Jumat, 22 April 2016

makalah Pendidikan Anti Korupsi

Tugas kelompok 1

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi
Dosen pembimbing: Waluyo Erry Wahyudi, M.Pd. I

Disusun Oleh:
Pera Lesdia                                           (1311010366)
Soni Herdin Utama                              (1311010344)
Ningsih Umi Ckalsum Siregar            (1311010304)

Jurusan   : Pendidikan Agama Islam
Smester  : VI ( Enam)
Kelas      : D







FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
RADEN INTAN LAMPUNG
1437 H / 2016 M


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah......................................................................... 1
B.  Rumusan Masalah................................................................................... 2
C.  Tujuan Penulisan..................................................................................... 2
BAB II  PEMBAHASAN
A.    Pengertian korupsi............................................................................. 3
B.     Ciri dan jenis korupsi......................................................................... 4
C.    Korupsi dalam berbagai perspektif.................................................. 6
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan  ......................................................................................... 9
B.     Saran..................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA









BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Korupsi sesungguhnya sudah lama ada terutama sejak manusia pertama kali mengenal tata kelola administrasi. Pada kebanyakan kasus korupsi yang dipublikasikan media, seringkali perbuatan korupsi tidak lepas dari kekuasaan, birokrasi, ataupun pemerintahan. Korupsi juga sering dikaitkan pemaknaannya dengan politik. Sekalipun sudah dikategorikan sebagai tindakan yang melanggar hukum, pengertian korupsi dipisahkan dari bentuk pelanggaran hukum lainnya. Selain mengkaitkan korupsi dengan politik, korupsi juga dikaitkan dengan perekonomian, kebijakan publik, kebijakan internasional, kesejahteraan sosial, dan pembangunan nasional. Begitu luasnya aspek-aspek yang terkait dengan korupsi hingga organisasi internasional seperti PPB memiliki badan khusus yang memantau korupsi dunia. Dasar atau landasan untuk memberantas dan menanggulangi korupsi adalah memahami pengertian korupsi itu sendiri. Pada bagian ini dibahas mengenai pengertian korupsi berdasarkan definisi-definisi umum dan pendapat para pakar.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diutarakan di atas, adapun rumusan yang masalah yang akan ditulis adalah sebagai berikut:
1.      Apakah pengertian korupsi?
2.      Sebutkan ciri-ciri dan jenis korupsi?
3.      Bagaimana Korupsi dalam berbagai perspektif?

C.    Tujuan penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian korupsi.
2.      Untuk mengetahui ciri dan jenis korupsi.
3.      Untuk mengetahui korupsi dalam berbagai perspektif.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Korupsi
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruption”[1] atau “corruptus”. Selanjutnya dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda). Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
Di Malaysia terdapat peraturan anti korupsi, dipakai kata “resuah” berasal dari bahasa Arab “risywah”, menurut Kamus umum Arab-Indonesia artinya sama dengan korupsi.[2] Risywah (suap) secara terminologis berarti pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk memperoleh kedudukan (al-Misbah al-Munir–al Fayumi, al-Muhalla–Ibnu Hazm). Semua ulama sepakat mengharamkan risywah yang terkait dengan pemutusan hukum, bahkan perbuatan ini termasuk dosa besar. Sebagaimana yang telah diisyaratkan beberapa Nash Qur’aniyah dan Sunnah Nabawiyah yang antara lain menyatakan: ”Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram” (QS Al Maidah 42). Imam al-Hasan dan Said bin Jubair menginterpretasikan ‘akkaaluna lissuhti’ dengan risywah. Jadi risywah (suap menyuap) identik dengan memakan barang yang diharamkan oleh Allah SWT. Jadi diharamkan mencari suap, menyuap dan menerima suap. Begitu juga mediator antara penyuap dan yang disuap. Hanya saja jumhur ulama membolehkan penyuapan yang dilakukan untuk memperoleh hak dan mencegah kezhaliman seseorang. Namun orang yang menerima suap tetap berdosa (Kasyful Qona’ 6/316, Nihayatul Muhtaj 8/243, al-Qurtubi 6/183, Ibnu Abidin 4/304, al-Muhalla 8/118, Matalib Ulin Nuha 6/479). Istilah korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, adalah “kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran”.[3]
Pengertian lainnya, “perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya”.[4] Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa:[5]
1.        Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya;
2.        Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya; dan
3.        Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.
Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.
Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam kamus hukum, yang dimaksud corruptie adalah korupsi, perbuatan curang, perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan negara.[6] Selanjutnya Baharudin Lopa mengutip pendapat David M. Chalmers, menguraikan istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Hal ini diambil dari definisi yang berbunyi “financial manipulations and deliction injurious to the economy are often labeled corrupt”.[7]





B.  Ciri dan jenis korupsi
1). Ciri-ciri korupsi. Korupsi di manapun dan kapanpun akan selalu memiliki ciri khas. Ciri tersebut bisa bermacam-macam, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:[8]
a.       Melibatkan lebih dari satu orang. Setiap perbuatan korupsi tidak mungkin dilakukan sendiri, pasti melibatkan lebih dari satu orang. Bahkan, pada perkembangannya acap kali dilakukan secara bersama-sama untuk menyulitkan pengusutan.
b.      Serba kerahasiaan. Meski dilakukan bersama-sama, korupsi dilakukan dalam koridor kerahasiaan yang sangat ketat. Masing-masing pihak yang terlibat akan berusaha semaksimal mungkin menutupi apa yang telah dilakukan.
c.       Melibat elemen perizinan dan keuntungan timbal balik. Yang dimaksud elemen perizinan adalah bidang strategis yang dikuasai oleh Negara menyangkut pengembangan usaha tertentu. Misalnya izin mendirikan bangunan, izin perusahaan,dan lain-lain.
d.      Selalu berusaha menyembunyikan perbuatan/maksud tertentu dibalik kebenaran.
e.       Koruptor menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan memiliki pengaruh. Senantiasa berusaha mempengaruhi pengambil kebijakan agar berpihak padanya. Mengutamakan kepentingannya dan melindungi segala apa yang diinginkan.
f.       Tindakan korupsi mengundang penipuan yang dilakukan oleh badan hukum publik dan masyarakat umum. Badan hukum yang dimaksud suatu lembaga yang bergerak dalam pelayanan publik atau penyedia barang dan jasa kepentingan publik.
g.      Setiap tindak korupsi adalah pengkhianatan kepercayaan. Ketika seseorang berjuang meraih kedudukan tertentu, dia pasti berjanji akan melakukan hal yang terbaik untuk kepentingan semua pihak. Tetapi setelah mendapat kepercayaan kedudukan tidak pernah melakukan apa yang telah dijanjikan.
h.      Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari koruptor sendiri. Sikap dermawan dari koruptor yang acap ditampilkan di hadapan publik adalah bentuk fungsi ganda yang kontradiktif. Di satu pihak sang koruptor menunjukkan perilaku menyembunyikan tujuan untuk menyeret semua pihak untuk ikut bertanggung jawab, di pihak lain dia menggunakan perilaku tadi untuk meningkatkan posisi tawarannya.
2). Jenis-jenis korupsi
Jenis korupsi yang lebih operasional diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M. Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi, yaitu:[9]
a)      Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha kepada penguasa.
b)      Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha ekonominya.
c)      Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya.
d)     Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan pribadi.
Ada jenis korupsi bentuk lain yaitu:
a.       Korupsi transaktif, yaitu korupsi yang terjadi atas kesepakatan dua pihak dalam bentuk suap, dimana yang memberi dan yang diberi sama-sama mendapatkan keuntungan;
b.      korupsi ekstortif, yaitu korupsi yang yang dilakukan dengan pemaksaan oleh pejabat, sebagai balasan jasa yang diberikan kepada pihak luar, si pemberi tidak ada alternatif lain;
c.       korupsi investif, yaitu korupsi yang dilakukan oleh seorang pejabat karena adanya iming-iming tentang sesuatu yang akan menghasilkan dimasa yang akan datang.
d.      Korupsi nepotistik, yaitu korupsi yang terjadi karena adanya perlakuan khusus bagi keluarganya atau teman dekatnya atas sesuatu kesempatan mendapatkan fasilitas;
e.       Korupsi otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat mendapat keuntungan, dengan jalan memberikan informasi kepada pihak luar yang sebenarnya harus dirahasiakan; dan
f.       Korupsi suportif, yaitu korupsi yang dilakukan secara berkelompok dalam satu bagian atau divisi dengan tujuan untuk melindungi tindak korupsi yang mereka lakukan secara kolektif



