Kamis, 26 Maret 2015

Agar Ngampus Tak Sekedar Status (udah lama banget gak bikin postingan)



Oleh : Septi Kurniawati, 04 Desember 2014| 08:38
Status sebagai mahasiswa selayaknya dapat menjadi kebanggaan tersendiri,  menyibukkan diri dengan kegiatan positif dan terlibat dengan organisasi di luar.
seorang mahasiswa tak hanya unggul dari segi akademis namun juga akademis. Status sebagai seorang mahasiswa sepatutnya dioptimalkan untuk mencari pengalaman sebanyak-banyaknya menggali ilmu seluas-luasnya karena masa muda adalah momentum yang berharga untuk terus meningkatkan kapasitas dan kualitas diri.
Pentingnya mengatur waktu adalah tugas besar mahasiswa yang menyandang status sebagai aktivis. Kurangi waktu tidur, karena kebanyakan dari mereka yang sukses adalah mereka yang terbangun di kala yang lain sedang tertidur. Waktu tidur dapat digantikan dengan aktivitas lain yang lebih bermanfaat. Baca buku sebanyak-banyaknya, menulis sebanyak-banyaknya, dan berdiskusi sebanyak-banyaknya adalah tradisi ilmiah yang harus dijaga dengan teratur.
kebutuhan mahasiswa untuk memetik ilmu di lapangan. Peluang untuk mendapatkan ilmu dan wawasan dari luar begitu besar, mahasiswa harus pandai dalam memanfaatkan peluang.  Aksi seorang aktivis yang sering disorot oleh media adalah “aksi turun jalan”. Beberapa media tertentu terkesan mendiskreditkan mahasiswa yang terlibat dalam aksi jalanan. Padahal sebelum melakukan aksi ada jalur diplomasi yang ditempuh, namun ketika aspirasi mahasiswa tak lagi didengar timbullah aksi yang sedikit anarkis. Untuk menyikapi media-media tersebut pak maukuf berpesan agar mahasiswa cerdas dalam memilih dan memilah informasi yang tersebar di masyarakat. Dan tidak mudah terprovokasi oleh media. Ubah cara pandang yang hanya dari satu sisi, lihatlah dari banyak sisi, telusuri sumber beritanya. Aksi bukan hanya “aksi turun jalan” ada aksi sosial dan aksi intelektual.  Aksi sosial mahasiswa berupa pembagian sembako, relawan korban bencana alam, dsb. Aksi intelektual mahasiswa yakni berupa tulisan, diskusi, dan berpartisipasi dalam diskusi, seminar, dan talkshow mahasiswa.
Dua bulan lalu, tepatnya Oktober 2014 di kampus ini diwisuda ratusan orang sarjana. Ya, mereka kelihatan begitu gagah dan cantik-cantik. Raut wajahnya menyiratkan kegembiraan sekaligus kebanggaan. Dengan ditemani orang tua atau familinya, mereka juga mengabadikan peristiwa bersejarah itu dalam rekaman kamera. Hari itu mereka memakai toga dan hari ini toga itu juga menjadi keinginan kita bersama.
Namun cukupkah hanya dengan memakai toga dan mendapat gelar sarjana? Kurang dari 24 jam, ternyata banyak diantara mereka yang telah menggantikan kegembiraan dengan kekhawatiran. Wajah yang ceria telah berubah menjadi kecemasan. Canda tawa yang renyah itu hilang dan kini hadir kerlingan dagu dan sedikit pusing kepala. Ada apa?
Sebagian besar karena berpikir tentang hendak kerja apa. Sebagian lain sibuk menghadapi pertanyaan orang kampung “setelah sarjana terus ke mana?” Ada juga yang merasa sepi sebab tak ada lagi kawan-kawan yang menemani ‘cangkrukan’ sambil minum kopi.
