Minggu, 10 April 2016

DASAR-DASAR PENDIDIKAN ISLAM

A.       PENDAHULUAN

Pendidikan Islam merupakan hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan umat Islam. Pendiddikan merupakan unsur terpenting bagi manusia untik meningkatkan kadar keimanannya terhadap Allah SWT, karena orang semakin banyak mengerti tentang dasar-dasar Ilmu pendidikan Islam maka kemungkinan besar mereka akan lebih tahu dan lebih mengerti akan terciptanya seorang hamba yang yang beriman. Manusia hidup dalam dunia ini tanpa mengenal tentang dasar-dasar Ilmu pendidikan Islam, maka jelas bagi mereka sulit untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, apa lagi menjadi hamba yang beriman.
            Dalam kaitannya pernyataan diatas dapat diberikan definisi bahwa kita perlu mempelajari suatu hal yang lebih dalam tentang Islam. Namun banyak orang yang belum mengerti apa saja yang menjadi dasar-dasar Ilmu pendidikan Islam.

B.        PERMASALAHAN

Dari uraian diatas , kami mencoba memahami berbagai masalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian dasar Ilmu pendidikan Islam ?
2.      Apa dasar-dasar pendidikan Islam ?

C.        PEMBAHASAN

1.      Pengertian Dasar Ilmu Pendidikan Islam
            Dasar (Arab: Asas; Inggris: Foudation; Perancis: Fondement; Laitn: Fundamentum) secara bahasa berarti alas, fundamen, pokok atau pangkal segala sesuatu ( pendapat, ajaran, aturan).[1]Dasar megandung pengertian sebagai berikut:
Pertama,  sumber dan sebab adanya sesuatu. Umpamanya, alam rasional adalah dasar alam inderawi. Artinya, alam rasional merupakan sumbr dan sebab adanya alam inderawi.
Kedua, proposisi paling umum dan makna paling luas yang dijadikan sumber pengetahuan, ajaran atau hukum. Umpamanya, dasar induksi adalah prinsip yang membolehkan pindah dari hal-hal yang khusus kepada hal-hal yang umum.
Dasar untuk pindah dari ragu kepada yaqin adalah kepercayaan kepada Tuhan bahwa Dia tidak mungkin menyesatkan hamba-hambaNya.[2]
            Dasar ilmu pendidikan Islam dengan segala ajarannya. Ajaran itu bersumber dari al-Qur`an, sunnah Rasulullah saw, (selanjutnya disebut Sunnah), dan ra`yu (hasi pikir manusia). Tiga sumber ini harus digunakan secara hirarkis. Al-Qur`an harus didahulukan. Apabila suatu ajaran atau penjelasan tidak ditemukan di dalam al-Qur`an, maka harus dicari di dalam sunnah, apabila tidak ditemukan juga dalam sunnah, barulah digunakan ra`yu. Sunnah tidak bertentangan dengan al-Qur`an , dan ra`yu tidak boleh bertentangan dengan al-Qur`an dan sunnah.
2.      Macam-macam Dasar-dasar Pendidikan Islam
a.      Al-Qur`an
Al-Qur`an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Muhammad saw dalam bahasa Arab yang terang, guna menjelaskan jalan hidup yang bermaslahat bagi umat manusia baik di dunia maupun di akhirat. Terjemahan al-Qur`an kedalam bahasa lain dan tafsirannya bukanlah al-Qur`an, dan karenanya bukan nash yang qath`i dan sah dijadikan rujukan dalam menarik kesimpulan ajarannya.[3]
Al-Qur`an menyatakan dirinya sebagai kitab petunjuk. Allah swt menjelaskan hal ini didalam firman-Nya:

Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar, (Q.S. Al-Isra`: 9)
Petunjuk al-Qur`an sebagaimana di kemukakan Mahmud Syaltut di kelompokkan menjadi tiga pokok yang disebutnya sebagai maksud-maksud al-Qur`an, yaitu:
1.      Petunjuk tentang aqidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia dan tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan serta kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan
2.      Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupan
3.      Petunjuk mengenai syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubugannya dengan tuhan dan sesamanya.[4]
Pengelompokan tersebut dapat disederhanakan menjadi dua, yaitu petunjuk tentang akidah dan petunjuk tentang syari`ah.