C.    Korupsi dalam berbagai persepektif
Korupsi dan Anti-Korupsi dalam Berbagai Perspektif  Keilmuan Dalam dunia akademis khususnya perguruan tinggi, lahirnya sebuah matakuliah baru akan memerlukan penempatan ranah keilmuan yang tepat. Demikian pula halnya dengan matakuliah Anti-korupsi. Dari pengalaman beberapa universitas yang telah menyelenggarakan matakuliah ini, selalu muncul pertanyaan, diskusi hingga perdebatan mengenai berada di ranah keilmuan manakah matakuliah Anti-korupsi. Perdebatan biasanya berlangsung di antara beberapa bidang keilmuan, dan berujung pada kesulitan untuk memperoleh titik temu, oleh karena setiap keilmuan cenderung mempertahankan perspektifnya masing-masing.
Sebuah topik yang diangkat dalam sebuah matakuliah atau bahkan menjadi penamaan dari sebuah matakuliah tidak selalu berasal dari keilmuan itu sendiri, namun sangat mungkin lahir sebagai respon atas perkembangan fenomena yang terjadi. Begitu pula matakuliah Anti-korupsi yang bisa dikatakan lahir dari adanya fenomena semakin parahnya disintegritas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang diindikasikan oleh terjadinya berbagai tindak korupsi yang tiada henti, sehingga memerlukan upaya-upaya sistematis dalam membasminya. Dampak korupsi yang telah terbukti melemahkan sumber daya, meresahkan kehidupan sosial, menggerogoti potensi negara-bangsa dan bahkan sudah menjadi masalah internasional, harus didiseminasikan kepada seluruh masyarakat melalui pendidikan; sehingga diharapkan akan menumbuhkan tekad bersama untuk menghentikan korupsi dimasa mendatang.
Korupsi dan anti-korupsi itu sendiri merupakan sebuah fenomena yang kompleks, bisa dilihat dari berbagai perspektif yang pada hakikatnya saling melengkapi seperti sebuah puzzle. Kepingan-kepingan perspektif tersebut kemudian dieksplorasi dalam bermacam-macam Berikut adalah beberapa pengalaman praktik yang sudah terjadi di Indonesia:
1.      Perspektif hukum memandang bahwa korupsi merupakan kejahatan (crime), koruptor adalah penjahat dan oleh karenanya yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah menindak para koruptor dengan jerat-jerat hukum serta memberantas korupsi dengan memperkuat perangkat hukum seperti undang-undang dan aparat hukum. Perspektif ini kemudian melahirkan matakuliah semacam Hukum Pidana Korupsi pada sejumlah Fakultas Hukum.
2.      Perspektif politik memandang bahwa korupsi cenderung terjadi di ranah politik, khususnya korupsi besar (grand corruption) dilakukan oleh para politisi yang menyalahgunakan kekuasaan mereka dalam birokrasi. Perspektif ini kemudian melahirkan matakuliah semacam Korupsi Birokrasi atau Korupsi Politik pada sejumlah fakultas Ilmu Politik.
3.      Perspektif sosiologi memandang bahwa korupsi adalah sebuah masalah sosial, masalah institusional dan masalah struktural. Korupsi terjadi di semua sektor dan dilakukan oleh sebagian besar lapisan masyarakat, maka dianggap sebagai penyakit sosial. Perspektif ini kemudian melahirkan antara lain matakuliah Sosiologi Korupsi di sejumlah program studi Sosiologi atau Fakultas Ilmu [10]Sosial.
4.      Perspektif agama memandang bahwa korupsi terjadi sebagai dampak dari lemahnya nilai-nilai agama dalam diri individu, dan oleh karenanya upaya yang harus dilakukan adalah memperkokoh internalisasi nilai-nilai keagamaan dalam diri individu dan masyarakat untuk mencegah tindak korupsi kecil (petty corruption), apalagi korupsi besar (grand corruption). Perspektif ini kemudian melahirkan antara lain matakuliah Korupsi dan Agama pada sejumlah Fakultas Falsafah dan Agama.













BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari uraian diatas jelaslah sudah bahwa penanggulangan kasus-kasus korupsi tidaklah mudah, untuk itu diperlukan kerjasama dari berbagai pihak yang tentunya dilandasi dengan kesadaran hukum disetiap warga negara, baik posisinya sebagai warga sipil maupun pejabat negara yang tentunya semua itu berpulang pada individu masing-masing yang berketuhanan YME. Tanggung jawab kita bukan hanya kepada pribadi, keluarga dan masyarakat melainkan juga kepada Tuhan. Dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta selalu mengandung unsur “penyelewengan” atau dishonest (ketidak jujuran). Dan korupsi akan berdampak pada masarakat luas serta akan merugikan negara.

B.  Saran
Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini.Dan pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil


















DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Ditinjau Dari Hukum Pidana Jakarta: Penerbit Pusat Hukum Pidana Universitas Trisakti, 2002.

Andrea, Fockema,  Rechtsgeleerd Handwoordenboek, Groningen–Djakarta, Bij J B Wolter Uitgevermaatschappij, Bandung: Bina Cipta Kamus Hukum, terjemahan, 1951.

Aulia Nursyifa, http://www.definisi-pengertian.com/2016/02/model-bentuk-dan-jenis-korupsi.h, diakses tanggal 02 Maret  2016.

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, Jakarta : Pustaka Amani, 1993.

Poerwadarminta, S. Wojowasito, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia Indonesia  Inggris, Bandung : Penerbit Hasta, 1982.

Poerwadarminta, WJS 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1982.

Rizka Andita, (http://azimbae.blogspot.co.id/2012/06/ciri-ciri-korupsi.html), diakses tanggal 02 Maret  2016.

Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita, 1973.

SugengHaryadi,(http://korupsidalampandanganagama.blogspot.com/2009/01/korupsi.html), diakses tanggal 02 Maret  2016.








[1] Andrea, Fockema,  Rechtsgeleerd Handwoordenboek, Groningen–Djakarta, Bij J B Wolter Uitgevermaatschappij ( Bandung: Bina Cipta Kamus Hukum, terjemahan, 1951 ), h. 115.
[2] Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Ditinjau Dari Hukum Pidana ( Jakarta: Penerbit Pusat Hukum Pidana Universitas Trisakti, 2002), h. 226.
[3] Poerwadarminta, S. Wojowasito, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia Indonesia-Inggris, (Bandung : Penerbit Hasta, 1982), h. 339.
[4] Poerwadarminta, WJS 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), h. 514.
[5] Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, (Jakarta : Pustaka Amani, 1993), h. 399.
[6] Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1973), h. 532.
[7] Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 234.
[8] Rizka Andita, (http://azimbae.blogspot.co.id/2012/06/ciri-ciri-korupsi.html), diakses tanggal 02 Maret  2016, pukul  19;17.
[9] Aulia Nursyifa, (http://www.definisi-pengertian.com/2016/02/model-bentuk-dan-jenis-korupsi.h), diakses tanggal 02 Maret  2016, pukul  19;25.
[10] Sugeng Haryadi,  (http://korupsidalampandanganagama.blogspot.com/2009/01/korupsi.html), diakses tanggal 02 Maret  2016, pukul  20;00.

