Kamis, 08 Mei 2014

Salahku Memendam

Malam itu, Radit si pemuda tampan dan lugu sedang duduk termangu di kursi meja belajar di kamarnya dengan memainkan sebuah pensil yang usai ia gunakan untuk melukis sebuah wajah perempuan yang tidak bagus-bagus amat kalau dilihat. Ia memang tidak pandai melukis. Sebenarnya ia berniat melukis wajah seseorang yang ia kagumi di sekolahnya. Tak lama ketika ia sedang memandangi lukisan yang tak seberapa itu, ibunya masuk tanpa bilang-bilang karena pintu kamar Radit tak ditutup. “Hayohh lho… Bukannya belajar malah gambar-gambar muka cewek…”, ibunya menyeletup dengan nada mengejek. “Waduh… Ibu…!!, bikin kaget aja…!” sahut Radit keget sambil menutupi gambarannya tadi. “Hemhh, mending-mending gambarnya bagus, nah ini apaan… kan kasian kalau cewek itu aslinya cantik, malah jadi jelek gara-gara gambaran kamu..”, ejekan ibunya lagi sambil tertawa mengejek. “Ah… apaan si bu..?, ini tu cuma gambar-gambar iseng, gak ada kerjaan sih..” alasan Radit dengan nada canggung dan wajah malu-malu. Akhirnya ibunya langsung menuju ke ruang keluarga untuk melanjutkan nonton TV dengan ayahnya.
Pagi hari, saat hendak berangkat ke sekolah, Radit menunggu sahabatnya datang untuk berangkat bareng dari rumahnya. Tak lama temannya datang dengan motornya. “Lho, zal. kamu bawa motor sendiri?”, tanya Radit pada sahabatnya, Rizal. “Yoi bro.. bapakku lagi gak ngajar hari ini, jadi, motor bebas tak pake lah… udah.. bawa motor aku aja, dit. Sekali-kali kamu kek yang nebeng.. hehe..”, jawab Rizal dengan logat medok Jawa. “Hemmm, oke kalau gitu, zal. Ayo kita come on…!”, jawab Radit sambil naik ke motor tua antik yang dibawa oleh Rizal.
“Brumm.. brummm..”, mereka masuk gerbang sekolah dengan bergaya seolah paling nyentrik. Tak lama kemudian, terasa ada angin-angin sejuk yang dirasakan Radit ketika menuju parkiran sekolah. “Zal, menurut kamu kalau aku pacaran sama si Indah gimana ya..?” sambil melongo melihat ke arah gadis yang sedang jalan berdua lewat depan parkiran. “Hu…, kamu tu kesambet apa gimana sih dit?, kenalan aja kagak berani, malah ngimpi pacaran sama dia..”, sahut Rizal. “Tapi kamu jangan bilang siapa-siapa ya, zal kalau aku tu udah lama suka sama Indah..!”, kata Radit sedikit mengancam. “Huh… ngapain juga bilang-bilang, orang-orang juga gak bakalan percaya lah. Cowok lugu kayak kamu gini bisa suka sama cewek yang terkenal kayak dia..”, ejek Rizal. “Sialan!, gini-gini aku juga normal loh, Zal..!” kata Radit sambil menepuk punggung Rizal dan sambil jalan menujun kelas.
Di kelas, Radit kerjaanya melamun saja seperti kisah di tv-tv. Di benaknya, ia ingin sekali berkenalan dan PDKT dengan Indah, adik kelas yang duduk di kelas 11 IPA. Ia membayangkan kalau Indah suatu saat akan menjadi pacarnya. Namun lamunannya itu dihancurkan oleh guru Fisikanya yang menyuruhnya mengerjakan soal di depan. “Kapok lo, dit. Bisa gak kamu ngerjain tu soal?” tanya Rizal yang duduk di sebelah bangkunya sambil tertawa. “Aduh.. mampus dah…!, gimana nih zal?, aku sama sekali gak nyimak apa yang Bu Rustin terangin..”, kata Radit bingung. “Kamu sih, ngelamun melulu dari tadi.. hahaha” ejek Rizal.
Akhirnya Radit pun maju ke depan dengan PDnya mengambil spidol lalu berdiri menghadap papan tulis. “Ayo kerjakan Radit.., kok malah diam di tempat?” kata Bu Rustin. “Teeeet…teeet..”, ternyata bel istirahat berbunyi. “Yah… ya sudah kalau begitu, karena jamnya sudah habis, ini untuk tugas kalian, Radit, silahkan duduk.” kata Bu Rustin sambil tertawa jengkel. “Akhirnya…”, kata Radit lega. Akhirnya Radit aman dari soal yang memusingkan itu tadi.
Saat istirahat, Radit berniat untuk mengajak Indah berkenalan, walaupun Radit sudah tau dan kenal Indah dari orang-orang. Di kantin, Radit membeli minuman soft drink dua buah, tadinya ia ingin mendatangi Indah yang sedang membaca buku di bawah pohon sendirian. Ketika ia hampir sampai, Rizal datang sambil merangkul Radit dan menarik sebotol minuman dari tangannya. “Makasih ya bro.., baik banget deh sobatku ini..”, kata Rizal. “Sial, gagal deh rencana Romeo untuk mendekati Juliet!” dalam hati Radit. “Iya… sama-sama zal..” kata Radit sedikit kesal. Mereka duduk di samping lapangan basket yang jaraknya sekitar sepuluh meter dari tempat dimana Indah duduk. “Kira-kira Indah tu udah punya cowok belum ya zal?” tanya Radit dengan sajak berbisik. “Yaelahhh… kamu masih mikirin itu dit?” kata Rizal. “Yah… cuma kepikiran aja, zal” jawab Radit santai. “Kamu tu suka sama dia ya?” tanya Rizal. “Maybe bro.., Eh.., hehe” jawab Radit dengan malu-malu. “Emangnya sejak kapan kamu ngerasa suka sama dia..?” tanya Rizal. “Sebenernya dari kita kelas sebelas dulu zal” jawab Radit. “Ha? gila lu bro.., selama itu kamu mendem perasaan kamu, dit?” tanya Rizal kaget. “Yah… abis mau gimana zal?. Aku orangnya gak PDan, zal. Terus, dulu dia tu udah punya cowok kakak kelas kita bintang basket lagi, gimana kagak minder aku zal?” keluh Radit. “Ya udah bro… sekarang kamu cepet-cepet ajak dia kenalan, PDKT, terus kamu tembak deh dia.., jangan kelamaan, keburu jamuran tuh apa yang udah kamu pendam selama itu!. Soalnya setau aku, dia tuh jomblo loh..” kata Rizal memotivasi Radit. “Kamu pikir segampang itu..?” kata Radit sedikit ngotot. “Heh, bro.., kalau kita selalu berpikir sulit, semua pasti terasa sulit!, makannya kita harus positive thinking bro..!” sambar Rizal. “Oke, nanti pulang sekolah aku pengen deketin dia, aku ajakin dia ngobrol, aku PDKT sama dia, terus aku dorrrr dia. hehehe” kata Radit sedikit lantang. “Nah… bocah lugu bisa juga ya ngomongnya lantang gitu..?” ledek Rizal sambil tertawa.
“Teeeeet… Teeeeet… Teeeeet… Teeeeet..”, bel pulang berbunyi. Radit mulai beranjak dari bangku kesayangannya menuju keluar kelas. Ia menoleh ke kanan dan kiri, memperhatikan apakah ada wanita dambaannya yang akan ia ajak kenalan dan ngobrol-ngobrol supaya lebih dekat lagi. Radit berlari ke gerbang depan, ia tidak melihat ada sosok Indah. Berlari ke gerbang samping, juga hasilnya nihil. Akhirnya ia berjalan ke parkiran, menuju ke tempat Rizal memarkirkan motornya. Di sebuah sudut, di belakang Lab Bahasa dekat parkiran yang sedang ia tuju, terlihat kepahitan yang tidak ia harapkan sama sekali. Ternyata, Indah, sosok wanita yang ia idam-idamkan sejak lama, yang ia anggap sosok wanita yang menjaga diri dan polos, ternyata sedang berpelukan mesra dan tertawa riang dengan laki-laki sebayanya yang memakai seragam bukan berasal dari sekolahnya. Radit tak habis fikir, ia tak pernah melihat hal semacam ini sebelumnya pada diri Indah yang ia kagumi sejak dulu. Radit menunduk dan berjalan balik arah. Ia gemetar dan lemas tak berdaya, menyesali apa yang ia lakukan, dengan memendam perasaan begitu lamanya, ia merasa bodoh dan kesal pada sikapnya sendiri. Dan akhir dari rencananya gagal lagi.
Datang lah Rizal merangkul Radit, “Aku tau gimana perasaan kamu sob. Aku juga baru tau, kalau ternyata itu pacarnya Indah. Sabar ya dit. Masih ada cewek lain yang lebih baik untuk sahabatku ini..” kata Rizal menguatkan Radit. “Iya, zal. Ini kebodohanku yang selama ini aku pelihara. Seharusnya aku dari dulu berani untuk mengungkapkan semua, sebelum keduluan orang lain..” kata Radit lemas sambil tersenyum tegar. Ia tak bisa menyalahkan siapapun. Hatinya hancur pun bukan kesalahan wanita yang ia kagumi itu. Tapi, itu adalah kesalahan dan kebodohannya sendiri yang memendam perasaan terlalu lama.