Minggu, 10 April 2016

Pengukuran Aspek Kognitif, Afektif, dan Psikomotor dalam Evaluasi Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Umpan balik/feed back yang dilakukan oleh pendidik amat menentukan terhadap perencanaan proses pembelajaran yang akan dilaksanakan selanjutnya. Serta umpan balik hanya akan tepat jika evaluasi yang dilakukan berjalan secara tepat dan benar.
Evaluasi dalam pembelajaran salah satunya ialah evaluasi terkait dengan individu. Individu itu diukur sejauh mana peserta didik mampu menyerap materi yang telah dipelajari bersama yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Tiga aspek pengukuran ini masing-masing memiliki fungsi yang berbeda yang dapat digunakan oleh pendidik untuk mengukur, sejauh mana peserta didik mampu menyerap materi. Untuk kemudian hasil pengukuran tersebut berguna untuk evaluasi dan umpan balik terhadap kegiatan pembelajaran selanjutnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik?
2.      Bagaimanakah pengukuran aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, kaitannya dengan evaluasi pembelajaran?

C.    Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas, dapat diketahui tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan aspek/domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2.      Mengetahui bagaimana cara menilai aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik kaitannya dengan evaluasi pembelajaran.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Aspek Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik
Domain kognitif, afektif dan psikomotorik merupakan pengklasifikasian prilaku individu menurut Blomm. Yang mana hasil belajar yang berupa perubahan prilaku yang terbagi dalam tiga aspek tersebut.
Kawasan kognitif merupakan kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek intelektual atau berpikir/nalar. Di dalamnya mencakup pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), penguraian (analyze), pemaduan (synthesis), dan penilaian (evaluation).[1]
Dalam aspek kognitif, sejauh mana peserta didik mampu memahami materi yang telah diajarkan oleh pendidik, dan pada level yang lebih atas seorang peserta didik mampu menguraikan kembali kemudian memadukannya dengan pemahaman yang sudah ia peroleh untuk kemudian diberi penilaian/pertimbangan.
Sedangkan kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek emosional seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya. Di dalamnya mencakup penerimaan (receiving/attending), sambutan (responding), tata nilai (valuing), pengorganisasian (organization), dan karakterisasi (characterization).[2]
Dalam aspek ini peserta didik dinilai sejauh mana ia mampu menginternalisasikan nilai-nilai pembelajaran ke dalam dirinya. Aspek afektif ini erat kaitannya dengan tata nilai dan konsep diri. Dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, aqidah akhlak merupakan salah satu pelajaran yang tidak terpisahkan dari domain/aspek afektif.
Kawasan psikomotorik yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkann fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan berfungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari kesiapan (set), peniruan (imitation), membiasakan (habitual), menyesuaikan (adaptation), dan menciptakan (origination).[3]
Ketika peserta didik telah memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai mata pelajaran dalam dirinya, maka tahap selanjutnya ialah bagaimana peserta didik mampu mengaplikasikan pemahamannya dalam kehidupan sehari-hari melalui perbuatan atau tindakan.
Ketiga domain di atas yang lebih dikenal dengan istilah domain head, heart, dan handmerupakan kriteria yang dapat digunakan oleh pendidik untuk mengetahui serta mengevaluasi tingkat keberhasilan proses pembelajaran.