makalah Pendidikan Anti Korupsi

Tugas kelompok 1

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi
Dosen pembimbing: Waluyo Erry Wahyudi, M.Pd. I

Disusun Oleh:
Pera Lesdia                                           (1311010366)
Soni Herdin Utama                              (1311010344)
Ningsih Umi Ckalsum Siregar            (1311010304)

Jurusan   : Pendidikan Agama Islam
Smester  : VI ( Enam)
Kelas      : D

Description: C:\Users\TOSHIBA\Pictures\logo_iain.png





FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
RADEN INTAN LAMPUNG
1437 H / 2016 M


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah......................................................................... 1
B.  Rumusan Masalah................................................................................... 2
C.  Tujuan Penulisan..................................................................................... 2
BAB II  PEMBAHASAN
A.    Pengertian korupsi............................................................................. 3
B.     Ciri dan jenis korupsi......................................................................... 4
C.    Korupsi dalam berbagai perspektif.................................................. 6
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan  ......................................................................................... 9
B.     Saran..................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA









BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Korupsi sesungguhnya sudah lama ada terutama sejak manusia pertama kali mengenal tata kelola administrasi. Pada kebanyakan kasus korupsi yang dipublikasikan media, seringkali perbuatan korupsi tidak lepas dari kekuasaan, birokrasi, ataupun pemerintahan. Korupsi juga sering dikaitkan pemaknaannya dengan politik. Sekalipun sudah dikategorikan sebagai tindakan yang melanggar hukum, pengertian korupsi dipisahkan dari bentuk pelanggaran hukum lainnya. Selain mengkaitkan korupsi dengan politik, korupsi juga dikaitkan dengan perekonomian, kebijakan publik, kebijakan internasional, kesejahteraan sosial, dan pembangunan nasional. Begitu luasnya aspek-aspek yang terkait dengan korupsi hingga organisasi internasional seperti PPB memiliki badan khusus yang memantau korupsi dunia. Dasar atau landasan untuk memberantas dan menanggulangi korupsi adalah memahami pengertian korupsi itu sendiri. Pada bagian ini dibahas mengenai pengertian korupsi berdasarkan definisi-definisi umum dan pendapat para pakar.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diutarakan di atas, adapun rumusan yang masalah yang akan ditulis adalah sebagai berikut:
1.      Apakah pengertian korupsi?
2.      Sebutkan ciri-ciri dan jenis korupsi?
3.      Bagaimana Korupsi dalam berbagai perspektif?

C.    Tujuan penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian korupsi.
2.      Untuk mengetahui ciri dan jenis korupsi.
3.      Untuk mengetahui korupsi dalam berbagai perspektif.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Korupsi
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruption”[1] atau “corruptus”. Selanjutnya dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda). Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
Di Malaysia terdapat peraturan anti korupsi, dipakai kata “resuah” berasal dari bahasa Arab “risywah”, menurut Kamus umum Arab-Indonesia artinya sama dengan korupsi.[2] Risywah (suap) secara terminologis berarti pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk memperoleh kedudukan (al-Misbah al-Munir–al Fayumi, al-Muhalla–Ibnu Hazm). Semua ulama sepakat mengharamkan risywah yang terkait dengan pemutusan hukum, bahkan perbuatan ini termasuk dosa besar. Sebagaimana yang telah diisyaratkan beberapa Nash Qur’aniyah dan Sunnah Nabawiyah yang antara lain menyatakan: ”Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram” (QS Al Maidah 42). Imam al-Hasan dan Said bin Jubair menginterpretasikan ‘akkaaluna lissuhti’ dengan risywah. Jadi risywah (suap menyuap) identik dengan memakan barang yang diharamkan oleh Allah SWT. Jadi diharamkan mencari suap, menyuap dan menerima suap. Begitu juga mediator antara penyuap dan yang disuap. Hanya saja jumhur ulama membolehkan penyuapan yang dilakukan untuk memperoleh hak dan mencegah kezhaliman seseorang. Namun orang yang menerima suap tetap berdosa (Kasyful Qona’ 6/316, Nihayatul Muhtaj 8/243, al-Qurtubi 6/183, Ibnu Abidin 4/304, al-Muhalla 8/118, Matalib Ulin Nuha 6/479). Istilah korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, adalah “kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran”.[3]
Pengertian lainnya, “perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya”.[4] Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa:[5]
1.        Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya;
2.        Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya; dan
3.        Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.
Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.
Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam kamus hukum, yang dimaksud corruptie adalah korupsi, perbuatan curang, perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan negara.[6] Selanjutnya Baharudin Lopa mengutip pendapat David M. Chalmers, menguraikan istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Hal ini diambil dari definisi yang berbunyi “financial manipulations and deliction injurious to the economy are often labeled corrupt”.[7]





B.  Ciri dan jenis korupsi
1). Ciri-ciri korupsi. Korupsi di manapun dan kapanpun akan selalu memiliki ciri khas. Ciri tersebut bisa bermacam-macam, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:[8]
a.       Melibatkan lebih dari satu orang. Setiap perbuatan korupsi tidak mungkin dilakukan sendiri, pasti melibatkan lebih dari satu orang. Bahkan, pada perkembangannya acap kali dilakukan secara bersama-sama untuk menyulitkan pengusutan.
b.      Serba kerahasiaan. Meski dilakukan bersama-sama, korupsi dilakukan dalam koridor kerahasiaan yang sangat ketat. Masing-masing pihak yang terlibat akan berusaha semaksimal mungkin menutupi apa yang telah dilakukan.
c.       Melibat elemen perizinan dan keuntungan timbal balik. Yang dimaksud elemen perizinan adalah bidang strategis yang dikuasai oleh Negara menyangkut pengembangan usaha tertentu. Misalnya izin mendirikan bangunan, izin perusahaan,dan lain-lain.
d.      Selalu berusaha menyembunyikan perbuatan/maksud tertentu dibalik kebenaran.
e.       Koruptor menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan memiliki pengaruh. Senantiasa berusaha mempengaruhi pengambil kebijakan agar berpihak padanya. Mengutamakan kepentingannya dan melindungi segala apa yang diinginkan.
f.       Tindakan korupsi mengundang penipuan yang dilakukan oleh badan hukum publik dan masyarakat umum. Badan hukum yang dimaksud suatu lembaga yang bergerak dalam pelayanan publik atau penyedia barang dan jasa kepentingan publik.
g.      Setiap tindak korupsi adalah pengkhianatan kepercayaan. Ketika seseorang berjuang meraih kedudukan tertentu, dia pasti berjanji akan melakukan hal yang terbaik untuk kepentingan semua pihak. Tetapi setelah mendapat kepercayaan kedudukan tidak pernah melakukan apa yang telah dijanjikan.
h.      Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari koruptor sendiri. Sikap dermawan dari koruptor yang acap ditampilkan di hadapan publik adalah bentuk fungsi ganda yang kontradiktif. Di satu pihak sang koruptor menunjukkan perilaku menyembunyikan tujuan untuk menyeret semua pihak untuk ikut bertanggung jawab, di pihak lain dia menggunakan perilaku tadi untuk meningkatkan posisi tawarannya.
2). Jenis-jenis korupsi
Jenis korupsi yang lebih operasional diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M. Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi, yaitu:[9]
a)      Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha kepada penguasa.
b)      Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha ekonominya.
c)      Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya.
d)     Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan pribadi.
Ada jenis korupsi bentuk lain yaitu:
a.       Korupsi transaktif, yaitu korupsi yang terjadi atas kesepakatan dua pihak dalam bentuk suap, dimana yang memberi dan yang diberi sama-sama mendapatkan keuntungan;
b.      korupsi ekstortif, yaitu korupsi yang yang dilakukan dengan pemaksaan oleh pejabat, sebagai balasan jasa yang diberikan kepada pihak luar, si pemberi tidak ada alternatif lain;
c.       korupsi investif, yaitu korupsi yang dilakukan oleh seorang pejabat karena adanya iming-iming tentang sesuatu yang akan menghasilkan dimasa yang akan datang.
d.      Korupsi nepotistik, yaitu korupsi yang terjadi karena adanya perlakuan khusus bagi keluarganya atau teman dekatnya atas sesuatu kesempatan mendapatkan fasilitas;
e.       Korupsi otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat mendapat keuntungan, dengan jalan memberikan informasi kepada pihak luar yang sebenarnya harus dirahasiakan; dan
f.       Korupsi suportif, yaitu korupsi yang dilakukan secara berkelompok dalam satu bagian atau divisi dengan tujuan untuk melindungi tindak korupsi yang mereka lakukan secara kolektif