Hal yang sama bukannya tidak mungkin jika nanti menimpa kita. Terlebih jika orientasi kuliah kita tidak jelas. Ngampus hanya sekadar status. Berakit-rakit ke hulu, Ditubruk ikan paus. Hedonis dan hura-hura dahulu, Akhirnya malah mampus. [peribahasa baru]
Makanya sejak sekarang (mumpung lagi Ramadhan) mari kita bertobat! (???) Ngampus jangan sekadar status; biar dihormati orang sekampung, biar kelihatan intelek, biar ‘bargaining position’ di depan lawan jenis naik, biar dapat titel, biar mudah diambil menantu orang, de-el-el. Sebagai wujud keseriusan tobat kita, mulai sekarang kita mesti berubah:
Menjadi pembelajar bukan pengumpul nilai
Mendapatkan nilai tinggi itu bagus, tetapi kalau caranya tidak benar hanya akan jadi beban di kemudian hari. (bukan berarti KAMMI ngajari nilai jelek!). Pembelajar tidak pernah merasa dirinya telah ‘pandai’, sebaliknya pengumpul nilai akan merasa ‘puas’ jika berhasil mendapatkan nilai A atau B. Pembelajar memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, tak pernah merasa ‘puas’, menghargai proses, menganggap semua tempat adalah sekolah, setiap orang adalah sumber ilmu, dan setiap waktu adalah peluang untuk memperbaiki diri. Pembelajar juga husnudzan terhadap kritik dan tidak cuek.
Mengilmui, bukan sekedar menghafal
Menghafal mungkin cocok buat TK-SMU. Tapi di bangku kuliah kita butuh lebih dari itu. Kita akan berhadapan dengan banyak persoalan baru dan problem aktual baik di kampus, di masyarakat , maupun lapangan karir. Jika tidak terbiasa melatih kemampuan analisa, percayalah kita akan sangat kesulitan hanya mengandalkan hafalan untuk copy paste saja.
Pastikan Dosen mendidik, bukan mengajar
Kalau dosen hanya masuk kemudian menulis dipapan lalu membaca, mengabsen dan pulang mending kita beli buku saja dan tidak usah kuliah! Pastikan dosen bisa menjadi kawan diskusi di ruang kuliah dan menjadi problem solver saat mahasiswa menghadapi kesulitan tentang materi kuliah. Di samping itu harus ada keteladanan dan motivasi yang bisa kita dapatkan.
Membaca, Menulis, Berdiskusi
Dengan membaca kita akan memiliki cukup “bahan bakar” untuk mengubah pola pikir dan menjadi dasar bagi setiap aktifitas kita. Dengan menulis kita mencurahkan gagasan dan ide-ide kita, mengaktualisasikan pikiran dan isi otak kita. Dengan berdiskusi ilmu akan semakin tajam dan mendalam. Kita belajar alur berpikir orang lain dan orang lain belajar alur berpikir kita.
Manfaatkan Teknologi
Internet sudah menjadi keniscayaan bagi mahasiswa. Di sana kita bisa mendapatkan banyak informasi, bertukar pikiran lewat milis, dan mempublish pemikiran lewat website atau blog kita. Makanya, setiap pengurus KAMMI wajib punya blog (ditraining dulu tentunya).
Aktif Organisasi
Aktif di organisasi tidak akan membuat kuliah kita amburadul, sepanjang kita bisa memenej dengan baik dan tidak saling membenturkan. Justru dengan aktif di organisasi kita bisa mengasah kecerdasan emosional kita, membangun relasi, bekerja dalam tim, memberikan kontribusi bagi sesama, dan mendapatkan keluarga besar yang memotivasi kita serta saling menjaga. [muchlisin]
Kita,saat ini kita menyandang sebuah gelar. Gelar yang di anggap tinggi oleh setiap kaula muda. Mahasiswa. Kita adalah Mahasiswa. Mahasiswa yang akan membawa sebuah perubahan. Kita Agen of Change.Masih ada kesempatan untuk memperbaiki itu semua, tidaka ada kata terlambat  better late than never. Kalau katanya Aa Gym : “Mulailah dari sekarang, mulailah dari hal yang paling sederhana, so.. mulailah sekarang juga….”