B.     Pengukuran Aspek Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik
1.      Pengukuran Aspek Kognitif
Menurut Taksonomi Bloom (Sax 1980) sebagaimana dikutip Mimin Haryati, kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir secara hirarkis yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.[4]
Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hapalan saja. Pada tingkat pemahaman peserta didik dituntut untuk menyatakan masalah dengan kata-katanya sendiri, memberi contoh suatu konsep atau prinsip. Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan pendapat serta menemukan hubungan sebab akibat. Pada tingkat sintesis, peserta didik dituntut untuk menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis atau teorinya sendiri dan mensintesiskan pengetahuannya. Pada tingkat evaluasi, peserta didik mengevaluasi informasi seperti bukti, sejarah, editorial, teori yang termasuk di dalamnya judgement terhadap hasil analisis untuk membuat kebijakan.[5]
Untuk mengukur keberhasilan aspek kognitif ini, maka guru harus membuat alat penilaian (soal) dengan formulasi perbandingan sebagai berikut:
40% untuk soal yang menguji tingkat pengetahuan peserta didik.
20% untuk soal yang menguji tingkat pemahaman peserta didik.
20% untuk soal yang menguji tingkat kemampuan dalam penerapan pengetahuan.
10% untuk soal yang menguji tingkat kemampuan dalam analisis peserta didik.
5% untuk soal yang menguji tingkat kemampuan sintesis peserta didik.
5% untuk soal yang menguji tingkat kemampuan petatar dalam mengevaluasi
Dengan menggunakan formulasi perbandingan soal di atas, mempermudah seorang guru untuk memperjelas cara berfikirnya dan untuk memilih soal-soal yang akan diujikan, selain itu juga dapat membantu seorang guru agar terhindar dari kekeliruan dalam membuat soal.[6]
Adapun bentuk tes kognitif diantaranya; tes lisan di kelas, pilihan ganda, uraian obyektif, uraian non obyektif atau uraian bebas, jawaban atau isian singkat, menjodohkan, portopolio, dan performans.
2.      Pengukuran Aspek Afektif
Penilaian afektif (sikap) sangat menentukan keberhasilan peserta didik untuk mencapai ketuntasan dan keberhasilan dalam pembelajaran. Seorang peserta didik yang tidak memiliki minat terhadap mata pelajaran tertentu, maka akan kesulitan untuk mencapai ketuntasan belajar secara maksimal. Sedangkan peserta didik yang memiliki minat terhadap mata pelajaran, maka akan sangat membantu untuk mencapai ketuntasan pembelajaran secara maksimal.
Secara umum aspek afektif yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran terhadap berbagai mata pelajaran mencakup beberapa hal, sebagai berikut:
a.       penilaian sikap terhadap materi pelajaran. Berawal dari sikap positif terhadap mata pelajaran akan melahirkan minat belajar, kemudian mudah diberi motivasi serta lebih mudah dalam menyerap materi pelajaran.
b.      Penilaian sikap terhadap guru. Peserta didik perlu memilki sikap positif terhadap guru, sehingga ia mudah menyerap materi yang diajarkan oleh guru.
c.       Penilaian sikap terhadap proses pembelajaran. Peserta didik perlu memiliki sikap positif terhadap proses pembelajaran, sehingga pencapaian hasil belajar bisa maksimal. Hal ini kembali kepada guru untuk pandai-pandai mencari metode yang kira-kira dapat merangsang peserta didik untuk belajar serta tidak merasa jenuh.
d.      Penilaian sikap yang berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran. Misalnya peserta didik mempunyai sikap positif terhadap upaya sekolah melestarikan lingkungan dengan mengadakan program penghijauan sekolah.
e.       Penilaian sikap yang berkaitan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum yang relevan dengan mata pelajaran. Peserta didik memiliki sikap positif terhadap berbagai kompetensi setiap kurikulum yang terus mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan.[7]
Sedangkan untuk mengukur sikap dari beberapa aspek yang perlu dinilai, dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: observasi perilaku, pertanyaan langsung, laporan pribadi, dan penggunaan skala sikap. Observasi perilaku di sekolah dapat dilakukan dengan menggunakan buku catatan yang khusus tentang kejadian-kejadian yang berkaitan dengan siswa selama di sekolah.[8]  Contoh guru membuat bagan catatan observasi.

Hari/tanggal
Nama siswa/i
Catatan
Tindak lanjut
Senin 12/10/12
Ahmad
Belajar bahasa inggris tidak bersemangat
Diberi penjelasan tentang manfaat belajar bahasa inggris
Kolom catatan diisi dengan berbagai kejadian yang berhubungan dengan peserta didik yang bersangkutan baik positif maupun negatif, sedangkan kolom tindak lanjut diisi dengan upaya-upaya yang ditempuh sebagai solusi dari setiap kejadian yang menimpa peserta didik.[9]
Pertanyaan langsung dapat dilakukan dengan menanyakan secara langsung tentang sikap seseorang berkaitan dengan suatu hal[10], contoh guru mengajukan pertanyaan tentang bagaimana upaya memberantas tauran di lingkungan sekolah, kemudian dari jawaban peserta didik, guru dapat mengambil kesimpulan tentang sikap peserta didik tersebut terhadap suatu objek.
Sedangkan penggunaan skala sikap, baik menggunakan Skala Diferensiasi Semantik. Teknik ini dapat digunakan pada berbagai bidang, dan teknik ini sederhana dan mudah diimplementasikan dalam pengukuran dan skala sikap kelas.[11] Contoh guru membuat skala sikap terhadap kegiatan Ramadhan di sekolah.