C.    Korupsi dalam berbagai persepektif
Korupsi dan Anti-Korupsi dalam Berbagai Perspektif  Keilmuan Dalam dunia akademis khususnya perguruan tinggi, lahirnya sebuah matakuliah baru akan memerlukan penempatan ranah keilmuan yang tepat. Demikian pula halnya dengan matakuliah Anti-korupsi. Dari pengalaman beberapa universitas yang telah menyelenggarakan matakuliah ini, selalu muncul pertanyaan, diskusi hingga perdebatan mengenai berada di ranah keilmuan manakah matakuliah Anti-korupsi. Perdebatan biasanya berlangsung di antara beberapa bidang keilmuan, dan berujung pada kesulitan untuk memperoleh titik temu, oleh karena setiap keilmuan cenderung mempertahankan perspektifnya masing-masing.
Sebuah topik yang diangkat dalam sebuah matakuliah atau bahkan menjadi penamaan dari sebuah matakuliah tidak selalu berasal dari keilmuan itu sendiri, namun sangat mungkin lahir sebagai respon atas perkembangan fenomena yang terjadi. Begitu pula matakuliah Anti-korupsi yang bisa dikatakan lahir dari adanya fenomena semakin parahnya disintegritas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang diindikasikan oleh terjadinya berbagai tindak korupsi yang tiada henti, sehingga memerlukan upaya-upaya sistematis dalam membasminya. Dampak korupsi yang telah terbukti melemahkan sumber daya, meresahkan kehidupan sosial, menggerogoti potensi negara-bangsa dan bahkan sudah menjadi masalah internasional, harus didiseminasikan kepada seluruh masyarakat melalui pendidikan; sehingga diharapkan akan menumbuhkan tekad bersama untuk menghentikan korupsi dimasa mendatang.
Korupsi dan anti-korupsi itu sendiri merupakan sebuah fenomena yang kompleks, bisa dilihat dari berbagai perspektif yang pada hakikatnya saling melengkapi seperti sebuah puzzle. Kepingan-kepingan perspektif tersebut kemudian dieksplorasi dalam bermacam-macam Berikut adalah beberapa pengalaman praktik yang sudah terjadi di Indonesia:
1.      Perspektif hukum memandang bahwa korupsi merupakan kejahatan (crime), koruptor adalah penjahat dan oleh karenanya yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah menindak para koruptor dengan jerat-jerat hukum serta memberantas korupsi dengan memperkuat perangkat hukum seperti undang-undang dan aparat hukum. Perspektif ini kemudian melahirkan matakuliah semacam Hukum Pidana Korupsi pada sejumlah Fakultas Hukum.
2.      Perspektif politik memandang bahwa korupsi cenderung terjadi di ranah politik, khususnya korupsi besar (grand corruption) dilakukan oleh para politisi yang menyalahgunakan kekuasaan mereka dalam birokrasi. Perspektif ini kemudian melahirkan matakuliah semacam Korupsi Birokrasi atau Korupsi Politik pada sejumlah fakultas Ilmu Politik.
3.      Perspektif sosiologi memandang bahwa korupsi adalah sebuah masalah sosial, masalah institusional dan masalah struktural. Korupsi terjadi di semua sektor dan dilakukan oleh sebagian besar lapisan masyarakat, maka dianggap sebagai penyakit sosial. Perspektif ini kemudian melahirkan antara lain matakuliah Sosiologi Korupsi di sejumlah program studi Sosiologi atau Fakultas Ilmu [10]Sosial.
4.      Perspektif agama memandang bahwa korupsi terjadi sebagai dampak dari lemahnya nilai-nilai agama dalam diri individu, dan oleh karenanya upaya yang harus dilakukan adalah memperkokoh internalisasi nilai-nilai keagamaan dalam diri individu dan masyarakat untuk mencegah tindak korupsi kecil (petty corruption), apalagi korupsi besar (grand corruption). Perspektif ini kemudian melahirkan antara lain matakuliah Korupsi dan Agama pada sejumlah Fakultas Falsafah dan Agama.













BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari uraian diatas jelaslah sudah bahwa penanggulangan kasus-kasus korupsi tidaklah mudah, untuk itu diperlukan kerjasama dari berbagai pihak yang tentunya dilandasi dengan kesadaran hukum disetiap warga negara, baik posisinya sebagai warga sipil maupun pejabat negara yang tentunya semua itu berpulang pada individu masing-masing yang berketuhanan YME. Tanggung jawab kita bukan hanya kepada pribadi, keluarga dan masyarakat melainkan juga kepada Tuhan. Dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta selalu mengandung unsur “penyelewengan” atau dishonest (ketidak jujuran). Dan korupsi akan berdampak pada masarakat luas serta akan merugikan negara.

B.  Saran
Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini.Dan pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil


















DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Ditinjau Dari Hukum Pidana Jakarta: Penerbit Pusat Hukum Pidana Universitas Trisakti, 2002.

Andrea, Fockema,  Rechtsgeleerd Handwoordenboek, Groningen–Djakarta, Bij J B Wolter Uitgevermaatschappij, Bandung: Bina Cipta Kamus Hukum, terjemahan, 1951.

Aulia Nursyifa, http://www.definisi-pengertian.com/2016/02/model-bentuk-dan-jenis-korupsi.h, diakses tanggal 02 Maret  2016.

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, Jakarta : Pustaka Amani, 1993.

Poerwadarminta, S. Wojowasito, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia Indonesia  Inggris, Bandung : Penerbit Hasta, 1982.

Poerwadarminta, WJS 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1982.

Rizka Andita, (http://azimbae.blogspot.co.id/2012/06/ciri-ciri-korupsi.html), diakses tanggal 02 Maret  2016.

Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita, 1973.

SugengHaryadi,(http://korupsidalampandanganagama.blogspot.com/2009/01/korupsi.html), diakses tanggal 02 Maret  2016.







[1] Andrea, Fockema,  Rechtsgeleerd Handwoordenboek, Groningen–Djakarta, Bij J B Wolter Uitgevermaatschappij ( Bandung: Bina Cipta Kamus Hukum, terjemahan, 1951 ), h. 115.
[2] Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Ditinjau Dari Hukum Pidana ( Jakarta: Penerbit Pusat Hukum Pidana Universitas Trisakti, 2002), h. 226.
[3] Poerwadarminta, S. Wojowasito, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia Indonesia-Inggris, (Bandung : Penerbit Hasta, 1982), h. 339.
[4] Poerwadarminta, WJS 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), h. 514.
[5] Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, (Jakarta : Pustaka Amani, 1993), h. 399.
[6] Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1973), h. 532.
[7] Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 234.
[8] Rizka Andita, (http://azimbae.blogspot.co.id/2012/06/ciri-ciri-korupsi.html), diakses tanggal 02 Maret  2016, pukul  19;17.
[9] Aulia Nursyifa, (http://www.definisi-pengertian.com/2016/02/model-bentuk-dan-jenis-korupsi.h), diakses tanggal 02 Maret  2016, pukul  19;25.
[10] Sugeng Haryadi,  (http://korupsidalampandanganagama.blogspot.com/2009/01/korupsi.html), diakses tanggal 02 Maret  2016, pukul  20;00.