Senin, 08 September 2014

Renungan Rasa Adila



Ternyata memang tak pernah salah, terkadang sulit ku mengerti mengapa begitu banyak kau sebarkan cinta di muka bumi ini ya rabb..?? hingga sekarang begitu tak menentu rasanya gelombang cinta yang tersendat dalam darah anganku. Aku begitu takut, rasa ini begitu sukar untuk aku terjemahkan dalam nalar pikiranku, begitu terpaut dalam keakuan sang waktu, rasanya aku terjatuh dalam pengapnya ruang hitam di sekelilingku.
“Dil , sedang apa ???? boleh aku duduk ???” sesosok gadis dengan dress bunga, lengkap dengan tas tenteng menambah serasi penampilannya. menyapaku , rasanya aku kenal dengan gelagat itu. “oh tentu, nad” jawabku sembari mengalihkan file cerpen yang setengah jadi di leptopku, ku ganti denga file tugas minggu lalu. “sedang apa disini dil ???” nadia sahabatku bertanya. “ouhhh enggak nad, aku..mmm aku..aku sedang ..sedang mengerjakan tugas, iya sedang mengerjakan tugas.” Jawabku dengan sedikit ragu namun ku coba tegaskan dengan alih tag Question, kala itu kami sedang duduk di bawah pohon besar di halaman kampus. “Hemmm.... itu tugas minggu lalu dill, bukannya sudah kita serahkan hari rabu kemarin ,? huhh Adilla Muzdalifah memang tak pernah berubah, aku sahabatmu dil, tak cukupkah waktu 1 tahun mengenalku untuk buatmu percaya dan yakin berbagi hal denganku ??? ayolah dil, tak baik jika kau pendam sendiri masalahmu. Mungkin bisa ku tawarkan solusi nanti, atau mmm... mungkin saja kan Allah jadikan aku pelantara solusi untuk masalahmu itu Lho, mungkin kan ??? hoho...... nadia berkata sedikit pasti setengah memelas padaku. aku melempar senyum tipis pada nadia sahabatku. “iya nad, aku pasti cerita, tapi gak saat ini. Biar aku yakinkan dulu, untuk kemudian aku ceritakan padamu. Saat itu bunyi nada SMS dari ponselku terdengar. Di layar ponsel itu tertera (1 message received Ummi).

“Asslmulaikum,
neng udah beres kuliahnya ?
tolong cepat pulang iya. Anter umi ke rumah nenek.
Wasalam”

        Aku baca pesan dari Ummi, dan kemudian merapihkan semuanya dan bergegas pergi. Sebelumnya aku berusaha pamit pada nadia. “nad , aku harus pulang nih”, ucapku pada nadia yang duduk di sebelahku. “Lho Lho.. mu kemana kamu dill kok cabut gth ja ???” nadia menghela bicaraku. “aduhhh maaf bnget, barusan itu ummi sms. Nyuruh cepet pulang. Nanti insya allah aku sambung lagi iya. Assalamualaikum.” Sambungku pada nadia sambil bergegas pergi dan berlalu.

***
       
 Keesokan harinya,
“Heyy dill, ada waktu nggak ? aku mau Share sesuatu nich.” Kami duduk di meja kantin Bu nur. Nadia berusaha menyampaikan sesuatu padaku. “Sebenarnya ini bukanlah suatu hal yang begitu sulit, tapi entahlah akupun tak tahu apa latar belakang dari keinginanku ini. Bisakah kau membantuku ?? hemmmmmhuhhhhhh.... dia menarik napas dalam dalam, gini dill, sepertinya mulai tergerak hatiku untuk berhijab. Bagaimana menurutmu ???” nadia menayakan pendapatku kala itu, namun spertinya anganku sedang jauh saat itu, entah berada dimana hatiku, dan entah perasaan apa yang terjadi dalam lirih batinku, semuanya terasa senyap bak tiupan angin pagi di musim semi. Hingga nadia berulang kembali tentang semuanya, “ohhh iya nad, “ aku coba tetap tenang, sembari memfokuskan pikiranku pada nadia yang duduk tepat beradu wajah denganku, dan segera ku sampingkan renungan rasa yang sejak tadi bernaung dalam memory ku, dan sepertinya tidak akan pergi sebelum berhasil ku tafsirkan. Aku sampaikan dengan pelan pada sahabatku. “nad,,, sebenarnya berhijab itu sudah semestinya kita lakukan sebagai seorang muslimah. Namun adakalanya orang berpikir bahwa masih belum siap melakukan hal yang itu. Tidak sedikit orang yang mengalami seperti yang kamu alami sekarang. Bila kamu tanya tentang bagaimana argumenku, mungkin tanpa kamu tanyapun kamu sudah bisa memprediksikan sedikit bagaimana argumenku tentang berhijab.
Anas bin RA meriwayatkan, rassululah SAW bersabda :
“semua penghuni surga akan menemui allah SWT yang tergantung kepada amalnya di dunia, tetapi wanita shalihah yang memelihara dirinya dari pandangan lelaki yang bukan mahram, maka allah sendiri yang akan datang kepadanya.” Subhanalahh bukan ????????????, allah sangat memuliakan wanita shalihah.
        Itu menurutku, ingat nad allah tidak suka di permainkan, mantapkan dulu hatimu untuk sepenuhnya berhijab permanen, menutupi aurat yang semestinya kita lakukan, secantik cantiknya perempuan lebih cantik apabila mengenakan kerudung. :-) . selain itu kita senantiasa disegani, dan di lindungi allah SWT selalu,,
Bagini :

Mereka berdiri di sana dengan celana pendeknya, sangat pendek, super pendek. Yang mereka anggap sebagai model terkini. Sedangkan aku disini berdiri tegak dan bangga dengan jilbabku.
Mereka berdiri disana dengan lautan make up di wajahnya yang mereka percayai sebagai kebebasan berekspresi. Sedangkan aku disini berdiri tegak dan bangga dengan jilbabku.
Mereka masih berdiri disana dengan rambut basah oleh gel berwarna-warni, penuh dengan unsur kimia yang mereka anggap sebagai kemurnian jiwa. Sedangkan aku disini berdiri tagak dan bangga denga jilbabku.
Dan mereka berdiri disana asyik berbicara untuk membeli celana pendek model terbaru, pewarna rambut yang paling trendi, bahkan cara mendapatkan pacar baru yang mereka anggap sebagai memahami keindahan tuhan dan ekspresi cinta. Sedangkan aku disini berdiri tegak dan bangga dengan jilbabku. 
Karena jilbabku inilah pelindungku, kekasihku, kesetiaanku, kemurnianku, kecantikanku, dan alatku untuk mengingat allah. Saat aku meletakkan jilbab di atas kepalaku, aku tahu segala kesesatan yang dibawa oleh setan akan di lenyapkan. Setelah selesai aku sematkan peniti. Aku telah bebas.

        “oh begitu,, subhanalah rasanya hati ini bergetar.. semakin mantap saja hati ini untuk itu dil, Cuma belakangan aku ingin berhijab gara-gara Anton yang menyuruhku untuk berkerudung, makanya aku langsung tanya pendapatmu.” Nadia mengungkapkan semuanya tanpa ragu padaku. “Hemmmmhuhhhhhhh.... kalau seperti itu malah gak baik nad, jangan karena seseorang kita melakukan sesuatu, tapi harus karena allah, untuk menggapai ridha dan rahmatnya, untuk senantiasa selalu dekat dengannya, dan berdasarkan keinginan kita sendiri dari lubuk hati yang paling dalam.” Jawabku pada nadia. Nampaknya nadia sahabatku mulai bingun dengan keinginan hatinya. Lagi-lagi renungan rasa itu terlintas di benakku dan juga nadia, meski tak sama.
        “dil, bagaimana dengan mu ???” nadia kembali bertanya tentang gundahku. “aku, ? nad, bahwa tafakur pada tuhanku adalah kekayaanku, akal dan logika adalah akar agamaku, antusiasme adalah kendaraanku, doa adalah temanku, iman adalah sumber kekuatanku, kesedihan adalah sahabatku, pengetahuan adalah senjata ku, kesabaran adalah pakaian dan moralku, membela Allah adalah kebanggaanku, kebenaran adalah keyakinanku, shalat adalah penyejuk ku, dan di sela-sela itu salahkah bila aku berpikir bahwa cinta adalah landasan keberadaanku ?????????”. “Subhanallahh Adilla sahabatku rasanya bukan Adilla yang berkata dengan lembut dan bertutur cerita padaku barusan, melainkan Khadijah yang bersahaja yang selalu di sebut-sebut, dan didambakan Rasullulah SAW.” Nadia tersenyum tulus padaku. “nad,, sebenarnya aku merasakan sesuatu yang tak biasanya aku rasakan. Hubungan ku dengan dia berjalan seperti air, aku yakin bahwa aku disini adalah cerminan dia di sana. Tapi rasa takut terus mendampingiku disini, begitu takutnya hingga sesekali rasa percayaku terhadapnya semakin surut saja. Tapi terus ku yakinkan kembali, aku masih tetap memegang teguh semua janjinya 9 januari 2019 nanti. Tentu saja dengan pengharapanku yang besar padanya, pada ucapannya, pada janjinya, dan pa sayangnya yang tulus padaku. J . “dilla sahabatku begitu mengagumkan nya dirimu, aku yakin Arif juga begitu. Dan aku juga yakin allah sampaikan pada Arif tentang Adilla yang begitu mempesona hatinya. Dan baik adanya. Aku jadi iri rasanya dan ingin memperbaiki diri. Hemhuh,” ujar nadia padaku sembari memikirkan sesuatu nampaknya.
        Setelah beberapa hari tidak bertemu karena kesibukan masing-masing menyelesaikan tugas kuliah, akhirya kami bertemu di gerbang kampus. Nampaknya nadia semakin mantap untuk berhijab, terlihat dari pakaian yang dia kenakan hari ini, “alhamdulilah...” aku berkata dalam hati. Aku dan nadia melangkah dengan pasti menuju ruang kelas. Sembari berbincang-bincang. Nadia nampak begitu cantik dengan kerudung berwarna toskanya. Sesampainya di kelas kami berbincang seputar renungan rasa itu. Sambil menunggu dosen. “nad, , boleh aku bilang sesuatu. ???”. “Sure .., apa yang hendak kamu sampaikan dill ????”. “your beautiful.. selamat iya sukses berhijab,,”. “makasih dill berkat saran dan bimbingan Adilla Muzdhalifah kerinduanku berhijab akhirnya tercapai. Hmmmm dan hubunganku dengan Anton semakin di mudahkan. Hihi J. Bagaimana dengan mu dill ?????” . “alhamdulilah.., aku masih tetap menunggu 9 januari 2019 nad, rasanya pengen cepet-cepet melihat melihat pembuktian dari janjinya. Huhu ^^.., nad ada yang ingin aku tunjukan . ini. “ kubuka file cerpen di leptopku dan ku tunjukan pada Nadia sahabatku. “subhanallah... dill ini luar biasa , renungan rasa yang berbeda. Tentang keluh kesahku untuk berhijab, tentang kerinduanku, dan tentang renungan rasa seorang Adilla yang terus berharap 9 januari 2019. ini bagus dill, aku terharu dengan kisahnya”. Nadia refleks memeluku saat itu, kami beradu air mata dan tenggelam dalam pelukan renungan rasa yang berbeda.

Minggu, 15 Juni 2014

Sederhananya kalimat ‘’Kamu’'


Jika saja bukan karna sekolah itu
Jika saja aku tak mencalonkan diriku pada saat itu
Jika saja bel itu tak pernah berbunyi
Jika saja dia tak menungguku di balik gerbang sekolah saat itu
Jika saja dia tak mengutarakan perasaannya saat itu
Takdir kita selanjutnya…
Akankah itu berakhir begitu saja ?    
Bisa dibilang cinta monyetku ketika aku pertama kali memasuki jenjang sekolah menengah pertama. Dialah orang yang membuatku jatuh cinta untuk  pertama kalinya. Dan untuk pertama kalinya juga aku merasakan galau. Galau ? dia membuatku galau sampai berkepanjangan sampai saat ini , saat aku mengetik tulisan yang tak berarti ini.
Kehadirannya yang selalu membuatku tersenyum , dan sekaligus bersedih. Senyumannya yang tersembunyi dibalik sifat sok cool dan kecuekannya. Tapi, dia sangat manis bahkan lebih manis dari buah apel yang selama ini tak pernah aku sukai. Tapi apel dan dia jelas berbeda, aku lebih memilih dia daripada apel. Bagiku apel begitu bau, tetapi dia yang membuatnya menjadi harum di setiap senyumannya. Waktu bagiku sangat berarti. Tapi waktu juga yang membuatku terpisah jauh dengannya. Haruskah aku menyalahkan waktu ? tidak. Waktu tak pernah salah. Karna waktu juga yang mempertemukanku dengannya. ‘’Aby’’ .
“semuanya bersiap di barisan masing-masing ya. Kakak hitung sampai tiga harus sampai di posisi masing-masing” teriak seorang osis berparas seram, namanya Andita.
Bagai anak ayam yang digiring induknya, semuanya bergegas lari menuju lapangan sekolah. Terkecuali dengan Kania, dia masih saja sibuk dengan pita-pita yang begitu mengganggu diatas kepalanya. Matanya seketika melotot kaget ketika salah seorang osis memergokinya.
“hei kamu, cepat lari nanti dimarah kak Adit loh” ucapnya sambil tersenyum manis.
Kania bergegas lari menuju ke lapangan. Ternyata bukan hanya dia saja yang terakhir terlambat. Ada satu lagi yang menemaninya, cowok item, berambut kriting, dan tidak pendek dan juga tidak tinggi. Yang jelas Kania senang karena ada teman. Tapi tetap saja, alhasil Kania dihukum untuk push up sepuluh kali. Bukan apa-apa Kania tak sanggup melakukan itu, akhirnya, kak Adit yang terkenal galak itu menyuruh agar Kania kembali ke barisannya. Lagi-lagi senyumnya memancar. Senyum yang paling manis. Lebih manis dari buah apel.
Masa Orientasi Siswa, disitulah Kania merasakan yang namanya susah. Salah satunya susah mendapatkan bangku untuk dia duduk. Ketika semuanya berlari-lari menuju kelas masing-masing, dan cuma Kania seorang yang bagaikan anak ayam yang di tinggalkan induknya. Dari ujung kelas A sampai E, ia tak mendapatkan bangku untuk duduk. Sampai akhirnya ketika ia memasuki kelas F, dia menemukan salah satu kursi yang belum di tempati dan dia pun menuju kursi itu. Betapa kagetnya dia, jika yang dia tahu bahwa dia harus duduk dengan seorang laki-laki. Dari pada tak mendapatkan kursi, dan ini juga kelas terakhir, akhirnya dengan terpaksa Kania duduk. Ya, duduk bersebelahan dengan seorang laki-laki. Dia ketahui namanya Agus Weda Purnama. Ternyata dia seorang Hindu.
Seminggu MOS Kania, mulai akrab dengan Agus, dan kedua laki-laki yang duduk di depannya namanya Tri Purnama wisnu dan Riki Sandro Virnando. Sama seperti Agus, Wisnu juga beragama Hindu, dan Sandro dia beragama Kristen. Bagi Kania, sebuah perbedaan itu sangat indah. Dan Kania tak pernah sedikitpun membeda-bedakan hal itu. Baginya berteman adalah hal yang paling mengasyikkan yang pernah ia alami di hidupnya.
***
Keasyikan demi keasyikan mulai Kania rasakan, entah itu dari Agus, wisnu, maupun Sandro. Ketiganya selalu saja jail, sampai suatu ketika mereka harus terpisah hanya karna sesuai dengan peraturan sekolah bahwa siswa yang beragama lain harus disatukan dalam satu kelas. Dan akhirnya merekapun pergi. Pergi meninggalkan Kania di kelas suram itu.
 Kenapa dikatakan suram ?
Karena Kanialah yang harus mengkondisikan kelas, ditengah siswanya yang memang terkenal paling bandel. Fitri Khotimah, biasa di panggil Pipit. Kini Kania ditemani oleh seorang teman yang begitu uculnya alias lucu, berambut kriwil dan berbibir tebel. Yaitulah pipit, jauh dari Kania yang memang berpostur tinggi.
            Tet tet tet
Bel itu, bel itu dan bel itu. Bel yang setiap kali mengganggu konsentrasi belajar Kania. Bagaimana tidak, disaat Kania sedang serius memperhatikan penjelasan dari sang guru, ia harus beranjak dari bangkunya menuju kantor guru yang terletak lima kelas dari kelasnya. Akhirnya diapun beranjak dengan sangat terpaksa. Dia tak mungkin menolak karena ini sudah menjadi kewajibannya.
“Bareng sih heh”
Siapa, Seseorang jelek pikir Kania. Sok kenal, dan sok akrab. Disusul seseorang lagi yang cukup lumayan dan lumayan.
Kedua orang jail itu selalu menemani Kania setip dering bel suram itu. Itu yang tidak membuat Kania merasa bosan. Sampai Kania ketahui bahwa namanya adalah Eki Ari Saputra, cowok jelek, kriting, berisi dan item. Satunya lagi yang lumayan adalah Dodi Permana Putra, dia kebalikannya Eki, hanya saja sama-sama kriting.
“heh pendek…..” teriak Dodi dari kejauhan
Kania menyipitkan mata, memastikan bahwa yang memanggilnya bukanlah Dodi. Cowok tengil yang sangat menyebalkan. Dan tenyata memang benar dia. Disampingnya, berdiri seseorang jelek terlihat seperti seorang jongos, siapa lagi kalau bukan Eki. Diam dan menyebalkan. Semuanya sama-sama menyebalkan bagi Kania.
“diem brisik !”
“heh bareng loh”
Seketika itu Dodi mengejar Kania dan menarik Kerudung yang dipakainya, sampai-sampai kerudungnya acak-acakan. Eki hanya tertawa sambil di tutup-tutupin.
“apaan sih dod, jangan rese gitu lah. Nyebelin kamu”
Jailan itu yang membuat Kania semakin sebal, meskipun hanya becanda tapi itu sudah keterlaluan. Yang semakin membuat Kania sebal adalah, Eki. Kenapa dia hanya diam mematung dan bukannya menolongnya malah diam dan tertawa.
“nak, kamu nanti bantuin angkat LKS ini ke koperasi ya, Eki sama Dodi juga kamu ajakin” ucap ibu Sri, selaku Guru Bk sekolah Kania.
“kok Dodi sama Eki juga sih bu ?”
“kalau bukan kalian siapa lagi, kalian kan kalau kemana-mana selalu bareng dan kompak”
Apa ? Kompak ? bareng ?  pikir Kania, mereka tak kompak, tapi selalu berantem kemanapun mereka pergi.
Mereka pun menuju koperasi sekolah.
***
            Tet tet tet
Lagi-lagi bel suram itu berbunyi, kali ini dengan langkah kudanya Kania berhasil menuju Kantor guru lebih awal tanpa di damping oleh Dodi dan Eki. Dari kejauhan Kania sempat melihat ekspresi kedua cowok yang menyebalkan itu, mereka seperti mencari-cari korban yang biasa mereka aniaya. Siapa lagi kalau bukan Kania. Sejurus kemudian mereka bertemu didepan kantor guru. Kali ini ada saja tingkah mereka yang membuat depan kantor menjadi gaduh.
“apaan sih Dod, kamu gak usah nginjek kaki aku gitu. Kaki kamu gede tau gak”…
“Eki kan, bukan aku yang nginjek”
“heh bukan aku kok ya, bukan” ucap Eki dengan muka polosnya.
Kania pun melayangkan kakinya kekedua kaki cowok tersebut tanpa peduli siapa yang salah. Sampai akhirnya mereka tertawa terbahak-bahak.
“kalian ini, selalu saja bikin heboh”
“kalau gak ada kita sepi pak haha” ucap Dodi, Kania dan Eki hanya diam saja.
***
Akankah kebertigaan itu bertahan selamanya
Akankah disetia koridor itu terbesit kejailan-kejailan itu lagi
Akankah barisan kantor itu dipenuhi tawa riang kebertigaan
Dan akankah kebertigaan itu selamanya
“kamu cantik ya” suaranya begitu pelan, terbawa angin sampai telinga Kania mendengarnya samar-samar.
“kamu bilang apa Ki ?’’
“oh, enggak Kan”
Sekilas kemudian Eki menghilang dari pandangan mata Kania. Yang ia tau, Eki itu baik dan sopan tentunya meskipun menyebalkan.
Seperti biasa, ketika bel pulang berdering Kania langsung bergegas pulang. Dan seperti biasa pula dia harus berjalan kaki. Ditemani teman akrabnya yaitu Bareka. Sebenarnya Kania dan Bareka beda arah, hanya terpisahkan oleh perempatan jalan menuju kesekolah. Tapi hari itu anehnya, tak seperti biasanya ada ekor yang mengikuti dari belakang. Sebenarnya Kania sudah paham siapa dia. Siapa lagi kalau bukan Eki, cowok yang menyebalkan. Kania sudah curiga, gelagatnya yang sedari tadi ngumpet-ngumpet dibalik gerbang sambil curi-curi pandang. Kebetulan Eki dan Bareka adalah Teman sedari Kecil. Jadi, Bareka sudah tau betul menegnai Eki.
“ngapain kamu Ki ? suka sama Kania ya hayo ngaku” ejek Bareka sambil mendorong Eki dari belakang mendekat kea rah Kania.
“eh eh eh jangan gitu lah kamu Ka” keliahatan sekali kalau dia gugup.
Kania hanya tersenyum saja.
“siapa juga sih yang suka sama dia, dia kan jelek” (sok cool banget ini cowok).
kalau aku jelek ngapain juga dia nungguin di balik gerbang sambil ngintip-ngintip” (pikir Kania).
“kalau suka itu ungkapin Ki, jangan Cuma diem aja, nanti nyesel kamu loh kalau udah di ambil orang hahaha” saran Bareka.
Kebahagiaan itu simple kok, saat kita bisa tertawa bersama orang-orang yang kita sayang. Meskipun itu Cuma sebentar. Sesimple angin yang berhembus di tengah teriknya matahari.
Akhirnya merekapun terpisah di perempatan sekolah.
Kalau saja waktu masih berpihak lama pada saat itu…….
“Kan, mau pulang bareng enggak ? aku anterin nih kalau mau. Aku bonceng naik sepeda hehehe” rayu cowok tengil, siapa lagi kalau buak Dodi. Dengan mengenakan sepedanya. Bertopi abu-abu yang biasa dia pakai sehari-hari.
“enggak lah dod, makasih”
“heh seriusan ini”
“haha serius gak serius kamu mah sama aja dod”
“ngeyel banget sih dibilangin, yaudah aku pulang duluan ya”
“oke oke”
Kania berfikir, sebenarnya Dodi itu baik hanya saja dia…. Tau sendirilah yang sering membuat Kania jadi sebal sama dia.
The end……