Rabu, 23 April 2014

Paradigma Guru Pendidikan Agama Islam

PARADIGMA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


Pertikaian antar kelompok umat Islam ditingkat elit maupun alit, melemahnya kewibawaan dan kemampuan umat Islam dalam membangun peradaban,  kemiskinan yang menghinggapi sebagian besar umat Islam, korupsi yang merajalela, banyaknya MARKUS dibidang penegakkan hokum, penindasan pemimpin kepada bawahan dan banyak peristiwa lain yang terjadi di Negara Indonesia yang mayoritas muslim ini merupakan kondisi yang dapat dijadikan sebagai I’tibar dalam rangka menata pembelajaran PAI yang benar-benar bisa mencapai tujuan substantifnya yaitu kesadaran peserta didik sebagai hamba Allah yang tunduk, patuh, taat dan berserah diri secara ikhlas kepada hukum-hukum Allah.




Mencermati akan out put dari proses pendidikan Agama Islam yang dilaksanakan  pada setiap jenjang pendidikan formal selama ini, apabila diukur secara kwalitatif tentunya akan menimbulkan tanda tanya  besar bagi umat Islam atas pencapaian kompetensinya.  Salah satu indicator dari kenaifan pencapaian kompetensi Pendidikan Agama Islam dibidang akhlaq, misalnya adalah setiap kali pengumuman kelulusan Ujian Akhir Nasional (UAN) masih banyak ekspresi kegembiraan para pelajar di tingkat sekolah menengah dengan ekspresi yang brutal dan massif. Contohnya : corat-coret baju, konvoi kendaraan yang tidak beraturan, pengecatan rambut, sampai pada perilaku seks yang menyimpang.  Dalam hal seperti ini tentu saja ajaran-ajaran formal Islam yang diajarkan kepada peserta didik di sekolah sudah tidak dipedulikan.  Meski demikian dalam fatsun pendidikan tetap berlaku bahwa siswa tidak dibenarkan untuk divonis bersalah,  sebab masih ada Guru Pendidikan Agama Islam yang lebih tepat sebagai pihak yang dipersalahkan.


Jika ditelusuri secara mendalam, factor penyebab yang mudah ditemukan dari  kebrutalan dan masifnya moralitas peserta didiki adalah  pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah banyak yang tidak ditransformasikan dalam bentuk pembiasaan ibadah-ibadah yang sifatnya praksis kepada peserta didik di sekolah.   Padahal efek dari metode pembelajaran dengan pembiasaan bisa lebih bermakna dibandingkan dengan metode lainnya, misalkan ceramah, eksperimen ataupun yang lainnya.  Stigma yang berkembang sekarang ini bahwa pendidikan agama Islam hanya akan menghasilkan orang-orang yang berilmu agama Islam belum kearah pembentukan kepribadian Muslim yang seutuhnya yang mau mensinergikan antara ilmu dengan amaliah nyata sudah terasa begitu kental dengan kondisi masyarakat sekarang ini.


Good will dari civitas akademika di setiap lembaga pendidikan pada semua jenjang pendidikan dengan memunculkan kearifan-kearifan loal sangat dibutuhkan untuk menyadarkan pentingnya menyelamatkan peserta didik di Indonesia ini yang mayoritas Muslim agar mampu menjadi Muslim yang kaffah.  Pemberdayaan potensi guru PAI juga tidak kalah pentingnya untuk ditumbuhkan karena merekalah yang menjadi lokomotif dalam rangkaian memperbaharui moralitas generasi penerus bangsa ini.  Untuk itu pembaharuan paradigma Pendidikan Agama Islam dan modernisasi Pendidikan Agama Islam merupakan keniscayaan yang tidak dapat ditawar lagi yang mesti dilakukan oleh guru PAI dalam menghadapi tantangan global sekarang ini dengan beberapa langkahnya, antara lain :

  1. Senantiasa meng-up grade kemampuan tekhnis dalam kegiatan pembelajaran
  2. Mengupayakan terwujudnya pembiasaan ajaran Islam di sekolah yang dapat melibatkan seluruh stakeholder di sekolah
  3. Memberikan keteladanan dalam pembiasaan pengamalan ilmu agama Islam baik di sekolah maupun di masyarakat
  4. Memberdayakan kegiatan RISMA sehingga mampu menggugah kesadaran siswa dalam mempelajari Islam
  5. Mampu memanfaatkan perangkat tekhnologi dan komunikasi untuk menunjang kegiatan pembelajaran.
Dengan demikian tantangan profesionalitas guru PAI dapat diatasi dengan mengoptimalkan kemampuan dan peran guru PAI di sekolah yang tentunya didukung oleh seluruh stakeholder yang ada.  Tantangan pendidikan agama Islam ke depan sudah barang tentu akan semakin berat oleh karena mental manusia sudah banyak yang cenderung hedonistic dan melupakan nilai-nilai ke-Tuhan-an.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar