Tugas
kelompok 1
Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi
Dosen pembimbing: Waluyo Erry Wahyudi, M.Pd. I
Disusun
Oleh:
Pera Lesdia (1311010366)
Soni Herdin Utama (1311010344)
Ningsih Umi Ckalsum Siregar (1311010304)
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Smester : VI ( Enam)
Kelas : D
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
RADEN INTAN LAMPUNG
1437
H / 2016
M
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
korupsi............................................................................. 3
B. Ciri dan
jenis korupsi......................................................................... 4
C. Korupsi
dalam berbagai perspektif.................................................. 6
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan ......................................................................................... 9
B.
Saran..................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Korupsi sesungguhnya sudah lama ada terutama sejak manusia pertama
kali mengenal tata kelola administrasi. Pada kebanyakan kasus korupsi yang
dipublikasikan media, seringkali perbuatan korupsi tidak lepas dari kekuasaan,
birokrasi, ataupun pemerintahan. Korupsi juga sering dikaitkan pemaknaannya
dengan politik. Sekalipun sudah dikategorikan sebagai tindakan yang melanggar
hukum, pengertian korupsi dipisahkan dari bentuk pelanggaran hukum lainnya.
Selain mengkaitkan korupsi dengan politik, korupsi juga dikaitkan dengan
perekonomian, kebijakan publik, kebijakan internasional, kesejahteraan sosial,
dan pembangunan nasional. Begitu luasnya aspek-aspek yang terkait dengan
korupsi hingga organisasi internasional seperti PPB memiliki badan khusus yang
memantau korupsi dunia. Dasar atau landasan untuk memberantas dan menanggulangi
korupsi adalah memahami pengertian korupsi itu sendiri. Pada bagian ini dibahas
mengenai pengertian korupsi berdasarkan definisi-definisi umum dan pendapat
para pakar.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah diutarakan di atas, adapun rumusan yang masalah
yang akan ditulis adalah sebagai berikut:
1.
Apakah pengertian korupsi?
2.
Sebutkan ciri-ciri dan jenis korupsi?
3.
Bagaimana Korupsi dalam berbagai perspektif?
C.
Tujuan penulisan
1.
Untuk
mengetahui pengertian korupsi.
2.
Untuk
mengetahui ciri dan jenis korupsi.
3.
Untuk
mengetahui korupsi dalam berbagai perspektif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Korupsi
Kata
“korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruption”[1]
atau “corruptus”. Selanjutnya dikatakan bahwa “corruptio” berasal
dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa
Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris),
“corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda). Arti
kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan,
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
Di
Malaysia terdapat peraturan anti korupsi, dipakai kata “resuah” berasal
dari bahasa Arab “risywah”, menurut Kamus umum Arab-Indonesia artinya
sama dengan korupsi.[2] Risywah
(suap) secara terminologis berarti pemberian yang diberikan seseorang
kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak
dibenarkan atau untuk memperoleh kedudukan (al-Misbah al-Munir–al Fayumi,
al-Muhalla–Ibnu Hazm). Semua ulama sepakat mengharamkan risywah yang
terkait dengan pemutusan hukum, bahkan perbuatan ini termasuk dosa besar.
Sebagaimana yang telah diisyaratkan beberapa Nash Qur’aniyah dan Sunnah
Nabawiyah yang antara lain menyatakan: ”Mereka itu adalah orang-orang yang suka
mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram” (QS Al Maidah 42). Imam
al-Hasan dan Said bin Jubair menginterpretasikan ‘akkaaluna lissuhti’ dengan
risywah. Jadi risywah (suap menyuap) identik dengan memakan
barang yang diharamkan oleh Allah SWT. Jadi diharamkan mencari suap, menyuap
dan menerima suap. Begitu juga mediator antara penyuap dan yang disuap. Hanya
saja jumhur ulama membolehkan penyuapan yang dilakukan untuk memperoleh hak dan
mencegah kezhaliman seseorang. Namun orang yang menerima suap tetap berdosa
(Kasyful Qona’ 6/316, Nihayatul Muhtaj 8/243, al-Qurtubi 6/183, Ibnu Abidin
4/304, al-Muhalla 8/118, Matalib Ulin Nuha 6/479). Istilah korupsi yang telah
diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, adalah “kejahatan,
kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran”.[3]
Pengertian
lainnya, “perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok,
dan sebagainya”.[4] Selanjutnya
untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa:[5]
1.
Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai
kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya;
2.
Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok, dan sebagainya; dan
3.
Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.
Dengan
demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak,
berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu yang
bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau
aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian,
menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke
dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.
Menurut
Subekti dan Tjitrosoedibio dalam kamus hukum, yang dimaksud corruptie adalah
korupsi, perbuatan curang, perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan
keuangan negara.[6] Selanjutnya
Baharudin Lopa mengutip pendapat David M. Chalmers, menguraikan istilah korupsi
dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang
berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang
kepentingan umum. Hal ini diambil dari definisi yang berbunyi “financial
manipulations and deliction injurious to the economy are often labeled corrupt”.[7]
B.
Ciri dan jenis
korupsi
1). Ciri-ciri korupsi. Korupsi di manapun dan
kapanpun akan selalu memiliki ciri khas. Ciri tersebut bisa bermacam-macam,
beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:[8]
a.
Melibatkan
lebih dari satu orang. Setiap perbuatan korupsi tidak mungkin dilakukan
sendiri, pasti melibatkan lebih dari satu orang. Bahkan, pada perkembangannya acap
kali dilakukan secara bersama-sama untuk menyulitkan pengusutan.
b.
Serba
kerahasiaan. Meski dilakukan bersama-sama, korupsi dilakukan dalam koridor
kerahasiaan yang sangat ketat. Masing-masing pihak yang terlibat akan berusaha
semaksimal mungkin menutupi apa yang telah dilakukan.
c.
Melibat elemen
perizinan dan keuntungan timbal balik. Yang dimaksud elemen perizinan adalah
bidang strategis yang dikuasai oleh Negara menyangkut pengembangan usaha
tertentu. Misalnya izin mendirikan bangunan, izin perusahaan,dan lain-lain.
d.
Selalu berusaha
menyembunyikan perbuatan/maksud tertentu dibalik kebenaran.
e.
Koruptor
menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan memiliki pengaruh. Senantiasa
berusaha mempengaruhi pengambil kebijakan agar berpihak padanya. Mengutamakan
kepentingannya dan melindungi segala apa yang diinginkan.
f.
Tindakan
korupsi mengundang penipuan yang dilakukan oleh badan hukum publik dan
masyarakat umum. Badan hukum yang dimaksud suatu lembaga yang bergerak dalam
pelayanan publik atau penyedia barang dan jasa kepentingan publik.
g.
Setiap tindak
korupsi adalah pengkhianatan kepercayaan. Ketika seseorang berjuang meraih
kedudukan tertentu, dia pasti berjanji akan melakukan hal yang terbaik untuk
kepentingan semua pihak. Tetapi setelah mendapat kepercayaan kedudukan tidak
pernah melakukan apa yang telah dijanjikan.
h.
Setiap bentuk
korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari koruptor sendiri. Sikap
dermawan dari koruptor yang acap ditampilkan di hadapan publik adalah bentuk
fungsi ganda yang kontradiktif. Di satu pihak sang koruptor menunjukkan
perilaku menyembunyikan tujuan untuk menyeret semua pihak untuk ikut
bertanggung jawab, di pihak lain dia menggunakan perilaku tadi untuk
meningkatkan posisi tawarannya.
2). Jenis-jenis korupsi
Jenis korupsi yang lebih operasional diklasifikasikan
oleh tokoh reformasi, M. Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis
korupsi, yaitu:[9]
a)
Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau
suap yang dilakukan pengusaha kepada penguasa.
b)
Korupsi manipulatif, seperti permintaan
seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif
untuk membuat peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha ekonominya.
c)
Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi
karena ada ikatan kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya.
d)
Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok
kekayaan negara secara sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan
sejumlah keuntungan pribadi.
Ada jenis korupsi bentuk lain yaitu:
a.
Korupsi transaktif, yaitu korupsi yang terjadi
atas kesepakatan dua pihak dalam bentuk suap, dimana yang memberi dan yang
diberi sama-sama mendapatkan keuntungan;
b.
korupsi ekstortif, yaitu korupsi yang yang
dilakukan dengan pemaksaan oleh pejabat, sebagai balasan jasa yang diberikan
kepada pihak luar, si pemberi tidak ada alternatif lain;
c.
korupsi investif, yaitu korupsi yang dilakukan
oleh seorang pejabat karena adanya iming-iming tentang sesuatu yang akan
menghasilkan dimasa yang akan datang.
d.
Korupsi nepotistik, yaitu korupsi yang terjadi
karena adanya perlakuan khusus bagi keluarganya atau teman dekatnya atas
sesuatu kesempatan mendapatkan fasilitas;
e.
Korupsi otogenik, yaitu korupsi yang terjadi
ketika seorang pejabat mendapat keuntungan, dengan jalan memberikan informasi
kepada pihak luar yang sebenarnya harus dirahasiakan; dan
f.
Korupsi suportif, yaitu korupsi yang dilakukan
secara berkelompok dalam satu bagian atau divisi dengan tujuan untuk melindungi
tindak korupsi yang mereka lakukan secara kolektif
C.
Korupsi dalam berbagai persepektif
Korupsi dan Anti-Korupsi dalam Berbagai Perspektif Keilmuan Dalam dunia akademis khususnya
perguruan tinggi, lahirnya sebuah matakuliah baru akan memerlukan penempatan
ranah keilmuan yang tepat. Demikian pula halnya dengan matakuliah Anti-korupsi.
Dari pengalaman beberapa universitas yang telah menyelenggarakan matakuliah
ini, selalu muncul pertanyaan, diskusi hingga perdebatan mengenai berada di
ranah keilmuan manakah matakuliah Anti-korupsi. Perdebatan biasanya berlangsung di
antara beberapa bidang keilmuan, dan berujung pada kesulitan untuk memperoleh
titik temu, oleh karena setiap keilmuan cenderung mempertahankan perspektifnya
masing-masing.
Sebuah
topik yang diangkat dalam sebuah matakuliah atau bahkan menjadi penamaan dari
sebuah matakuliah tidak selalu berasal dari keilmuan itu sendiri, namun sangat
mungkin lahir sebagai respon atas perkembangan fenomena yang terjadi. Begitu
pula matakuliah Anti-korupsi yang bisa dikatakan lahir dari adanya fenomena
semakin parahnya disintegritas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang
diindikasikan oleh terjadinya berbagai tindak korupsi yang tiada henti,
sehingga memerlukan upaya-upaya sistematis dalam membasminya. Dampak korupsi
yang telah terbukti melemahkan sumber daya, meresahkan kehidupan sosial,
menggerogoti potensi negara-bangsa dan bahkan sudah menjadi masalah
internasional, harus didiseminasikan kepada seluruh masyarakat melalui
pendidikan; sehingga diharapkan akan menumbuhkan tekad bersama untuk
menghentikan korupsi dimasa mendatang.
Korupsi
dan anti-korupsi itu sendiri merupakan sebuah fenomena yang kompleks, bisa
dilihat dari berbagai perspektif yang pada hakikatnya saling melengkapi seperti
sebuah puzzle. Kepingan-kepingan perspektif tersebut kemudian
dieksplorasi dalam bermacam-macam Berikut adalah beberapa pengalaman praktik
yang sudah terjadi di Indonesia:
1.
Perspektif hukum memandang bahwa korupsi merupakan
kejahatan (crime), koruptor adalah penjahat dan oleh karenanya yang
harus dilakukan oleh pemerintah adalah menindak para koruptor dengan
jerat-jerat hukum serta memberantas korupsi dengan memperkuat perangkat hukum
seperti undang-undang dan aparat hukum. Perspektif ini kemudian melahirkan
matakuliah semacam Hukum Pidana Korupsi pada sejumlah Fakultas Hukum.
2.
Perspektif politik memandang bahwa korupsi cenderung
terjadi di ranah politik, khususnya korupsi besar (grand corruption) dilakukan
oleh para politisi yang menyalahgunakan kekuasaan mereka dalam birokrasi.
Perspektif ini kemudian melahirkan matakuliah semacam Korupsi Birokrasi atau
Korupsi Politik pada sejumlah fakultas Ilmu Politik.
3.
Perspektif sosiologi memandang bahwa korupsi adalah
sebuah masalah sosial, masalah institusional dan masalah struktural. Korupsi
terjadi di semua sektor dan dilakukan oleh sebagian besar lapisan masyarakat,
maka dianggap sebagai penyakit sosial. Perspektif ini kemudian melahirkan
antara lain matakuliah Sosiologi Korupsi di sejumlah program studi Sosiologi
atau Fakultas Ilmu [10]Sosial.
4.
Perspektif agama memandang bahwa korupsi terjadi
sebagai dampak dari lemahnya nilai-nilai agama dalam diri individu, dan oleh
karenanya upaya yang harus dilakukan adalah memperkokoh internalisasi
nilai-nilai keagamaan dalam diri individu dan masyarakat untuk mencegah tindak
korupsi kecil (petty corruption), apalagi korupsi besar (grand
corruption). Perspektif ini kemudian melahirkan antara lain matakuliah
Korupsi dan Agama pada sejumlah Fakultas Falsafah dan Agama.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian diatas jelaslah sudah bahwa
penanggulangan kasus-kasus korupsi tidaklah mudah, untuk itu diperlukan
kerjasama dari berbagai pihak yang tentunya dilandasi dengan kesadaran hukum
disetiap warga negara, baik posisinya sebagai warga sipil maupun pejabat negara
yang tentunya semua itu berpulang pada individu masing-masing yang berketuhanan
YME. Tanggung jawab kita bukan hanya kepada pribadi, keluarga dan masyarakat
melainkan juga kepada Tuhan. Dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan
penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya
untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta selalu mengandung unsur
“penyelewengan” atau dishonest (ketidak jujuran). Dan korupsi akan berdampak
pada masarakat luas serta akan merugikan negara.
B. Saran
Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya
ditanamkan sejak dini.Dan pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil
DAFTAR PUSTAKA
Andi
Hamzah, Pemberantasan Korupsi Ditinjau Dari Hukum Pidana Jakarta:
Penerbit Pusat Hukum Pidana Universitas Trisakti, 2002.
Andrea, Fockema, Rechtsgeleerd Handwoordenboek,
Groningen–Djakarta, Bij J B Wolter Uitgevermaatschappij, Bandung: Bina
Cipta Kamus Hukum, terjemahan, 1951.
Aulia Nursyifa,
http://www.definisi-pengertian.com/2016/02/model-bentuk-dan-jenis-korupsi.h, diakses tanggal 02 Maret
2016.
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika,
2008.
Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern,
Jakarta : Pustaka Amani, 1993.
Poerwadarminta,
S. Wojowasito, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia Indonesia Inggris, Bandung : Penerbit Hasta, 1982.
Poerwadarminta,
WJS 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1982.
Rizka Andita, (http://azimbae.blogspot.co.id/2012/06/ciri-ciri-korupsi.html), diakses tanggal 02 Maret
2016.
Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Jakarta
: Pradnya Paramita, 1973.
SugengHaryadi,(http://korupsidalampandanganagama.blogspot.com/2009/01/korupsi.html), diakses tanggal
02 Maret 2016.
[1]
Andrea,
Fockema, Rechtsgeleerd
Handwoordenboek, Groningen–Djakarta, Bij J B Wolter Uitgevermaatschappij ( Bandung:
Bina Cipta Kamus Hukum, terjemahan, 1951 ), h. 115.
[2] Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi
Ditinjau Dari Hukum Pidana ( Jakarta: Penerbit Pusat Hukum Pidana
Universitas Trisakti, 2002), h. 226.
[3] Poerwadarminta, S. Wojowasito, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia
Indonesia-Inggris, (Bandung : Penerbit Hasta, 1982), h. 339.
[8] Rizka Andita, (http://azimbae.blogspot.co.id/2012/06/ciri-ciri-korupsi.html), diakses tanggal 02 Maret
2016, pukul 19;17.
[9] Aulia Nursyifa, (http://www.definisi-pengertian.com/2016/02/model-bentuk-dan-jenis-korupsi.h), diakses tanggal 02 Maret
2016, pukul 19;25.
[10]
Sugeng
Haryadi, (http://korupsidalampandanganagama.blogspot.com/2009/01/korupsi.html), diakses tanggal 02 Maret
2016, pukul 20;00.