Pernyataan
Pilihan sikap
SS
S
N
TS
STS
Kegiatan di sekolah pada bulan Ramadhan perlu diadakan





Pengaktifan kegiatan Ramadhan kurang menyenangkan





Kegiatan Ramadhan perlu didukung oleh guru & wali murid





Kegiatan Ramadhan untuk mengisi waktu luang






Kemudian hasil penilain sikap dapat digunakan sebagai umpan balik untuk melakukan pembinaan terhadap peserta didik. Guru dapat memantau setiap perubahan perilaku yang dimunculkan peserta didik dengan melakukan pengamatan.
3.      Pengukuran Aspek Psikomotorik
Menurut singer (1972) sebagaimana dikutip oleh Mimin Haryati, bahwa mata ajar yang termasuk kelompok mata ajar psikomotor adalah mata ajar yang lebih berorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi-reaksi fisik.[12]   
Menurut Ryan (1980) sebagaimana dikutip oleh Mimin Haryati, penilaian hasil belajar psikomotor dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu, pertama melalui pengamatan langsung serta penilaian tingkah laku siswa selama proses belajar mengajar. Kedua, setelah proses belajar yaitu dengan cara memberikan tes kepada siswa untuk mengukur pengetahuan, keterampilan dan sikap. Ketiga, beberapa waktu setelah proses belajar selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya.
Dengan demikian, penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat diambil pemahaman bahwa yang dimaksud dengan domain kognitif ialah bagian dari peserta didik yang terkait dengan pemikiran/pemahaman yang lebih dikenal dengan sebutan head. Afektif merupakan aspek perasaan/sikap peserta didik yang dikenal dengan heart. Dan psikomotorik merupakan aspek yang terkait dengan prilaku/keterampilan atau implementasi atas apa yang telah mereka (peserta didik) pahami, hal ini dikenal dengan istilah hand.
Pengukuran aspek kognitif meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Dengan cara pengukuran tingkat keberhasilan melalui soal tanya jawab pilihan ganda, portofolio, uraian, soal lisan, dan sebagainya.
Pengukuran aspek afektif meliputi sikap terhadap materi pelajaran, sikap terhadap guru, terhadap proses pembelajaran, sikap yang berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran, dan sikap yang berkaitan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum yang relevan dengan mata pelajaran. Cara penilaiannya bisa melalui catatan observasi yang dilakukan oleh pendidik atau melalui angket.
Sedangkan pengukuran aspek psikomotorik meliputi keterampilan yang ditunjukkan oleh peserta didik yang cara mengukurnya bisa melalui pengamatan langsung.






DAFTAR PUSTAKA


Haryati, Mimin. Model Dan Teknik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press, 2009.

Majid, Abdul. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011.

Muchlis Solichin, Mohammad. Psikologi Belajar:Aplikasi Teori-Teori Belajar Dalam Proses Pembelajaran. Yogyakarta: Suka Press, 2012.



[1] Mohammad Muchlis Solichin. Psikologi Belajar: Aplikasi Teori-Teori Belajar Dalam Proses Pembelajaran (Yogyakarta: Suka Press, 2012), hlm. 86-87
[2] Ibid., hlm. 87
[3] Ibid.
[4] Mimin Haryati. Model Dan Teknik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009), hlm. 22.
[5] Ibid., hlm. 33.
[6] Ibid., hlm.24-25.
[7] Ibid., hlm. 62-63.
[8] Abdul Majid. Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hlm.215.
[9] Haryati. Tingkat Satuan Pendidikan, hlm. 65.
[10] Majid. Perencanaan. hlm. 215
[11] Ibid.
[12] Haryati. Tingkat Satuan Pendidikan, hlm. 25. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar