Minggu, 15 Juni 2014

Sederhananya kalimat ‘’Kamu’'


Jika saja bukan karna sekolah itu
Jika saja aku tak mencalonkan diriku pada saat itu
Jika saja bel itu tak pernah berbunyi
Jika saja dia tak menungguku di balik gerbang sekolah saat itu
Jika saja dia tak mengutarakan perasaannya saat itu
Takdir kita selanjutnya…
Akankah itu berakhir begitu saja ?    
Bisa dibilang cinta monyetku ketika aku pertama kali memasuki jenjang sekolah menengah pertama. Dialah orang yang membuatku jatuh cinta untuk  pertama kalinya. Dan untuk pertama kalinya juga aku merasakan galau. Galau ? dia membuatku galau sampai berkepanjangan sampai saat ini , saat aku mengetik tulisan yang tak berarti ini.
Kehadirannya yang selalu membuatku tersenyum , dan sekaligus bersedih. Senyumannya yang tersembunyi dibalik sifat sok cool dan kecuekannya. Tapi, dia sangat manis bahkan lebih manis dari buah apel yang selama ini tak pernah aku sukai. Tapi apel dan dia jelas berbeda, aku lebih memilih dia daripada apel. Bagiku apel begitu bau, tetapi dia yang membuatnya menjadi harum di setiap senyumannya. Waktu bagiku sangat berarti. Tapi waktu juga yang membuatku terpisah jauh dengannya. Haruskah aku menyalahkan waktu ? tidak. Waktu tak pernah salah. Karna waktu juga yang mempertemukanku dengannya. ‘’Aby’’ .
“semuanya bersiap di barisan masing-masing ya. Kakak hitung sampai tiga harus sampai di posisi masing-masing” teriak seorang osis berparas seram, namanya Andita.
Bagai anak ayam yang digiring induknya, semuanya bergegas lari menuju lapangan sekolah. Terkecuali dengan Kania, dia masih saja sibuk dengan pita-pita yang begitu mengganggu diatas kepalanya. Matanya seketika melotot kaget ketika salah seorang osis memergokinya.
“hei kamu, cepat lari nanti dimarah kak Adit loh” ucapnya sambil tersenyum manis.
Kania bergegas lari menuju ke lapangan. Ternyata bukan hanya dia saja yang terakhir terlambat. Ada satu lagi yang menemaninya, cowok item, berambut kriting, dan tidak pendek dan juga tidak tinggi. Yang jelas Kania senang karena ada teman. Tapi tetap saja, alhasil Kania dihukum untuk push up sepuluh kali. Bukan apa-apa Kania tak sanggup melakukan itu, akhirnya, kak Adit yang terkenal galak itu menyuruh agar Kania kembali ke barisannya. Lagi-lagi senyumnya memancar. Senyum yang paling manis. Lebih manis dari buah apel.
Masa Orientasi Siswa, disitulah Kania merasakan yang namanya susah. Salah satunya susah mendapatkan bangku untuk dia duduk. Ketika semuanya berlari-lari menuju kelas masing-masing, dan cuma Kania seorang yang bagaikan anak ayam yang di tinggalkan induknya. Dari ujung kelas A sampai E, ia tak mendapatkan bangku untuk duduk. Sampai akhirnya ketika ia memasuki kelas F, dia menemukan salah satu kursi yang belum di tempati dan dia pun menuju kursi itu. Betapa kagetnya dia, jika yang dia tahu bahwa dia harus duduk dengan seorang laki-laki. Dari pada tak mendapatkan kursi, dan ini juga kelas terakhir, akhirnya dengan terpaksa Kania duduk. Ya, duduk bersebelahan dengan seorang laki-laki. Dia ketahui namanya Agus Weda Purnama. Ternyata dia seorang Hindu.