Dalam menyajikan maksud-maksud tersebut, al-Qur`an menggunakan metode-metode sebagai berikut:
1.      Mengajak manusia untuk memperhatikan dan mengkaji segala ciptaan Allah.
2.      Menceritakan kisah umat terdahulu kepada orang-orang yang mengerjakan kebaikan maupun yang mengadakan kerusakan, sehingga dari kisah itu manusia dapat mengambil pelajaran tentang hukum sosial yang diberlakukan Allah terhadap mereka.
3.      Menghidupkan kepekaan bathin manusia yang mendorongnya untuk bertanya dan berfikir tentang awal dan materi kejadiannya, kehidupannya dan kesudahannya,sehingga insyaf akan Tuhan yang menciptakan segala kekuatan.
4.      Memberi kabar gembira dan janji serta peringatan dan ancaman.
Menurut M. Quraish Shihab hubungan al-Qur`an dan ilmu tidak di lihat dari adakah suatu teori tercantum di dalam al-Qur`an, tetapi adakah jiwa ayat-ayatnya
menghalangi kemajuan ilmu atau sebaliknya, serta adakah satu ayat al-Qur`an yang bertentangan dengan hasil penemuan ilmiah yang telah mapan. Kemajuan ilmu tidak hanya dinilai dengan apa yang dipersembahkannya kepada masyarakat, tetapi juga diukur terciptanya suatu iklim yang dapat mendorong kemajuan ilmu itu.[5]
Dalam hal ini para ulama` sering mengemukakan perintah Allah SWT langsung maupun tidak langsung kepada manusia untuk berfikir, merenung, menalar dan sebagainya, banyak sekali seruan dalam al-Qur`an kepada manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran dikaitkan dengan peringatan, gugatan,atau perintah supaya ia berfikir, merenung dan menalar.
b. Sunnah  
            Al-Qur`an disampaikan oleh Rasulallah saw kepada manusia dengan penuh amanat, tidak sedikitpun ditambah ataupun dikurangi. Selanjutnya, manusialah hendaknya yang berusaha memahaminya, menerimanya dan kemudian mengamalkannya.
            Sering kali manusia menemui kesulitan dalam memahaminya,dan ini dialami oleh para sahabat sebagai generasi pertama penerima al-Qur`an. Karenanya mereka meminta penjelasan kepada Rasulallah saw, yang memang diberi otoritas untuk itu.
Allah SWT menyatakan otoritas dimaksud dalam firman Allah SWT di bawah ini:  
……. dan Kami turunkan kepadamu al-Dzikri (Al Quran), agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka berfikir (Q. S. al-Nahl, 44).
Penjelasan itu disebut al-Sunnah yang secara bahasa al-Thariqoh yang artinya jalan, adapun hubungannya dengan Rasulullah saw berarti perkataan, perbuatan, atau ketetapannya
            Para ulama meyatakan bahwa kedudukan Sunnah terhadap al-Qur`an adalah sebagai penjelas. Bahkan Umar bin al-Khaththab mengingatkan bahwa Sunnah merupakan penjelasan yang paling baik. Ia berkata “ Akan datang suatu kaum yang membantahmu dengan hal-hal yang subhat di dalam al-Qur`an. Maka hadapilah mereka dengan berpegang kepada Sunnah, karena orang-orang yang bergelut dengan sunah lebih tahu tentang kitab Allah SWT.
            Menurut Abdurrahman al-Nahlawi mengemukakan dalam lapangan pendidikan sunnah mempunyai dua faedah:
1. Menjelaskan sistem pendidikan Islam sebagaimana terdapat di dalam al-Qur`an dan menerangkan hal-hal rinci yang tidak terdapat di dalamnya
2. Menggariskan metode-metode pendidikan yang dapat di praktikkan.[6]
c. Ra`yu
            Masyarakat selalu mengalami perubahan, baik pola-pola tingkah laku, organisasi, susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang dan sebagainya.[7]
            Pendidikan sebagai lembaga sosial akan turut mengalami perubahan sesuai dengan perubahan yang tejadi di masyarakat. Kita tahu perubahan-perubahan yang ada di zaman sekarang atau mungkin sepuluh tahun yang akan datang mestinya tidak dijumpai pada masa Rasulullah saw, tetapi memerlukan jawaban untuk kepentingan pendidikan di masa sekarang. Untuk itulah diperlukan ijtihad dari pada pendidik muslim. Ijtihad pada dasarnya merupakan usaha sungguh- sungguh orang muslim untuk selalu berprilaku berdasarkan ajaran Islam. Untuk itu manakala tidak ditemukan petunjuk yang jelas dari al-Qur`an ataupun Sunnah tentang suatu prilaku ,orang muslim akan mengerahkan segenap kemampuannya untuk menemukannya dengan prinsip-prinsip al-Qur`an atau Sunnah.
            Ijtihad sudah dilakukan para ulama sejak zaman shahabat. Namun, tampaknya literatur-literatur yang ada menunjukkan bahwa ijtihad masih terpusat pada hukum syarak, yang dimaksud hukum syarak,menurut Ali Hasballah ialah proposisi-proposisi yang berisi sifat-sifat syariat (seperti wajib, haram, sunnat) yang di sandarkan pada perbuatan manusia, baik lahir maupun bathin.[8] Kemudian dalam hukum tentang perbuatan manusia ini tampaknya aspek lahir lebih menonjol ketimbang aspek bathin. Dengan perkataan lain, fiqih zhahir lebih banyak digeluti dari pada fiqih bathin. Karenanya, pembahasan tentang ibadat, muamalat lebih dominan ketimbang kajian tentang ikhlas, sabar, memberi maaf, merendahkan diri, dan tidak menyakiti oang lain. Ijtihad dalam lapangan pendidikan perlu mengimbangi ijtihad dalam lapangan fiqih (lahir dan bathinnya)   

D.  KESIMPULAN
Dari uraian di atas, pemakalah menyimpulkan sebagai berikut:
1.      Dasar pendidikan Islam adalah Islam dengan segala ajarannya, yang bersumber pada al-Qur`an, Sunnah, Ra`yu (hasil pikir manusia)
2.      Al-Qur`an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw, guna untuk menjelaskan jalan hidup yang bermaslahat bagi umat manusia baik di dunia maupun di akhirat
3.      Al-Qur`an disampaikan oleh Rasulullah saw, kepada umat manusia dengan penuh amanat, tidak sedikitpun ditambah atau dikurangi dan selanjutnya manusialah yang hendak berusaha memahaminya, menerimanya dan kemudian mengamalkannya.
4.      Al-Qur`an, Sunnah, Ra`yu (hasil pikir manusia) yang paling di dahulukan adalah al-Qur`an, kemudian Sunnah kemudian baru Ra`yu (hasil pikir manusia)
E.  PENUTUP
              Demikian makalah yang kami buat, semoga bermanfaat bagi kita semua dan  
menambah pengetahuan kita tentang dasar-dasar pendidikan Islam, dan tentunya makalah yang kami buat jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran dari teman-teman sangat dan sungguh kami harapkan. Terima kasih 
    

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman al-Nahlawi, Ushul al-Tarbiyah al- Islamiyah,  Damaskus: Dar al-Fikr, 1979.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992.
Drs. Noer Aly, MA, Ilmu Pendidikan Islam. Kudus: Perpustakaan kudus, 48.
Mahmut Syaltut, Ila al-Qur`an al-Karim, Cairo: Mathba`ah al-Azhar, 1962
M. Qurais Shihab, Membumikan  al-Qur`an : Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung : Mizan, 1995.
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 1988.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Jakarta: Balai Pustaka. 1994.




[1] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka, Jakarta, 1994), hal. 211
[2] Ibid
[3] Lihat Ahmad Tafsi, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992), hal. 12
[4] Mahmud Syaltut, Ila al-Qur`an al-Karim (Cairo: Mathba`ah al-Azhar, 1962), hal. 11-12

 5 M. Qurais Shihab, Membumikan  al-Qur`an : Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyaraka,, (Bandung: Mizan, 1995), hal. 42.

6 Abdurrahman al-Nahlawi, Ushul al-Tarbiyah al- Islamiyah, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1979),  cet ke 1, hal. 23-24.
7 Soerjono Soekanto, Pokok - Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 198), hal. 67-88.

[8]  Drs.  Noer Aly, MA, Ilmu Pendidikan Islam. Kudus: Perpustakaan kudus, hal. 48.

Pengukuran Aspek Kognitif, Afektif, dan Psikomotor dalam Evaluasi Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Umpan balik/feed back yang dilakukan oleh pendidik amat menentukan terhadap perencanaan proses pembelajaran yang akan dilaksanakan selanjutnya. Serta umpan balik hanya akan tepat jika evaluasi yang dilakukan berjalan secara tepat dan benar.
Evaluasi dalam pembelajaran salah satunya ialah evaluasi terkait dengan individu. Individu itu diukur sejauh mana peserta didik mampu menyerap materi yang telah dipelajari bersama yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Tiga aspek pengukuran ini masing-masing memiliki fungsi yang berbeda yang dapat digunakan oleh pendidik untuk mengukur, sejauh mana peserta didik mampu menyerap materi. Untuk kemudian hasil pengukuran tersebut berguna untuk evaluasi dan umpan balik terhadap kegiatan pembelajaran selanjutnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik?
2.      Bagaimanakah pengukuran aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, kaitannya dengan evaluasi pembelajaran?

C.    Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas, dapat diketahui tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan aspek/domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2.      Mengetahui bagaimana cara menilai aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik kaitannya dengan evaluasi pembelajaran.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Aspek Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik
Domain kognitif, afektif dan psikomotorik merupakan pengklasifikasian prilaku individu menurut Blomm. Yang mana hasil belajar yang berupa perubahan prilaku yang terbagi dalam tiga aspek tersebut.
Kawasan kognitif merupakan kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek intelektual atau berpikir/nalar. Di dalamnya mencakup pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), penguraian (analyze), pemaduan (synthesis), dan penilaian (evaluation).[1]
Dalam aspek kognitif, sejauh mana peserta didik mampu memahami materi yang telah diajarkan oleh pendidik, dan pada level yang lebih atas seorang peserta didik mampu menguraikan kembali kemudian memadukannya dengan pemahaman yang sudah ia peroleh untuk kemudian diberi penilaian/pertimbangan.
Sedangkan kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek emosional seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya. Di dalamnya mencakup penerimaan (receiving/attending), sambutan (responding), tata nilai (valuing), pengorganisasian (organization), dan karakterisasi (characterization).[2]
Dalam aspek ini peserta didik dinilai sejauh mana ia mampu menginternalisasikan nilai-nilai pembelajaran ke dalam dirinya. Aspek afektif ini erat kaitannya dengan tata nilai dan konsep diri. Dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, aqidah akhlak merupakan salah satu pelajaran yang tidak terpisahkan dari domain/aspek afektif.
Kawasan psikomotorik yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkann fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan berfungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari kesiapan (set), peniruan (imitation), membiasakan (habitual), menyesuaikan (adaptation), dan menciptakan (origination).[3]
Ketika peserta didik telah memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai mata pelajaran dalam dirinya, maka tahap selanjutnya ialah bagaimana peserta didik mampu mengaplikasikan pemahamannya dalam kehidupan sehari-hari melalui perbuatan atau tindakan.
Ketiga domain di atas yang lebih dikenal dengan istilah domain head, heart, dan handmerupakan kriteria yang dapat digunakan oleh pendidik untuk mengetahui serta mengevaluasi tingkat keberhasilan proses pembelajaran.

B.     Pengukuran Aspek Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik
1.      Pengukuran Aspek Kognitif
Menurut Taksonomi Bloom (Sax 1980) sebagaimana dikutip Mimin Haryati, kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir secara hirarkis yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.[4]
Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hapalan saja. Pada tingkat pemahaman peserta didik dituntut untuk menyatakan masalah dengan kata-katanya sendiri, memberi contoh suatu konsep atau prinsip. Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan pendapat serta menemukan hubungan sebab akibat. Pada tingkat sintesis, peserta didik dituntut untuk menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis atau teorinya sendiri dan mensintesiskan pengetahuannya. Pada tingkat evaluasi, peserta didik mengevaluasi informasi seperti bukti, sejarah, editorial, teori yang termasuk di dalamnya judgement terhadap hasil analisis untuk membuat kebijakan.[5]
Untuk mengukur keberhasilan aspek kognitif ini, maka guru harus membuat alat penilaian (soal) dengan formulasi perbandingan sebagai berikut:
40% untuk soal yang menguji tingkat pengetahuan peserta didik.
20% untuk soal yang menguji tingkat pemahaman peserta didik.
20% untuk soal yang menguji tingkat kemampuan dalam penerapan pengetahuan.
10% untuk soal yang menguji tingkat kemampuan dalam analisis peserta didik.
5% untuk soal yang menguji tingkat kemampuan sintesis peserta didik.
5% untuk soal yang menguji tingkat kemampuan petatar dalam mengevaluasi
Dengan menggunakan formulasi perbandingan soal di atas, mempermudah seorang guru untuk memperjelas cara berfikirnya dan untuk memilih soal-soal yang akan diujikan, selain itu juga dapat membantu seorang guru agar terhindar dari kekeliruan dalam membuat soal.[6]
Adapun bentuk tes kognitif diantaranya; tes lisan di kelas, pilihan ganda, uraian obyektif, uraian non obyektif atau uraian bebas, jawaban atau isian singkat, menjodohkan, portopolio, dan performans.
2.      Pengukuran Aspek Afektif
Penilaian afektif (sikap) sangat menentukan keberhasilan peserta didik untuk mencapai ketuntasan dan keberhasilan dalam pembelajaran. Seorang peserta didik yang tidak memiliki minat terhadap mata pelajaran tertentu, maka akan kesulitan untuk mencapai ketuntasan belajar secara maksimal. Sedangkan peserta didik yang memiliki minat terhadap mata pelajaran, maka akan sangat membantu untuk mencapai ketuntasan pembelajaran secara maksimal.
Secara umum aspek afektif yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran terhadap berbagai mata pelajaran mencakup beberapa hal, sebagai berikut:
a.       penilaian sikap terhadap materi pelajaran. Berawal dari sikap positif terhadap mata pelajaran akan melahirkan minat belajar, kemudian mudah diberi motivasi serta lebih mudah dalam menyerap materi pelajaran.
b.      Penilaian sikap terhadap guru. Peserta didik perlu memilki sikap positif terhadap guru, sehingga ia mudah menyerap materi yang diajarkan oleh guru.
c.       Penilaian sikap terhadap proses pembelajaran. Peserta didik perlu memiliki sikap positif terhadap proses pembelajaran, sehingga pencapaian hasil belajar bisa maksimal. Hal ini kembali kepada guru untuk pandai-pandai mencari metode yang kira-kira dapat merangsang peserta didik untuk belajar serta tidak merasa jenuh.
d.      Penilaian sikap yang berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran. Misalnya peserta didik mempunyai sikap positif terhadap upaya sekolah melestarikan lingkungan dengan mengadakan program penghijauan sekolah.
e.       Penilaian sikap yang berkaitan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum yang relevan dengan mata pelajaran. Peserta didik memiliki sikap positif terhadap berbagai kompetensi setiap kurikulum yang terus mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan.[7]
Sedangkan untuk mengukur sikap dari beberapa aspek yang perlu dinilai, dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: observasi perilaku, pertanyaan langsung, laporan pribadi, dan penggunaan skala sikap. Observasi perilaku di sekolah dapat dilakukan dengan menggunakan buku catatan yang khusus tentang kejadian-kejadian yang berkaitan dengan siswa selama di sekolah.[8]  Contoh guru membuat bagan catatan observasi.

Hari/tanggal
Nama siswa/i
Catatan
Tindak lanjut
Senin 12/10/12
Ahmad
Belajar bahasa inggris tidak bersemangat
Diberi penjelasan tentang manfaat belajar bahasa inggris
Kolom catatan diisi dengan berbagai kejadian yang berhubungan dengan peserta didik yang bersangkutan baik positif maupun negatif, sedangkan kolom tindak lanjut diisi dengan upaya-upaya yang ditempuh sebagai solusi dari setiap kejadian yang menimpa peserta didik.[9]
Pertanyaan langsung dapat dilakukan dengan menanyakan secara langsung tentang sikap seseorang berkaitan dengan suatu hal[10], contoh guru mengajukan pertanyaan tentang bagaimana upaya memberantas tauran di lingkungan sekolah, kemudian dari jawaban peserta didik, guru dapat mengambil kesimpulan tentang sikap peserta didik tersebut terhadap suatu objek.
Sedangkan penggunaan skala sikap, baik menggunakan Skala Diferensiasi Semantik. Teknik ini dapat digunakan pada berbagai bidang, dan teknik ini sederhana dan mudah diimplementasikan dalam pengukuran dan skala sikap kelas.[11] Contoh guru membuat skala sikap terhadap kegiatan Ramadhan di sekolah.

Pernyataan
Pilihan sikap
SS
S
N
TS
STS
Kegiatan di sekolah pada bulan Ramadhan perlu diadakan





Pengaktifan kegiatan Ramadhan kurang menyenangkan





Kegiatan Ramadhan perlu didukung oleh guru & wali murid





Kegiatan Ramadhan untuk mengisi waktu luang






Kemudian hasil penilain sikap dapat digunakan sebagai umpan balik untuk melakukan pembinaan terhadap peserta didik. Guru dapat memantau setiap perubahan perilaku yang dimunculkan peserta didik dengan melakukan pengamatan.
3.      Pengukuran Aspek Psikomotorik
Menurut singer (1972) sebagaimana dikutip oleh Mimin Haryati, bahwa mata ajar yang termasuk kelompok mata ajar psikomotor adalah mata ajar yang lebih berorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi-reaksi fisik.[12]   
Menurut Ryan (1980) sebagaimana dikutip oleh Mimin Haryati, penilaian hasil belajar psikomotor dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu, pertama melalui pengamatan langsung serta penilaian tingkah laku siswa selama proses belajar mengajar. Kedua, setelah proses belajar yaitu dengan cara memberikan tes kepada siswa untuk mengukur pengetahuan, keterampilan dan sikap. Ketiga, beberapa waktu setelah proses belajar selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya.
Dengan demikian, penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat diambil pemahaman bahwa yang dimaksud dengan domain kognitif ialah bagian dari peserta didik yang terkait dengan pemikiran/pemahaman yang lebih dikenal dengan sebutan head. Afektif merupakan aspek perasaan/sikap peserta didik yang dikenal dengan heart. Dan psikomotorik merupakan aspek yang terkait dengan prilaku/keterampilan atau implementasi atas apa yang telah mereka (peserta didik) pahami, hal ini dikenal dengan istilah hand.
Pengukuran aspek kognitif meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Dengan cara pengukuran tingkat keberhasilan melalui soal tanya jawab pilihan ganda, portofolio, uraian, soal lisan, dan sebagainya.
Pengukuran aspek afektif meliputi sikap terhadap materi pelajaran, sikap terhadap guru, terhadap proses pembelajaran, sikap yang berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran, dan sikap yang berkaitan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum yang relevan dengan mata pelajaran. Cara penilaiannya bisa melalui catatan observasi yang dilakukan oleh pendidik atau melalui angket.
Sedangkan pengukuran aspek psikomotorik meliputi keterampilan yang ditunjukkan oleh peserta didik yang cara mengukurnya bisa melalui pengamatan langsung.






DAFTAR PUSTAKA


Haryati, Mimin. Model Dan Teknik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press, 2009.

Majid, Abdul. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011.

Muchlis Solichin, Mohammad. Psikologi Belajar:Aplikasi Teori-Teori Belajar Dalam Proses Pembelajaran. Yogyakarta: Suka Press, 2012.



[1] Mohammad Muchlis Solichin. Psikologi Belajar: Aplikasi Teori-Teori Belajar Dalam Proses Pembelajaran (Yogyakarta: Suka Press, 2012), hlm. 86-87
[2] Ibid., hlm. 87
[3] Ibid.
[4] Mimin Haryati. Model Dan Teknik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009), hlm. 22.
[5] Ibid., hlm. 33.
[6] Ibid., hlm.24-25.
[7] Ibid., hlm. 62-63.
[8] Abdul Majid. Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hlm.215.
[9] Haryati. Tingkat Satuan Pendidikan, hlm. 65.
[10] Majid. Perencanaan. hlm. 215
[11] Ibid.
[12] Haryati. Tingkat Satuan Pendidikan, hlm. 25.