasa, 07 Juni 2016

Pendidikan Islam dan sistem Penjaminan Mutu_Deden Makbuloh_Septi Kurniawati

Resensi Buku
“PENDIDIKAN ISLAM DAN SISTEM PENJAMINAN MUTU
 Menuju Pendidikan Berkualitas Di Indonesia”
KARYA: Dr. Deden Makbuloh, M.Ag.

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah  Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam


Disusun oleh:
Septi Kurniawati
NPM   1311010310

Jurusan          : Pendidikan Agama Islam
Kelas               : PAI D/6 (enam)

Dosen pembimbing:
 Dr. Deden Makbuloh, M.Ag

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) RADEN INTAN
LAMPUNG
TAHUN 2016




Judul  :
PENDIDIKAN ISLAM DAN SISTEM PENJAMINAN  MUTU
Pengarang :
Dr. Deden Makbuloh, M.Ag
ISBN               : 978-979-769-967-3
Penerbit           : PT. Grafindo Persada Jakarta
Cetakan           : I, Januari 2016
Tahun  Terbit   : Januari 2016
Tebal Buku      : X + 216 halaman, 23 cm

BIODATA PENGARANG
Dr. Deden Makbuloh, M.Ag. lahir di Ciamis, 03 Mei 1973. Gelar Sarjana (S-1) IAIN Sunan Gunung Djati Bandung. Fakultas Tarbiyah, Jurusan PAI tahun 1994-1998; gelar Magister (S2) IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, Pendidikan Islam tahun 1999-2001, dan gelar Doktor (S3) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pendidikan Islam, tahun 2004-2010, serta Short Course, the University of Melbourne Australia, November-Desember 2009.
Berprofesi sebagai dosen IAIN Raden Intan (S1, S2 dan S3); dosen Universitas Lampung; dosen Universitas Muhammadiyah Lampung. Penulis juga bekerja bekerja sebagai Asesor Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) di Jakarta sejak tahun 2011 hingga sekarang. Beliau juga menjabat sebagai Ketua Pusat Penelitian dan Penerbitan LP2M iain Lampung periode 2015-2019

KANDUNGAN BUKU
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Tujuan buku ini ditulis adalah untuk menyebarluaskan pemikiran dalam bidang pendidikan Islam yang berhubungan dengan sistem penjamin mutu. Pendidikan islam di Indonesia sangat setrategis untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kemudahan dalam pendirian lembaga-lembaga pendidikan menjadi sorotan bagi penulis buku dalam mengkritisi kondisi dunia pendidikan. Tak adanya standarisasi mutu, akuntabilitas rendah hingga pengelolaan pragmatis menyebabkan pada ketidak jelasan kualitas anak didik. Fenomena datas menjadi keprihatianan bagi penulis buku.
Solusi utama yang diberikan adalah deiselenggarakanya pendidikan yang islami dengan sitem penjamin yang yang tepat. Di dalam buku nya dijabarkan secara akurat dengan memberikan gambaran berbagai permasalahan nyata yang dihadapi bangsa terkait pendidikan dan mutu nya. Melalui implementasi sistem penjamin mutu maka pendidikan di Indonesia menuju bangsa yang bermartabat akan terwujud dengan dilakukannya perbaikan-perbaikan mutu.
Buku ini ditulis dengan sistematis penulis memberikan teori-teori menejemen mutu yang berisi konsep mutu, konsep menejemen mutu pendidikan, strategi menejemen mutu pendidikan dan meliputi konsep sistem pendidikan islami yang lengkap. Dari konsep, landasan hingga implementasi perencanaan pendidikan Islami, penulis juga tidak lupa memberikan orientasi mutu pendidikan Islami, penjaminan mutu SDM Guru, peserta didik dan mutu kepemimpinan. Dengan pendekatan ilmiah disertai referensi yang lengkap sehingga setiap gagasan dan sintesis penulis memiliki dasar teori dan rujukan yang jelas, dengan demikian buku ini sangat cocok sebagai bacaan anda, terutama sebagai rujukan masalah mutu pendidikan Islam.

KELEBIHAN
Dalam buku ini penulis banyak memberikan saran mengenai bagaimana cara memperbaiki ataupun meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia baik kepada pemerintah  pusat maupun pemerintah daerah. Buku ini juga, menciptakan suatu paradigma baru untuk merubah suatu lembaga pendidikan, menjadi lembaga pendidikan yang lebih baik dan mempunyai mutu yang tinggi dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Selain menggunakan teori-teori barat dalam menguatkan argumennya, dalam buku ini juga penulis menggunakan teori-teori dari para tokoh indonesia dan tokoh muslim serta menyertakan dalil-dalil yang bersumber dari al qur’an dan hadits, yang mana kita ketahui bahwasannnya al qur’an dan hadits merupakan sumber pokok bagi umat islam yang tidak diragukan lagi kebenaranya, sehingga dapat memperkuat identitas buku dan akan menambah peminat bagi pembacanya karena pada umumnya yang dilihat dari seorang akademisi dari sebuah buku adalah isi buku, semakin bagus referensi yang digunakan maka semakin banyak orang berminat untuk membaca buku ini.
Selain dari pada itu bahasanya yang apik, membuat pembaca faham apa yang ingin disampaikan oleh penulis.

KEKURANGAN
Menurut saya, isi dari buku ini sudah bagus dan menarik untuk di kaji, tetapi seperti perumpamaan yang mengatakan bahwasannnya tidak ada gading yang tak retak, maka buku ini masih memiliki kekurangan seperti pada halaman 37 disebutkan delapan faktor penting praktik manajemen mutu yang di kemukakan oleh saraph dkk, dan aspek yang yang menentukan mutu pendidikan yang dikemukakan oleh Eddward Sallis menggunakan bahasa inggris akan tetapi tidak disertai arti/penjelasan, sehingga pembaca tidak faham apa yang dibahas. Dan hal ini tidak hanya pada halaman 37, tetapi pada halaman lain pun ditemukan.
Selain itu, dalam pembuatan sebuah buku, nilai estetik dan kesesuaian sangatlah penting menurut saya. Maka dari itu gambar “plane-planet” sebagai cover menurut saya kurang sesuai dengan judul, seharusnya diganti dengan gambar sekolah, sarana prasarana yang kurang layak, dan lain sebagainya yang sesuai dengan “pendidikan islam dan penjaminan mutu”
Di dalam buku ini penulis memperkuat argumennya dengan menggunakan dalil dalil yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits, akan tetapi tulisan ayat ayat al quran maupun hadits tidak dicantumkan di dalam buku. Padahal menurut saran saya lebih baik ditampilkan tulisan-tulisan dari potongan-potongan ayat al quran ataupun hadits tersebut agar pembaca tahu bagaimana lafadznya.
Terlepas dengan kekurangan tersebut, buku ini sangat layak untuk anda baca untuk menambah wawasan anda. Terutama bagi anda yang merupakan praktisi pendidikan, terlebih bila anda sebagai kepala madrasah atau kepala sekolah, oleh karena itu kita selaku agen perubahan sudah sepatutnya menggali intelektualitas, wawasan, kita  dalam pendidikan.. setelah membaca buku ini lakukan gerakan diam terinjak zaman atau bergerak mengikuti zaman.. 
Salam sukses fastabikul khoirat.. sekian dan terimakasih..
Wallahul Muawafiq Ila aqwamith thariq...