Seminggu MOS Kania, mulai akrab dengan Agus, dan kedua laki-laki yang duduk di depannya namanya Tri Purnama wisnu dan Riki Sandro Virnando. Sama seperti Agus, Wisnu juga beragama Hindu, dan Sandro dia beragama Kristen. Bagi Kania, sebuah perbedaan itu sangat indah. Dan Kania tak pernah sedikitpun membeda-bedakan hal itu. Baginya berteman adalah hal yang paling mengasyikkan yang pernah ia alami di hidupnya.
***
Keasyikan demi keasyikan mulai Kania rasakan, entah itu dari Agus, wisnu, maupun Sandro. Ketiganya selalu saja jail, sampai suatu ketika mereka harus terpisah hanya karna sesuai dengan peraturan sekolah bahwa siswa yang beragama lain harus disatukan dalam satu kelas. Dan akhirnya merekapun pergi. Pergi meninggalkan Kania di kelas suram itu.
 Kenapa dikatakan suram ?
Karena Kanialah yang harus mengkondisikan kelas, ditengah siswanya yang memang terkenal paling bandel. Fitri Khotimah, biasa di panggil Pipit. Kini Kania ditemani oleh seorang teman yang begitu uculnya alias lucu, berambut kriwil dan berbibir tebel. Yaitulah pipit, jauh dari Kania yang memang berpostur tinggi.
            Tet tet tet
Bel itu, bel itu dan bel itu. Bel yang setiap kali mengganggu konsentrasi belajar Kania. Bagaimana tidak, disaat Kania sedang serius memperhatikan penjelasan dari sang guru, ia harus beranjak dari bangkunya menuju kantor guru yang terletak lima kelas dari kelasnya. Akhirnya diapun beranjak dengan sangat terpaksa. Dia tak mungkin menolak karena ini sudah menjadi kewajibannya.
“Bareng sih heh”
Siapa, Seseorang jelek pikir Kania. Sok kenal, dan sok akrab. Disusul seseorang lagi yang cukup lumayan dan lumayan.
Kedua orang jail itu selalu menemani Kania setip dering bel suram itu. Itu yang tidak membuat Kania merasa bosan. Sampai Kania ketahui bahwa namanya adalah Eki Ari Saputra, cowok jelek, kriting, berisi dan item. Satunya lagi yang lumayan adalah Dodi Permana Putra, dia kebalikannya Eki, hanya saja sama-sama kriting.
“heh pendek…..” teriak Dodi dari kejauhan
Kania menyipitkan mata, memastikan bahwa yang memanggilnya bukanlah Dodi. Cowok tengil yang sangat menyebalkan. Dan tenyata memang benar dia. Disampingnya, berdiri seseorang jelek terlihat seperti seorang jongos, siapa lagi kalau bukan Eki. Diam dan menyebalkan. Semuanya sama-sama menyebalkan bagi Kania.
“diem brisik !”
“heh bareng loh”
Seketika itu Dodi mengejar Kania dan menarik Kerudung yang dipakainya, sampai-sampai kerudungnya acak-acakan. Eki hanya tertawa sambil di tutup-tutupin.
“apaan sih dod, jangan rese gitu lah. Nyebelin kamu”
Jailan itu yang membuat Kania semakin sebal, meskipun hanya becanda tapi itu sudah keterlaluan. Yang semakin membuat Kania sebal adalah, Eki. Kenapa dia hanya diam mematung dan bukannya menolongnya malah diam dan tertawa.
“nak, kamu nanti bantuin angkat LKS ini ke koperasi ya, Eki sama Dodi juga kamu ajakin” ucap ibu Sri, selaku Guru Bk sekolah Kania.
“kok Dodi sama Eki juga sih bu ?”
“kalau bukan kalian siapa lagi, kalian kan kalau kemana-mana selalu bareng dan kompak”
Apa ? Kompak ? bareng ?  pikir Kania, mereka tak kompak, tapi selalu berantem kemanapun mereka pergi.
Mereka pun menuju koperasi sekolah.
***
            Tet tet tet
Lagi-lagi bel suram itu berbunyi, kali ini dengan langkah kudanya Kania berhasil menuju Kantor guru lebih awal tanpa di damping oleh Dodi dan Eki. Dari kejauhan Kania sempat melihat ekspresi kedua cowok yang menyebalkan itu, mereka seperti mencari-cari korban yang biasa mereka aniaya. Siapa lagi kalau bukan Kania. Sejurus kemudian mereka bertemu didepan kantor guru. Kali ini ada saja tingkah mereka yang membuat depan kantor menjadi gaduh.
“apaan sih Dod, kamu gak usah nginjek kaki aku gitu. Kaki kamu gede tau gak”…
“Eki kan, bukan aku yang nginjek”
“heh bukan aku kok ya, bukan” ucap Eki dengan muka polosnya.
Kania pun melayangkan kakinya kekedua kaki cowok tersebut tanpa peduli siapa yang salah. Sampai akhirnya mereka tertawa terbahak-bahak.
“kalian ini, selalu saja bikin heboh”
“kalau gak ada kita sepi pak haha” ucap Dodi, Kania dan Eki hanya diam saja.
***
Akankah kebertigaan itu bertahan selamanya
Akankah disetia koridor itu terbesit kejailan-kejailan itu lagi
Akankah barisan kantor itu dipenuhi tawa riang kebertigaan
Dan akankah kebertigaan itu selamanya
“kamu cantik ya” suaranya begitu pelan, terbawa angin sampai telinga Kania mendengarnya samar-samar.
“kamu bilang apa Ki ?’’
“oh, enggak Kan”
Sekilas kemudian Eki menghilang dari pandangan mata Kania. Yang ia tau, Eki itu baik dan sopan tentunya meskipun menyebalkan.
Seperti biasa, ketika bel pulang berdering Kania langsung bergegas pulang. Dan seperti biasa pula dia harus berjalan kaki. Ditemani teman akrabnya yaitu Bareka. Sebenarnya Kania dan Bareka beda arah, hanya terpisahkan oleh perempatan jalan menuju kesekolah. Tapi hari itu anehnya, tak seperti biasanya ada ekor yang mengikuti dari belakang. Sebenarnya Kania sudah paham siapa dia. Siapa lagi kalau bukan Eki, cowok yang menyebalkan. Kania sudah curiga, gelagatnya yang sedari tadi ngumpet-ngumpet dibalik gerbang sambil curi-curi pandang. Kebetulan Eki dan Bareka adalah Teman sedari Kecil. Jadi, Bareka sudah tau betul menegnai Eki.
“ngapain kamu Ki ? suka sama Kania ya hayo ngaku” ejek Bareka sambil mendorong Eki dari belakang mendekat kea rah Kania.
“eh eh eh jangan gitu lah kamu Ka” keliahatan sekali kalau dia gugup.
Kania hanya tersenyum saja.
“siapa juga sih yang suka sama dia, dia kan jelek” (sok cool banget ini cowok).
kalau aku jelek ngapain juga dia nungguin di balik gerbang sambil ngintip-ngintip” (pikir Kania).
“kalau suka itu ungkapin Ki, jangan Cuma diem aja, nanti nyesel kamu loh kalau udah di ambil orang hahaha” saran Bareka.
Kebahagiaan itu simple kok, saat kita bisa tertawa bersama orang-orang yang kita sayang. Meskipun itu Cuma sebentar. Sesimple angin yang berhembus di tengah teriknya matahari.
Akhirnya merekapun terpisah di perempatan sekolah.
Kalau saja waktu masih berpihak lama pada saat itu…….
“Kan, mau pulang bareng enggak ? aku anterin nih kalau mau. Aku bonceng naik sepeda hehehe” rayu cowok tengil, siapa lagi kalau buak Dodi. Dengan mengenakan sepedanya. Bertopi abu-abu yang biasa dia pakai sehari-hari.
“enggak lah dod, makasih”
“heh seriusan ini”
“haha serius gak serius kamu mah sama aja dod”
“ngeyel banget sih dibilangin, yaudah aku pulang duluan ya”
“oke oke”
Kania berfikir, sebenarnya Dodi itu baik hanya saja dia…. Tau sendirilah yang sering membuat Kania jadi sebal sama dia.
The end……