Jumat, 20 Mei 2016

Biografi Hasan Al-Basri


Nama asli dari Hasan Al-Basri adalah Abu Sa’id Al Hasan bin Yasar. Beliau dilahirkan oleh seorang perempuan yang bernama Khoiroh, dan beliau adalah anak dari Yasaar, budak Zaid bin Tsabit. tepatnya pada tahun 21 H di kota Madinah setahun setelah perang shiffin, ada sumber lain yang menyatakan bahwa beliau lahir dua tahun sebelum berakhirnya masa pemerintahan Khalifah Umar bin Al- Khattab. Khoiroh adalah bekas pembantu dari Ummu Salamah yang bernama asli Hindi Binti Suhail yaitu istri Rosullullah SAW. Sejak kecil Hasan Al-Basri sudah dalam naungan Ummu Salamah. Bahkan ketika ibunya menghabiskan masa nifasnya Ummu Salamah meminta untuk tinggal di rumahnya. Dan juga nama Hasan Al-Basri itupun pemberian dari Ummu Salamah. Ummu Salamahpun terkenal dengan seorang puteri Arab yang sempurna akhlaknya serta teguh pendiriannya. Para ahli sejarah menguraikan bahwa Ummu Salamah paling luas pengetahuannya diantara para istri-istri Rosullah SAW lainnya. Seiring semakin akrabnya hubungan Hasan Al-Basri dengan keluarga Nabi, berkesempatan untuk bersuri tauladan kepada keluarga Rosullulahdan menimba ilmu bersama sahabat di masjid Nabawy.
Dan ketika menginjak 14 tahun, Hasan Al-Basri pindah ke kota Basrah ( Iraq ). Disinilah kemudian beliau mulai dengan sebutan Hasan Al-Basri. Kota Basrah terkenal dengan kota ilmu dalam daulah Islamiyyah. Banyak dari kalangan sahabat dan tabi’in yang singgah di kota ini. Banyak orang berdatangan untuk menimba ilmu kepada beliau. Karena perkataan serta nasehat beliau dapat menggugah hati sang pendengar.
Kemudian pada tahun 110 H, tepatnya pada malam jum’at diawal bulan Rajab beliau kembali ke rahmatullah pada usianya yang ke 80 tahun. Banyak dari penduduk Basrah yang mengantarkan sampai ke pemakaman beliau. Mereka merasa sedih serta kehilangan ulama besar, yang berbudi tinggi, soleh serta fasih lidahnya.
  1. Pemikiran Tasawufnya
Dalam pengenalan Tasawuf beliau mendapatkan ajaran tasawuf dari Huzaifah bin Al-Yaman, sehinggan ajaran itu melekat pada dirinya sikap maupun perilaku pada kehidupan sehari-hari. Dan kemudian beliau dikenal sebagai Ulama Sufi dan juga Zuhud. Dengan gigih dan gayanya yang retorik, beliau mampu membawa kaum muslim pada garis agama dan kemudian muncullah kehidupan sufistik.
Dasar pendirian yang paling utama adalah Zuhud terhadap kehidupan dunia, sehingga ia menolak segala kesenangan dan kenikmatan dunia.
Hasan Al Basri mangumpamakna dunia ini seperti ular, terasa mulus kalau disentuh tangan, tetapi racunnya dapat mematikan. Oleh sebab itu, dunia ini harus dijauhi dan kemegahan serta kenikmatan dunia harus ditolak. Karena dunia bisa membuat kita berpaling dari kebenaran dan membuat kita selalu memikirkannya.
Prinsip kedua ajaran Hasan Al basri adalah Khauf dan Raja’, dengan pengertian merasa takut kepada siksa Allah karena berbuat dosa dan sering melalaikan perintah Allah. Merasa kekurangan dirinya dalam mengabdi kepada Allah, timbullah rasa was was dan takut, khawatir mendapat murka dari Allah. Dengan adanya rasa takut itu pula menjadi motivasi tersendiri bagi seseorang untuk mempertinggi kualitas dan kadar pengabdian kepada Allah dan sikap daja’ ini adalah mengharap akan ampunan Allah dan karunia-NYA. Oleh karena itu prinsip-prinsip ajaran ini adalah mengandung sikap kesiapan untuk melakukan muhasabah agar selalu mamikirkan kehidupan yang hakiki dan abadi.
  1. Corak Pemikiran Tasawufnya
Hasan Al Basri adalah seorang sufi angkatan tabi’in, seorang yang sangat takwa, wara’ dan zuhud pada kehidupan dunia yang mana dikala masanya banyak dari kalangan masyarakt khususnya dari kalangan atas yang hidup berfoya-foya. Yang mana kezuhudan itu masih melekat ajarannya dari para ulama-ulama lainnya pada masa sahabat. Yang mana ajran beliau masih kental ataupun berdasarkan Al Qur’an dan Hadist nabi, untuk itu beliau termasuk golongan Tasawuf Sunni.
  1. Ajaran-Ajaran Tasawufnya
Ajaran-ajaran Hasan Al-Bashri adalah anjuran kepada setiap orang untuk senantiasa bersedih hati dan takut kalau tidak mampu melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya Lebih jauh lagi, Hamka mengemukakan bahwa ajaran tasawuf Hasan yaitu:
·            Perasaan takut yang menyebabkan hatimu tentram lebih baik dari pada rasa tentran yang menimbulkan perasaan takut.
·            Dunia adalah negeri tempat beramal.barang siapa bertemu dunia dengan perasaanbenci dan zuhud, ia akan berbahagia dan memperoleh faedah darinya. Namun,barang siapa yang bertemu dunia dengan perasaan rindu dan hatinya bertambal dengan dunia, ia akan sengsara dan akan berhadapan dengan penderitaan yang tidak akan ditanggungnya.”
·            “tafakur membawa kita pada kebaikan dan selalu berusaha untuk mengerjakannya. Menyesal atas perbuatan jahat menyebabkan kita bermaksud untuk tidak mengulanginya lagi. Sesuatu yang fana’ betapapun banyakya tidak akan menyamai sesuatu yang baqa betapapun sedikitnya. Waspadalah terhadap negeri yang cepat ating dan pergi serta penuh tipuan.”
·            “dunia ini adalah seorang janda tua yang telah bungkuk dan beberapa kali ditinggalkan mati suaminya.”
·            “orang yang beriman akan senantiasa berduka cita pada pagi dan sore hari karena berada diantara dua perasaan takut ; takut mengenang dosa yang telah lampau dan takut memikirkan ajal yang masih tinggal serta bahaya yang akan mengancam.”
·            “hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa mengancamnya, dan juga takut akan kiamat yang hendak menagih janjinya.”Banyak duka cita didunia memperteguh semangat amal saleh.”
Sikap tasawuf Hasan Al-Bashri senada dengan sabda Nabi yang berbunyi: 
“Orang yang selalu mengingat dosa-dosa yang pernah dilakukannya adalah laksana yang orang duduk di bawah sebuah gunung besar yang senantiasa merasa takut gunung itu akan menimpa dirinya”.
  1. Keteladanan Hasan –Basri
Hasan basri adalah seorang ulama Tabi’in  yang sangat mementingkan kehidupan akhirat. Yang patut kita teladani dari kehidupan dari Hasan Basri adalah kezuhudtannya, ia pernah ditanyai tentang masalah pakaian.
Pakaian apa yang paling kamu sukai? Tanya orang-orang   ” yang paling tebal, yang paling kasar, yang paling hina menurut pandangan manusia” jawab hasan basri . Dari perkataan inilah dapat kita pahami bahwa hasan basri sangat enggan dari dunia kemewahan apalagi kenyamanan dan tingkah lakunya sangat menjauhkan dari pujian manusia.
Hasan Basri tidak pernah memerintah, memberikan nasihat dan anjuran sebelum ia sendiri melakukan dengan ketulusan hatinya, karena selayaknya seorang yang yang berdakwah dijalan tuhan harus menjadi panutan sesama. Dan ia juga tidak pernah melakukan larangan sebelum ia sendiri menjauhkan terlebih dahulu. Hal tersebut menujukkan bahwa hasan memang penuh ke strategis dalam berdakwah.
Lebih dari itu Hasan Basri adalah adalah orang yang penyabar  dan penuh dengan kebijaksanaan. Hasan basri mempunyai seorang tetangga yang beragama nasrani, diatas rumah Hasan basri oleh oleh tetangga tersebut didirikan kamar kecil, karena rumah Hasan Basri dengannya jadi satu atap. Setiap membuang air kecil selalu menetes ke ruang kamar   Hasan Basri, kejadian ini  berlangsung bukan hanya berjalan satu bulan atau satu tahun, melainkan 20 tahun. Akan tetapi hasan basri tidak pernah marah-marah dan mempermasalahkannya. hasan basri tidak mau membuat kecewa tetangganya . Karena hasan basri mengamalkan Sabda Nabi  ” barang siapa yang beriman kepada allah dan hari akhir maka muliakannah tetanggnya”. Bahkan Hasan Basri menyuruh kepada istinya untuk meletakkan wadah di kamarnya supaya air kencingnya tertampung dan tidak berceceran.
Ketika hasan basri sakit, salah satu tetangganya mengunjungi beliau ternyata  di dalam rumahnya ada wadah yang digunakan untuk  menampung kencing, setelah diperiksa wadah yang ada di dalam kamar hasan tersebut,  ternyata runtuhan air kencing yang  berasal dari atas  kamar kecil yang berada di atas rumahnya.
Setelah ditanya. Sejak kapan engkau bersabar dengan tetesan air kencing ini? Tannya  sitetangga tadi. Hasan Basrti  diam saja tidak menjawab, mungkin hasan basri tidak mau membuat tetangganya tidak enak.
Hasan katakanlah dengan jujur  sejak kapan engkau bersabar  dengan air kencing ini? Jika kau diam saja dan tidak mau berterus terang aku akan merasa tidak  enak,  Tanya teangga nasrani tadi, akhirnya dengan penuh pemaksaan, hasan basri mau menjawab juga; selama 20 tahun ; jawab hasan basri
Mengapa engkau kok diam saja dan tidak mempermasalahkan hal ini? Tanya tetangga tadi . akan tetapi hasan Hasan menjawab ” aku tidak ingin mengecewakan tetangga aku, karena Nabi Muahammad SAW  bersabda “barang siapa yang berimana kepada allah dan hari akhir maka mulikanlah tetangganya”
Ketika itu pulalah ia masuk  islam berbondong-bondong bersama keluarganya. Ternyata  hasan basri penuh dengan keteladanan, ia tidak pernah memaksa seseorang untuk masuk islam, akan tetapi yang paling dianjurkan oleh baliau, sikap ramah, lemah lembut, penuh dengan pengertian dan kebijaksanaan  yang bisa mengantarkan ketertarikan kepada  orang yang diluar islam untuk mengikuti agama islam.
  1. Karamah Hasan Basri
Dikisahkan pada suatu hari ada seorang ulama  ahli tafsir yang berkenamaan abu Amr sedang memberikan pengajiannya, tiba-tiba  ada seorang pemuda yang  datang untuk mengikuti pengajiann Tersebut, Abu Amr sangat terpesona dengan wajah pemuda tadi. Pada saat itulah apa yang dimilki oleh abu amr  yaitu ilmu Al-Qur’an telah hilang dari ingatannya
Abu amr dengan penuh gelisah dan penyesalan mengadu kepada kepada sang imam hasan  ” setiap kata dan hurufAl-Qur’an telah hilang dari ingtanku”  hasan berkata ” sekarang ini musim haji, pergilah ketanah suci dan tunaikanlah ibadah haji. Setelah itu pergilah ke masjid khaif. Disana akan ada seorang yang sangat tua, janganlah engkau langsung menemuinya, tapi tunggulah sampai keasyikan ibadahnya selesai, setelah itu barulah engkau mohon do’a padanya.
Abu amr menuruti perkataan Hasan Basri, setelah berhaji ditanah suci ia pergi ke khaif. ternyata disana ada seorang lelaki tua beserta beberapa orang yang sedang mengelilinginya. tak berjarak beberapa kian muncullah seseorang yang berbaju putih bersih datang kepada sekumpulan orang tersebut, dan berbincang-bincang. Setalah beberapa kemudian pergilah mereka semua, hanya tinggallah orang tua yang hanya sendirian.
Kemuadian Abu Amr menemuinya dan mengucapkan salam. ” dengan nama allah, tolonglah diriku ini, kata abu amr sambil mengangis, kemudian Abu Amr menerangkan tentang apa yang terjadi pada dirinya. Seketika itu ia menengadahkan dan menundukkan kepalanya untuk mendo’akan Abu Amr.
Abu Amr berkata ; “semua kata dan huruf Al-Qur’an telah kuingat kembali lalu sujud terima kasih kepadanya”
Siapakah yang menyuruhmu untuk datang kepadaku?” tutur orang tua tadi.  Abu Amr menjawab;  Hasan basri”. 
Kalau  orang-orang  sudah mempunyai imam seperti  hasan mengapa masih mencari imam seperti aku? Turur orang tua tadi. Ternyata Hasan telah membuka selubung tentang diriku, sekarang aku akan membuka siapa Hasan basri sebenarnya.
Seorang laki-laki yang berbaju putih  yang telah datang kemari setelah shalat ashar tadi, dan orang yang pertama meninggalkan tempat ini, ia adalah Hasan Basri. Setiap hari sesudah shalat  ashar ia datang kemari untuk berbincang-bincang denganku, setelah selesai berbincang-bincang denganku ia segera pergi ke Basrah untuk menunaikan shalat maghrib disana. Kalau sudah mempunyai imam seperti hasan basri mengapa masih mencari imam seperti diriku.
  1. Karya-karyanya
Banyak dari buku atau kitab para ulama-ulama yang membahas tentang kebajikan, kesuhudan serta berbagai hal yang mengarah kepada kebesaran nama Hasan Al Basri. Yang mana berkat perjuangan beliau berdampak kepada perubahan masyarakat Islam kepada suatu hal yang lebih baik. Dan juga menjadi tongkat estafet bagi ulam-ulama setelah beliau dalm menerapkan mendefinisikan sehingga sebagai pembuka jalan generasi berikutnya. Dan jarang dari buku atau kitab para ulam-ulam yang membahas tentang karya-karya beliau. Karena keterbatasan kemampuan, penulis belum bisa memaparkan karya-karya beliau tapi ada ajaran beliau yang menjadi pembicaraan kaum sufi adalah:
” Anak Adam!
Dirimu, diriku! Dirimu hanya satu,
Kalau ia binasa, binasalah engkau.
Dan orang yang telah selamat tak dapat menolongmu.
Tiap-tiap nikmat yang bukan surga, adalah hina.
Dan tiap-tiap bencana yang bukan neraka adalah mudah”.
Tasawuf Sunni Karakteristik Ajaran Pokok Dan Tokoh
Tasawwuf Sunni
A. Pengertian Tasawuf Sunni
Tasawwuf sunni ialah aliran tasaawuf yang berusaha memadukan asapek hakekat dan syari'at, yang senantiasa memelihara sifat kezuhudan dan mengkonsentrasikan pendekatan diri kepada allah, dengan berusaha sungguh-sugguh berpegang teguh terhadap ajaran al-Qur'an, Sunnah dan Shirah para sahabat.
Dalam kehidupan sehari-hari para pengamal tasawwuf ini berusaha untuk menjauhkan drii dari hal-hal yang bersifat keduniawian, jabatan, dan menjauhi hal-hal yang dapat mengganggu kekhusua’an ibadahnya.
B. Latar Belakang Timbulnya Tasawuf Sunni
Latar belakang munculnya ajaran ini tidak telepas dari pecekcokan masalah aqidah yang melanda para ulama' fiqh dan tasawwuf lebih-lebih pada abad kelima hijriah aliran syi'ah al-islamiyah yang berusaha untuk memngembalikan kepemimpinan kepada keturunan Ali Bin Abi Thalib. Dimana syi’ah lebih banyak mempengaruhi para sufi dengan doktrin bahwa imam yang ghaib akan pindah ketangan sufi yang layak menyandang gelar waliyullah, dipihak lain para sufi banyak yang dipengaruhi oleh filsafat Neo-Platonisme yang memunculkan corak pemikiran taawwuf falsafi yang tentunya sangat bertentangan dengan kehidupan para sahabat dan tabi’in. dengan ketegangan inilah muncullah sang pemadu syari’at dan hakekat yaitu Imam Ghazali yang selalu memagari pemikirannya dengan Al-Qur’an, Hadits dan ditambah dengan doktrin Ahlusunnah Wal jama’ah .
Pada intinya tasawuf ini sangat menolak pendekatan kepada allah SWT dengan akal rasio, sebagaimana yang dikatakan Harun Nasution yang mengomentari pendapat Dzun An-Nun Misri tentang pengetahuan ( makrifat), Bahwa makrifat yang paling tertinggi ialah yang diperoleh oleh para wali Allah ( sufi).
Pertentangan ini nampak jelas pada perkataan Junaid Al- Baqhdati ” seandainya aku jadi hakim niscaya akan aku penggal kepala orang yang mengatakan tidak ada yang maujud terkecuali Allah”
C. Tokoh-tokoh Tasawuf Sunni
Munculnya aliran-aliran tasawuf ini tidak terlepas dari tokoh-tokoh yang berperan di dalamnya. Begitu juga sama halnya dengan Tasawuf sunni. Diantara sufi yang mempunyai ajaran sama dengan Tasawuf sunni ( berpegang teguh kepada Qurdis dan shirah nabawiyah) dan menjadi tokoh tasawuf sunni adalah:
1. Hasan al-Basri.
Hasan al-Basri adalah seorang sufi angkatan tabi’in, seorang yang sangat taqwa, wara’ dan zahid. Nama lengkapnya adalah Abu Sa’id al-Hasan ibn Abi al-Hasan. Lahir di Madinah pada tahun 21 H diantara ajarannya yang terpenting ialah Zuhud, Khouf dan raja’
2. Rabiah Al-Adawiyah
Nama lengkapnya adalah Rabiah al-adawiyah binti ismail al Adawiyah al Bashoriyah, juga digelari Ummu al-Khair. Ia lahir di Bashrah tahun 95 H, disebut rabi’ah karena ia puteri ke empat dari anak-anak Ismail. Diantara ajarannya yang terpenting ialah Konsep Mahabbah
3. Dzu Al-Nun Al-Misri
Nama lengkapnya adalah Abu al-Faidi Tsauban bin Ibrahim Dzu al-Nun al-Mishri al-Akhimini Qibthy. Ia dilahirkan di Akhmin daerah Mesir. Ajarannya yang paling termashur ialah makrifat sufiyah dan makrifat aqliyah
4. Abu Hamid Al-Ghazali
Tokoh yang satu ini tidak asing lagi dikalangan umat islam, Ia Masyhur di kalangan sufi dengan ajarannya Makrifat Ahlusunnah waljama’ah
KARAKTERISTIK AJARAN POKOK DAN TOKOH
a. Karakteristik ajaran pokok para tokoh tasawuf sunni
yaitu tasawuf yang benar-benar mengikuti Al-qur’an dan Sunnah, terikat, bersumber, tidak keluar dari batasan-batasan keduanya, mengontrol prilaku, lintasan hati serta pengetahuan dengan neraca keduanya. Sebagaimana ungkapan Abu Qosim Junaidi al-Bagdadi: “Mazhab kami ini (Tasawuf) terikat dengan dasar-dasar Al-qur’an dan Sunnah”, perkataannya lagi: “Barang siapa yang tidak hafal (memahami) Al-qur’an dan tidak menulis (memahami) Hadits maka orang itu tidak bisa dijadikan qudwah dalam perkara (tarbiyah tasawuf) ini, karena ilmu kita ini terikat dengan Al-Qur’an dan Sunnah.”. Tasawuf ini diperankan oleh kaum sufi yang mu’tadil (moderat) dalam pendapat-pendapattnya, mereka mengikat antara tasawuf mereka dan Al-qur’an serta Sunnah dengan bentuk yang jelas. Boleh dinilai bahwa mereka adalah orang-orang yang senantiasa menimbang tasawuf mereka dengan neraca Syari’ah..
Tasawuf ini berawal dari zuhud, kemudian tasawuf dan berakhir pada akhlak. Mereka adalah sebagian sufi abad kedua, atau pertengahan abad kedua, dan setelahnya sampai abad keempat hijriyah. Dan personal seperti Hasan Al-Bashri, Imam Abu Hanifa, al-Junaidi al-Bagdadi, al-Qusyairi, as-Sarri as-Saqeti, al-Harowi, adalah merupakan tokoh-tokoh sufi utama abad ini yang berjalan sesuai dengan tasawuf sunni. Kemudian pada pertengahan abad kelima hijriyah imam Ghozali membentuknya ke dalam format atau konsep yang sempurna, kemudian diikuti oleh pembesar syekh Toriqoh. Akhirnya menjadi salah satu metode tarbiyah ruhiyah Ahli Sunnah wal jamaah. Dan tasawuf tersebut menjadi sebuah ilmu yang menimpali kaidah-kaidah praktis.
Karakteristik dari ajaran tasawuf ini adalah
Ajarannya bener-bener menurut al-qur’an dan sunnah,terikat dan tidak keluar dari ajaran-ajaran syariah islamiah.
Lebih cenderung pads prilaku atau moral keagamaan dan pada pemikiran.
Banyak dikembangkan oleh kaum salaf.
Termotivasi untuk membersihkan jiwa yang lebih berorientasi pada aspek dalam yaitu cara hidup yang lebih mengutamakan rasa,dan lebih mementingkan keagungan tuhan dan bebas dari egoisme.

a) Adapun karakteristik ajaran para tokoh-tokoh tasawuf ini antara lain adalah:
• Al Bashri Hasan
Karakteristik dasar pendiriannya yang paling utama adalah zuhud terhadap kehidupan dunawi sehingga ia menolak segala kesenangan dan kenikmatan duniawi. kedua adalah al-khouf dan raja’. Dengan pengertian merasa takut kepada siksa Allah karena berbuat dosa dan sering melalakukan perintahNya. Serta menyadari kekurang sempurnaannya. Oleh karena itu, prinsip ajaran ini adalah mengandung sikap kesiapan untuk melakukan mawas diri atau muhasabah agar selalu memikirkan kehidupan yang akan dating yaitu kehidupan yang hakiki dan abadi.
• Rabiah Al Adawiyah
Karakteristik ajarannya adalah Ia merupakan orang pertama yang mengajarkan al hubb dengan isi dan pengertian yang khas tasawuf.Cinta murni kepada Tuhan merupakan puncak ajarannya dalam tasawuf yang pada umumnya dituangkan melalui syair-syair dan kalimat-kalimat puitis. Bisa dikatakan, dengan al-hubb ia ingin memandang wajah Tuhan yang ia rindu, ingin dibukakan tabir yang memisahkan dirinya dengan Tuhan.
• Dzu Al Nun Al Misri
Karekteristik ajaran yang paling besar dan menonjol dalam dunia tasawuf adalah sebagai peletak dasar tentang jenjang perjalanan sufi menuju Allah,yang disebut Al maqomat. Beliau banyak memberikan petunjuk arah jalan menuju kedekatan dengan Allah sesuai dengan Pandangan sufi.
• Abu Hamid Al-Ghazali
Inti tasawuf Al Ghazali adalah jalan menuju Allah atau ma’rifatullah. Oleh karena itu,serial Al maqomat dan al ahwal,mpada dasarnya adalah rincian dari metoda pencapaian
• Al-junaid
Al-Junaid dikenal dalam sejarah atsawuf sebagai seorang sufi yang banyak membahas tentang tauhid. Al-Junaid juga menandaskan bahwa tasawuf berarti “allah akan menyebabkan mati dari dirimu sendiri dan hidup di dalam-Nya.” Peniadaan diri ini oleh Junaid disebut fana`, sebuah istilah yang mengingatkan kepada ungkapan Qur`ani “segala sesuatu akan binasa kecuali wajah-Nya (QA. 55:26-27) dan hidup dalam sebutannya baqa`. Al-Junaid menganggap bahwa tasawuf merupakan penyucian dan perjuangan kejiwaan yang tidak ada habis-habisnya.
• Al-Qusyairi An-Naisabur
Imam Al-Qusyairy pernah mengkritik para sufi aliran Syathahi yang mengungkapkan ungkapan-ungkapan penuh kesan tentang terjadinya Hulul (penyatuan) antara sifat-sifat kemanusiaan, khususnya sifat-sifat barunya, dengan Tuhan. Al-Qusyairy juga mengkritik kebiasaan para sufi pada masanya yang selalu mengenakan pakaian layaknya orang miskin. Ia menekankan kesehatan batin dengan perpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Hal ini lebih disukainya daripada penampilan lahiriah yang memberi kesan zuhud, tapi hatinya tidak demikian. Dari sini dapat dipahami, Al-Qusyairy tidak mengharamkan kesenangan dunia, selama hal itu tidak memalingkan manusia dari mengingat Allah. Beliau tidak sependapat dengan para sufi yang mengharamkan sesuatu yang sebenarnya tidak diharamkan agama.
• Al-Harawi
al-Harwi berbicara tentang maqam ketenangan (sakinah). Maqam ketenangan timbul dari perasaan ridha yang aneh. Dia mengatakan: “peringkat ketiga (dari peringkat-peringkat ketenangan) adalah ketenagan yang timbul dari perasaan ridhaatas bagian yang diterimanya. Ketenangan tersebut bias mencegah ucapan aneh yang menyesatkan ; dan membuat orang yang mencapainya tegak pada batas tingkatannya. “yang dimaksud dengan ucapan yang menyesatkan itu adalah seperti ungkapan-ungkapan yang diriwayatkan dari Abu yazid dan lain-lain. Tasawwuf Sunni

Rabiah Al-Adawiyah


Tokoh sufi perempuan yang terkenal yaitu Rabiah Al-Adawiyah. Nama lengkapnya yaitu Ummu al-Khair bin Isma’il Al-Adawiyah Al-Qisysyiyah. Beliau diberi nama Rabi’ah karena merupakan anak perempuan keempat dari empat bersaudara. Rabiah dilahirkan dari pasangan suami istri yang hidup miskin bahkan Rabi’ah pun dilahirkan tanpa adanya lampu penerangan. Rabi’ah lahir di kota Basrah, Iraq pada tahun 94 H. Beliau poun wafat di kota Basrah, Iraq tahun 185 H.
Namun ketika ayahnya meninggal Rabi’ah Al-Adawiyah terpaksa harus terpisah dari keluarganya karena kehidupan ekonomi yang semakin menghimpit. Karena kehidupan yang miskin itulah, sehingga memaksa Rabi'ah untuk hidup sebagai hamba sahaya dengan berbagai macam penderitaan yang dialami silih berganti. Disamping sebagai hamba sahaya, beliau mempunyai kepandaian memainkan alat musik.
Kehidupan Rabi’ah Al-Adawiyah sebagai hamba sahaya yang selalu dikekang dan diperas oleh majikannya, membuat Rabi'ah selalu berdo'a kepada Allah SWT untuk meminta petunjuk kepada Allah SWT. Dengan penderitaan yang dialami ini, Rabi'ah tidak menyia-nyiakan waktu luangnya untuk berdo'a baik itu pagi, siang dan malam hari.
 Rabi’ah Al-Adawiyah selalu memanjatkan do'a, setiap hari amalan ibadah yang dilakukan Rabi'ah semakin meningkat seperti dengan memperbanyak taubat, dzikir, puasa serta menjalankan shalat siang dan malam.Beliau melaksanakan shalat sampai meneteskan air mata, karena merasa rindu kepada Allah SWT. Lama-kelamaan saat majikannya mendengar rintihan Rabiah Al-Adawiyah  saat berdoa, majikannya melihat ada cahaya yang menerangi bilik Rabi’ah saat beliau berdoa di malam hari. Hal ini yang membuat majikannya merasa bahwa Rabi’ah adalah kekasih Allah. Dari kejadian itu Rabi’ah dibebaskan majikannya bahkan diberi pilihan, yaitu mendapatkan semua harta majikannya atau kembali ke kota kelahirannya. Karena Rabi’ah hidup untuk menjauh dari kekayaan dan kesenangan dunia maka beliau memilih untuk kembali ke kotanya untuk menjadi sufi dan mendekatkan diri dengan Allah.
Aliran sufi yang diajarkan Rabi’ah Al-Adawiyah yaitu pelopor tasawuf mahabbah, yaitu penyerahan diri total kepada “kekasih” (Allah). Hakekat tasawufnya adalah habbul-ilāh (mencintai Allah SWT). Ibadah yang ia lakukan bukan terdorong oleh rasa takut akan siksa neraka atau rasa penuh harap akan pahala atau surga, melainkan semata-mata terdorong oleh rasa rindu pada Tuhan untuk menyelami keindahan–Nya yang azali. Mahabbah Rabiah merupakan versi baru dalam masalah ubudiyah kedekatan pada Tuhan. Perkembangan ajarannya selama kurun waktu 713-801 M.
Rabiah adalah seorang zahidah sejati. Memeluk erat kemiskinan demi cintanya pada Allah. Lebih memilih hidup dalam kesederhanaan. Definisi cinta menurut Rabiah adalah cinta seorang hamba kepada Allah Tuhannya. Ia mengajarakan bahwa yang pertama, cinta itu harus menutup yang lain, selain Sang Kekasih atau Yang Dicinta, yaitu bahwa seorang sufi harus memalingkan punggungnya dari masalah dunia serta segala daya tariknya. Sedangkan yang kedua, ia mengajarkan bahwa cinta tersebut yang langsung ditujukan kepada Allah dan mengesampingkan yang lainnya, harus tidak ada pamrih sama sekali. Ia harus tidak mengharapkan balasan apa-apa. Dengan Cinta yang demikian itu, setelah melewati tahap-tahap sebelumnya, seorang sufi mampu meraih ma’rifat sufistik dari “hati yang telah dipenuhi oleh rahmat-Nya”. Pengetahuan itu datang langsung sebagai pemberian dari Allah dan dari ma’rifat inilah akan mendahului perenungan terhadap Esensi Allah tanpa hijab. Rabiah merupakan orang pertama yang membawa ajaran cinta sebagai sumber keberagamaan dalam sejarah tradisi sufi Islam.
Ada beberapa pokok pikiran pada diri Rabi'ah, diantaranya adalah:
hidup atas dasar zuhud, dan mengisinya dengan selalu beribadah kepada Allah SWT serta menjadikan Allah tumpuan cintanya, sebagaimana yang beliau katakan,
"Aku tinggalkan cintanya Laila dan Su'da mengasing diri. Dan kembali bersama rumahku yang pertama. Dengan berbagai kerinduan mengimbauku, Tempat-tempat kerinduan cinta abadi".
Selain itu cinta Rabi'ah Al-Adawiyah adalah cinta abadi kepada Tuhan yang melebihi segala yang ada, cinta abadi yang tidak takut pada apapun walau pada neraka sekalipun. pernyataan Rabi'ah Al-Adawiyah yang terkenal ialah, "Kujadikan Engkau teman percakapan hatiku, Tubuh kasarku biar bercakap dengan insani. Jasadku biar bercengkrama dengan tulangku, Isi hati hanyalah tetap pada-Mu jua..."Ibadah yang Rabi'ah Al-Adawiyah tegakkan baik siang dan malam, semata-mata karena cintanya kepada Allah SWT. Sebagaimana pernyataannya,
"Sekiranya aku beribadah kepada Engkau Karena takut akan siksa neraka, Biarkanlah neraka itu bersamaku. Dan jika aku beribadah karena mengharap surga, Maka jauhkanlah surga itu dariku. Tetapi bila aku beribadah karena cinta semata, Maka limpahkan lah keindahan-Mu selalu..."
Rabiah dipandang sebagai pelopor tasawuf mahabbah, yaitu penyerahan diri total kepada “kekasih” (Allah). Hakekat tasawufnya adalah habbul-ilāh (mencintai Allah SWT). Ibadah yang ia lakukan bukan terdorong oleh rasa takut akan siksa neraka atau rasa penuh harap akan pahala atau surga, melainkan semata-mata terdorong oleh rasa rindu pada Tuhan untuk menyelami keindahan–Nya yang azali. Mahabbah Rabiah merupakan versi baru dalam masalah ubudiyah kedekatan pada Tuhan.
Masalah dalam hal ini adalah (1) Bagaimana riwayat hidup Rabiah al Adawiyah, (2) Bagaimana ajaran sufisme Rabiah al Adawiyah, (3) Bagaimana perkembangan ajaran sufisme Al Mahabbah Rabiah al Adawiyah, (4) Bagaimana Al Mahabbah dianggap sebagai puncak maqam dalam ajaran sufisme Rabiah al Adawiyah. Tujuan dari penelitian adalah mendeskripsikan riwayat hidup, ajaran sufisme Al Mahabbah serta perkembangannya dan mendeskripsikan Al Mahabbah sebagai puncak maqam dalam ajaran sufisme Rabiah al Adawiyah.
Penelitian ini merupakan penelitian Kajian Pustaka (Library research) dengan menggunakan pendekatan historis. Peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif analitis yang tidak hanya sekedar mendeskripsikan ajaran sufisme Rabiah al Adawiyah tetapi menganalisis perkembangan ajarannya selama kurun waktu 713-801 M.
Kesimpulan yang diperoleh setelah melalui berbagai analisis sumber menyebutkan bahwa Rabiah adalah seorang zahidah sejati. Memeluk erat kemiskinan demi cintanya pada Allah. Lebih memilih hidup dalam kesederhanaan. Definisi cinta menurut Rabiah adalah cinta seorang hamba kepada Allah Tuhannya. Ia mengajarakan bahwa yang pertama, cinta itu harus menutup yang lain, selain Sang Kekasih atau Yang Dicinta, yaitu bahwa seorang sufi harus memalingkan punggungnya dari masalah dunia serta segala daya tariknya. Sedangkan yang kedua, ia mengajarkan bahwa cinta tersebut yang langsung ditujukan kepada Allah dimana mengesampingkan yang lainnya, harus tidak ada pamrih sama sekali. Ia harus tidak mengharapkan balasan apa-apa. Dengan Cinta yang demikian itu, setelah melewati tahap-tahap sebelumnya, seorang sufi mampu meraih ma’rifat sufistik dari “hati yang telah dipenuhi oleh rahmat-Nya”. Pengetahuan itu datang langsung sebagai pemberian dari Allah dan dari ma’rifat inilah akan mendahului perenungan terhadap Esensi Allah tanpa hijab. Rabiah merupakan orang pertama yang membawa ajaran cinta sebagai sumber keberagamaan dalam sejarah tradisi sufi Islam

KESIMPULAN
1. Nama lengkap Rabi’ah adalah Rabi’ah bin Ismail Al-Adawiyah Al-Bashriyah Al-Qaisiyah. Ia diperkirakan lahir pada tahun 95 H / 713 M atau 99 H / 717 M di suatu perkampungandekatkota Bashrah (Irak) dan wafat di kota itu pada tahun 185 H/801 M.
2. Konon pada saat terjadinya bencana perang di Bashrah, ia dilarikan penjahat dan dijual kepada keluarga Atik dari suku Qais Banu Adwah. Derita Rabi’ah, gadis yatim piatu itu semakin bertambah ketika kota Bashrah dilanda musibah kekeringan dan kelaparan. Banyak penduduk miskin meninggal kelaparan, termasuk ketiga kakak Rabi’ah yang lemah, yang membuat ia menjadi gadis sebatang kara.
3. Setelah dimerdekakan tuannya, Rabi’ah hidup menyendiri menjalani kehidupan sebagai seorang Zahidah dan Sufiah. Ia menjalani sisa hidupnya hanya dengan ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai kekasihnya. Ia memperbanyak tobat dan menjauhi hidup duniawi
4. Ia tak pernah menikah karena tak ingin perjalanannya menuju Tuhan mendapat rintangan. Perkawinan baginya adalah rintangan. Ia pernah memanjatkan do’a: “Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari segala perkara yang menyibukkanku untuk menyembah-Mu dan dari segala penghalang yang merenggangkan hubunganku dengan-Mu. Prinsip Rabi’ah untuk tidak menikah tersebut dapat dipertahankan hingga akhir hayatnya.
5. Ajaran yang terpenting dari sufi wanita ini. adalah al-mahabbah dan bahkan menurut banyak pendapat, ia merupakan orang pertama yang mengajarkan al-hubb dengan isi dan pengertian yang khas tasawuf hal ini barangkali ada kaitannya dengan kodratnya sebagai wanita yang berhati lembut dan penuh kasih, rasa estetika yang dalam berhadapan dengan situasi yang ia hadapi pada masa itu. Cinta murni kepada Tuhan merupakan puncak ajarannya dalam tasawuf yang pada umumnya dituangkan melalui syair-syair dan kalimat-kalimat puitis.
6. Untuk bisa mencapai hadirat Tuhan, harus melalui penyucian jiwa atau purgativa (takhalli) dan berlanjut kepada kontemplativa (tahalli) yang berujung ketingkat illuminativa (tajalli). Ketiga proses ini harus diisi dengan melalui stasiun-stasiun atau al-maqomat. Al-Hubb atau mahabbah adalah satu istilah yang selalu berdampingan dengan ma’rifat, karena nampaknya manivestasi dari mahabbah itu adalah tingkat pengenalan kepada Tuhan yang disebut ma’rifat.


Biografi Zunnun Al Mishri


 Salah satu tokoh sufi yang terkenal dengan ilmu ma’rifatnya adalah,  Zunnun Al-Misri. Nama lengkap Dzunnun Al Mishri adalah Abul Faidh Dzunnun bin Ibrahim Al Mishri Al-Ikhmimi Al-Nubi. Ada pendapat yang mengatakan bahwa nama aslinya adalah Tsauban, ada juga yang mengatakan Faidh bin Ibrahim. sedangkan Dzunnun Al Mishri adalah julukannya (laqab).
Beliau berasal dari Akhtaman salah satu kota di daerah pedalaman Mesir. Waliyullah yang bangga dan dibanggakan oleh Mesir ini berasal dari Nubay (satu suku di selatan Mesir) kemudian menetap di kota Akhmim (sebuah kota di propinsi Suhaj). Kota Akhmin ini rupanya bukan tempat tinggal terakhirnya. Sebagaimana lazimnya para sufi, ia selalu menjelajah bumi mensyiarkan agama Allah mencari jati diri, menggapai cinta dan ma'rifatulah yang hakiki.
Selanjutnya Ia kembali lagi ke Mesir dan wafat di sana pada tahun 245H/860M. Dalam dunia tasawuf, ia dikenal sebagai bapak faham ma’rifah. Ma’rifah adalah mengetahui Tuhan dari dekat sehingga hati sanubari dapat melihat-Nya
            Beliau adalah merupakan tokoh sufi pertama yang menonjolkan tentang teori Ma’rifat. Walaupun paham tentang Ma’rifat sudah banyak dikemukakan oleh tokoh-tokoh sufi sebelum Al-Misri, tetapi dialah yang paling menekankan konsep ma’rifat pada ajaran tasawuf.
Zunnun ber-mutawatta’ dan mempelajari disiplin ilmu fiqh kepada Malik Ibn Anas, dan di bidang spritual beliau belajar pada Israfil Al-Maghribi. Dan ketika meninggal beliau dimakamkan di Pemakaman asy-Syafi’i. Konon, tatkala orang mengusung jenazahnya, muncullah sekawanan burung hijau yang memayungi jenazahnya dan seluruh pengiring jenazah dengan sayap-sayap hijau burung tersebut. Dan pada hari kedua, orang-orang menemukan tulisan pada nisan makam beliau, “Zunnun adalah kekasih Allah, diwafatkan karena Rindu” dan setiap kali ora   ng akan menghapus tulisan itu, maka muncul kembali seperti sedia kala.
            "Dzunnun adalah seorang yang alim, zuhud wara', mampu memberikan fatwa dalam berbagai disiplin ilmu. Beliau termasuk perawi Hadits ". Hal senada diungkapkan Al-Hafidz Abu Nu'aim dalam Hilyah-nya dan al-Dzahabi dalam Tarikh-nya bahwasannya Dzunnun telah meriwayatkan hadits dari Imam Malik, Imam Laits, Ibn Luha'iah, Fudail ibn Iyadl, Ibn Uyainah, Muslim al-Khowwas dan lain-lain. Adapun orang yang meriwayatkan hadis dari beliau adalah al-Hasan bin Mus'ab al-Nakha'i, Ahmad bin Sobah al-Fayyumy, al-Tho'i dan lain-lain. Imam Abu Abdurrahman al-Sulamy menyebutkan dalam Tobaqoh-nya bahwa Dzunnun telah meriwayatkan hadis Nabi dari Ibn Umar yang berbunyi " Dunia adalah penjara orang mu'min dan surga bagi orang kafir".
Di samping lihai dalam ilmu-ilmu Syara', sufi Mesir ini terkenal dengan ilmu lain yang tidak digoreskan dalam lembaran kertas, dan datangnya tanpa sebab. Ilmu itu adalah ilmu Ladunni yang oleh Allah hanya khusus diberikan pada kekasih-kekasih-Nya saja.

B.  Pandangan Tasawuf  Zunnun Al Mishri
            Allah tidak akan pernah memuliakan seorang hamba dengan kemuliaan yang lebih mulia dari pada ketika dia menghinakannya atas kehinaan dirinya. Dan Allah tidak menghinakan seorang hamba dengan kehinaan yang lebih hina dari pada ketika dia menutupi dengan kehinaan dirinya. Karena hijab yang paling samar dan paling kuat adalah melihat diri sendiri. Zunnun pernah mengatakan, bahwa Neraka bukanlah sesuatu hal yang harus ditakuti, yang lebih ditakuti adalah ketika berpisah dari Kekasih Sejati. Ketakutannya tak lebih dari setetes air yang dibuang ke samudera cinta Allah.
            Zunnnun mengatakan bahwa sufi ialah orang yang tidak meminta dan tidak merasa kesusahanan karena ketiaadaan.] Beliau mengatakan bahwa akhlak seorang Arif billah adalah Allah, dan orang yang arif selalu akan bersifat seperti sifat-sifat Tuhan dan selalu menjaga perilakunya agar tidak terjebak dalam kenistaan dunia yang menghanyutkan dan menghinakan orang yang dekat kepada Allah.
            Zunnun Al Mishri dianggap sebagai seorang zindiq oleh ulama-ulama Mesir pada masanya. Karena menerangkan ilmu laduni yang tidak dikenal oleh ulama pada waktu itu. [5] Dia juga mengatakan bahwa ilmu-ilmu fiqih sebagai ilmu yang tidak seharusnya dipelajari karena lebih membahas masalah keduniaan.
             Secara umum, pandangan tasawuf sedikit berbeda dengan pemikiran-pemikiran tasawuf para sufi lainnya. Ada pemikiran-pemikiran yang sangat menonjol yang kemudian menjadikannya ditentang dan dianggap zindiq oleh para ulama-ulama saat itu. Sehingga ia pun di usir dari Mesir. Tetapi karena semangatnya untuk menyebarkan pandangan-pandangan tasawufnya. Dia pun menemui khalifah Mutawakkil ‘Alallah yang menjadi penguasa bani Abbassiyah pada waktu itu.
            Dia pun menjelaskan konsep tasawufnya yang menonjol yaitu tentang ma’rifat. Sang khalifah pun tertarik sehingga berkenan menjadikannya sebagai penasehat khalifah. Dan sejak itulah pemikiran tasawuf Zunnun tersebar di masyarakat.
Sebagai sufi, Zunnun Al Mishri dikenal sebagai bapak faham ma’rifat. Karena teorinya tentang ilmu tersebut sangat mencolok. Ma’rifat adalah adalah mengetahui Tuhan dari dekat sehingga hati sanubari dapat melihat-Nya. Selain konsep ma’rifat, Zunnun Al Mishri juga mengungkapkan pengalamannya tentang khauf (rasa takut kepada Allah) dan mahabbah.

C.    Pokok Ajaran Tasawuf Zunnun Al Mishri
            Pemikiran tasawuf Zunnun yang paling menonjol adalah konsep ma’rifatnya. Yaitu adalah mengetahui Tuhan dari dekat sehingga hati sanubari dapat melihat-Nya. Tatkala ia pernah ditanya bagaimana memperoleh ma’rifah tentang Tuhan, Dzunnun Al Mishri menjawab, “Aku mengetahui Tuhan dengan Tuhan, dan sekiranya tidak karena Tuhan, aku tak akan tahu Tuhan.”
            Dzunnun Al Mishri membagi tiga macam pengetahuan tentang Tuhan. Pertama, Tuhan satu dengan perantaraan ucapan syahadat, dan ini adalah pengetahuan awam. Kedua, Tuhan satu menurut logika akal, dan ini adalah pengetahuan ulama. Ketiga, Tuhan satu dengan perantaraan hati sanubari, dan inilah yang disebut pengetahuan sufi, itulah ma’rifah.
Menurut Zunnun Al-Misri, Ma’rifat atau mengenal Allah swt yang sesungguhnya adalah ma’rifat lewat hati sanubari, karena pada tingkatan syahadat dan logika itu sebenarnya bukanlah termasuk ma’rifat, tetapi itu hanya dapat digolongkan kedalam kategori ilmu saja.
1.       Ma’rifafat
            Al-Misri adalah pelopor paharn ma‘rifat, Penilaian ini sangatlah tepat karena berdasarkan riwayat Al-Qathfi dan Al-Mas’udi—yang kemudian dianalisis Nicholson—dan Abd Al-Qadir dalam falsafah Al-sufiah fiAl-Islam; Al-Misri berhasil mernperkenaikan corak baru tentang ma’rifatdalam bidang sufisme Islam. Pertama, ía membedakan antara ma‘rifat sufiah dengan ma‘rifat aqliyah. Ma’rifat yang pertama menggunakan pendekatan qalb yang biasa digunakan para sufi, sedangkan ma’rifat yang kedua menggunakan pendekatan akal yang biasa digunakan para teolog.
            Kedua, menurut Al-Misri, ma‘rifat sebenarnya adalah musyahadah qalbiyah (penyaksian hati), sebab ma‘riat merupakan fitrah dalam hati manusia sejak  azali. Ketiga, teori-teori ma’rifat Al-Misri menyerupai gnosismeala Neo-Platonik. Teori-teorinya itu kemudian dianggap sebagai jembatanmenuju teori-teori wahdat asy-syuhud dan ittihad. Ia pun dipandangsebagai orang yang pertama kali memasukkan unsur falsafah dalamtasawuf
Pandangan-pandangan Al-Mishri tentang ma’rifat pada mulanya sulit diterima kalangan teolog sehingga ía dianggap sebagai seorang zindiq dan ditangkap khalifah, tetapi akhirnya dibebas Berikut ini beberapa pandangannya tentang hakikat ma’rifat:

1)       Sesungguhnya ma’rifat yang hakiki bukanlah ilmu tentang keesaanTuhan, sebagaimana yang dipercayai orang-orang mukmin, bukan pulailinu—ilinu hurliwi dan nazliar milik para hakim, mutakalimin, dan ahiibalaghah, tetapi ma’rifat terhadap keesaan Tuhan yang khusus dimilikipara wall Allah. Hal iiui karena mereka adalah orang yang nienyaksikanAl lab dengan hatinya, sehingga terbukaia baginya apa yang tidakdibukakan untuk hamba-hamba-Nya yang lain.
2)      Ma’rifat yang sebcnarnya adalah bahwa Allah menyinari hatimu dengancahaya ma’rifat yang rnurni seperti matahari tak dapat dilihat kecualidengan cahayanya. Salah seorang hamba mendekat kepada Allah sehingga íamerasa hilang dirinya, lebur dalarn kekuasaan-nya, mereka merasa hamba,mereka bicara dengan ilmu yang telah diletakkan Allah pada lidahmereka, mereka melihat dengan penglihatan Allah, mereka berbuat denganperbuatan Allah.

Kedua pandangan AI-Mishri di atas menjelaskan bahwa ma’rifat kepada Allah tidak dapat ditempuh melalui pendekatan akal dan pembuktian-pembuktian, tetapi dengan jalan ma’rifat batin, yakni Tuhan menyinari hati manusia dan menjaganya dari kecemasan, sehingga semuayang ada di dunia ini tidak mempunyal arti lagi. Melalui pendekatan ini sifat-sifat rendah manusia perlahan-lahan terangkat ke atas dan selanjutnya menyandang sifat-sifat luhur seperti yang dimiliki Tuhan,sampai akhirnya Ia sepenuhnya hidup di dalam Nya dan lewat diri-Nya.Al-Misri membagi pengetahuan tentang Tuhan menjadi tiga macam yaitu:
a. Pengetahuan untuk seluruh muslim,
b. Pengetahuan khusus untuk para filosof dan ularna,
c. Pengetahuan khusus untuk para wali Allah.
Menurut Harun Nasution, pengetahuan jenis pertama dan kedua belum dimasukkan dalam kategori pengetahuan hakiki tentang Tuhan. Keduanya belum disebut dengan ma’rifat tetapi disebut dengan ilmu, sedangkanpengetahuan jenis ketiga harus disebut dengan ma’rifat Dan ketiga macampengetahuan tentang Tuhan di atas, jelaslah bahwa pengetahuan tingkatauliya—lah yang paling tinggi tingkatan nya, karena mereka mencapaltingkatan musyahadah, sebaiknya para ulama dan filosofi tidak dapatmencapai maqam ini, sebab mereka masih menggunakan akal untukmengetahui Tuhan, sedangkan akal mempunyai keterbatasan dan kelemahan.
Menunut pengalamannya, sebelum sampai pada maqam Al ma‘rifat, Al-Misri melihat Tuhan melalui tanda-tanda kebesaran-Nya yang terdapat di alamsemesta. Adapun tanda-tanda seorang arif, menurut Al-Misri, adalah sebagai berikut:
a. Cahaya ma’rifat tidak memadamkan cahaya kewara’annya.
b. Ia tidak berkeyakinan bahwa ilmu batin merusak hukum lahir.
c. Banyaknya nikrnat Tuhan tidak mcndorongnya menghancurkan tirai-tirai larangan Tuhan.
Paparan Al-Mishri di atas menunjukkan bahwa seorang arif yang sempurna selalu melaksanakan perintah Allah, terikat hanya kepada-Nya,senantiasa bersama-Nya dalarn kondisi apapun, dan semakin dekat serta menyatu kepada-Nya. Jadi kesimpulan menurut Dzun-Nun bahwasanya kalau kita ingin sampai pada tingkat ma’rifah, maka kita harus melaluinya setahap demi setahap dan dilakukan dengan kesungguhan dan keseriusan. Dan dia juga mengatakan bahwasanya adanya perbedaan ma’rifah kepada Allah yang disebabkan oleh kemampuan dan kesadaran dia sebagai makhluk. Ma’rifah juga sepenuhnya diberikan oleh Allah SWT atas karunianya dan kasih sayangnya. Maka seorang hamba tidak akan sampai pada tingkat ma’rifah tanpa usaha dan anugerah serta karunia Allah SWT.
2.    Mahabbah
Tentang cinta ia berkata: "Katakan pada orang yang memperlihatkan kecintaannya pada Allah, katakan supaya ia berhati-hati, jangan sampai merendah  pada selain Allah!. Salah satu tanda orang yang cinta pada Allah adalah dia tidak punya kebutuhan pada selain Allah". "Salah satu tanda orang yang cinta pada Allah adalah mengikuti kekasih Allah Nabi Muhammad SAW dalam akhlak, perbuatan, perintah dan sunnah-sunnahnya"."Pangkal dari jalan (Islam) ini ada pada empat perkara: Pecinta padaYang Agung, benci kepada yang Fana, mengikuti pada Alquran yangditurunkan, dan takut akan tergelincir (dalam kesesatan)".
3.    Akhwal dan Maqamat
Pandangan Al-Mishri tentang maqamat, dikemukakan pada beberapa hal saja, yaitu At-taubah, Ash-shabr, Ai-iawakal, dan .ar-rida. DalamDairat Al-Ma’rifat Al-Islwniyat terdapat keterangan yang berasal danAl-Mishri bahwa simbol-simbol zuhud adalah sedikit cita-cita, mencintai kefakiran, dan memiliki rasa cukup yang disertai dengan kesabaran. Kendatipun demikian, dapat dikatakan bahwajumlah maqam yang disebut Al-Misri lebih sedikit dibandingkan dengan penulis sesudahnya.
Menurut Al-Mishri, ada dua macam tobat, yaitu tobat awam dan tobatkhawas. Orang awam bertobat kar kelalaian (dan mengingat Tuhan). Dalamungkapan lain, ia mengatakan bahwa sesuatu yang dianggap sebagaikebaikan oleh Al-abrar justru dianggap sebagai dosa oleh Al-muqarrabin. Pandangan mi mirip dengan pernyataan Al-Junaidi yangmengatakan bahwa tobat adalah engkau melupakan dosamu. Pada tahap miorang-orang yang mendambakan hakikat tidak lagi mengingat dosa mereka karena terkalahkan oleh perhatian yang tertuju pada kebesaran Tuhan dan zikir yang berkesinambungan. Lebih lanjut Al-Mishri membagi tobatmenjadi tiga tingkatan, yaitu:

1. Orang yang bertobat dan dosa dan keburukannya.
2. Orang yang bertobat dan kelalaian dan kearifan mengingat Tuhan. Orang yang
bertobat karena memandang kebaikan dan ketaatannya.

D.    Analisa Tasawuf Zunnun Al Mishri
Setelah memaparkan sekelumit makna dari nama Dzun-Nun Al-Mishri, maka kami akan menyampaikan sedikit tentang konsep ma’rifah Dzun-Nun Al-Mishri. Konsep ma’rifah Dzun-Nun tidak bisa lepas dengan makna yang ia dapati dari namanya itu karena namanya itu menunjukkan sebuah kepemilikan dan penguasaan terhadap makna dari huruf tersebut. Sebagaimana kita ketahui bahwa huruf Nun yang menjadi sentral kehidupan di dunia ini, maka untuk mencapai sentral tersebut  manusia juga harus memakai sentral dari diri manusia untuk bertemu dengan sentral kehidupan ini.
Sentral yang disebut diatas adalah Qalbu, dimana qalbu ini adalah sentral dari manusia dan untuk bertemu dengan sentral yang hakiki maka manusia harus mengoptimalkan sentralnya supaya sampai kepada sentralyang hakiki. Mengapa Qalbu atau hati disebut sebagai sebuah sentral, karena pada qalbu ini berkumpul seluruh kelakuan dan tindakan manusia. Maka menurut Dzun-Nun yang biasa dilakukan oleh hati tersebut adalah: emosi, dekat, shahabat, cinta, mengenal, penyingkapan, menyaksikan, al-ittihad, al-hulul, wahdatul wujud, dan wujudiyah.
Ada sebuah perbedaan pengertian yang dimaksud oleh Dzun-Nun dengan penyingkapan, perbedaan ini dibagi kepada tiga bagian, yaitu : al-Mukasyafah, inkisyaf, dan al-kasy-syaf. Yang dimaksud dengan al-Mukasyafah adalah saling keterbukaan dimana seorang hamba yang meminta dan Allah yang memberi; inkisyaf, adalah penyingkapan atau keterbukaan Allah sebagai karunia kepada hambanya dan seorang hamba hanya menerima saja, tidak dengan meminta. Dimana pada bagian ini keterbukaan hanya diartikan sebagai karunia Allah dan manusia tidak meminta untuk keterbukaan tersebut; al-kasysyaf, pada hal ini tidak menggambarkan proses tentang bagaimana keterbukaannya akan tetapi adanya sebuah pengalaman keterbukaan.
Pada penjelasan diatas disebutkan bahwasanya sentral kehidupan hanya bisa dirasakan oleh sentral manusia, yaitu dimana hati manusia bisa merasakan keterbukaan dengan Allah hanya dengan penglihatan hati yang menjadi sentral kehidupan manusia. Menurut Dzun-Nun hati juga tidak serta merta bisa melihat Allah karena hati yang paling dalamlah yang bisa sampai melihat kepada Allah SWT. Sebelum kita langsung kepada hati yang dalam, maka akan disebutkan beberapa lapisan hati yang harusdilalui seseorang sebelum bisa ma’rifah kepada Allah SWT.
Dan lapisan-lapisan tersebut adalah : as-Suduur, al-Quluub,adh-Dhamaair, al-Fuwaaid, as-sir, sir al-asraar, dan Basyirah. Yang dimaksud dengan as-suduur hati yang paling luar,  pada fase ini hatimengalami penyempitan dan perluasan, dia tidak bisa konsisten dalam pendiriannya masih tergoncang dan belum istiqamah. Setelah lulus atau berhasil dalam tahapan ini, maka akan masuk lebih dalam lagi kepadatahapah yang kedua, yaitu al-Quluub. Setelah masuk kepada tahapan ini, maka hati seseorang tersebut akan kokoh dan lebih istiqamah dalam pendiriannya. Selain itu orang yang sudah sampai pada tahap ini maka dia akan merasakan ketenangan dalam hatinya. Kemudian setelah lapisan kedua ini berhasil dan tetap konsisten dengan keduanya, yaitu tahap pertama dan kedua. Maka tahap selanjutnya adalah adh-Dhomaair, yaitu dimana bagian ini juga disebut sebagai bagian terdalam pada tahapan qalbu. Dia menyimpan dan menempatkan cahaya qalbu, kalau dia sudah sampai pada tahap ini, maka dia akan memiliki kepekaan atau biasa disebut dengan indera keenam. Setelah tahap ini maka selanjutnya adalahal-Fuwaaid, pada tahapan ini orang sudah separuh perjalanan untuk menggapai puncak ma’rifah. Jika seseorang sudah sampai tingkatan inimaka orang tersebut tidak akan bisa dibohongi atas apa yang dia lihat atau rasakan. Kemudian tahap selanjutnya as-Sir dan Sir al-Asraar,tahapan ini adalah tahapan yang hampir mendekati kesempurnaan dan mencapai ma’rifah. Tahapan ini adalah proses untuk mempersiapkan diri kepada tahapan akhir, Maka tahapan terakhir, yaitu ketika setiap tahapan tetap terjaga dan saling melengkapi antara satu dengan yanglainnya, maka sampailah pada tahapan Basyirah, yaitu tahapan akhir yangbisa menyampaikan manusia untuk bisa melihat dan merasakan Allah SWT. Dan hal ini disebut dengan ma’rifah.
Menurut Dzun-Nun ma’rifah itu bisa diklasifikasikan kepada tiga bagian, yaitu : pertama, ma’rifah tauhid sebagai ma’rifahnya orang awam. Kedua, al-burhan wa al-istidlal yang merupakan ma’rifahnya Mutakallimin dan para Filosof, yaitu pengetahuan tentang Tuhan melalui pemikiran danpembuktian akal. dan ketiga, ma’rifah para wali, yaitu pengetahuan dan pengenalan tentang Tuhan melalui sifat dan ke-Esaan Tuhan. Dengan demikian, apabila dilihat dari sisi epistimologi, ada tiga metoda ma’rifah yang berbeda, yakni metoda transmisi, metoda akal budi, dan metoda ketersingkapan langsung. Ma’rifah awam lebih bersifat penerimaan dan kepatuhan semata tanpa dibarengi argumentasi, sedangkan ma’rifah Mutakallimin dan filosof adalah pemahaman yang sifatnya rasional melalui berfikir spekulatif. Lain halnya dengan ma’rifah para sufi atauaulia, adalah penangkapan dan penghayatan langsung terhadap obyeksehingga ia merasakan dan melihat obyek itu. Dan disini Dzun-Nun menegaskan bahwasanya ma’rifah itu sepenuhnya adalah karunia dan pemberian Allah SWT.

Jadi kesimpulan menurut Dzun-Nun bahwasanya kalau kita ingin sampai pada tingkat ma’rifah, maka kita harus melaluinya setahap demi setahapd an dilakukan dengan kesungguhan dan keseriusan. Dan dia juga mengatakan bahwasanya adanya perbedaan ma’rifah kepada Allah yang disebabkan oleh kemampuan dan kesadaran dia sebagai makhluk. Ma’rifah juga sepenuhnya diberikan oleh Allah SWT atas karunianya dan kasihsayangnya. Maka seorang hamba tidak akan sampai pada tingkat ma’rifah tanpa usaha dan anugrah serta karunia Allah SWT.