Tokoh
sufi perempuan yang terkenal yaitu Rabiah Al-Adawiyah. Nama lengkapnya yaitu
Ummu al-Khair bin Isma’il Al-Adawiyah Al-Qisysyiyah. Beliau diberi nama Rabi’ah
karena merupakan anak perempuan keempat dari empat bersaudara. Rabiah
dilahirkan dari pasangan suami istri yang hidup miskin bahkan Rabi’ah pun
dilahirkan tanpa adanya lampu penerangan. Rabi’ah lahir di kota Basrah, Iraq
pada tahun 94 H. Beliau poun wafat di kota Basrah, Iraq tahun 185 H.
Namun
ketika ayahnya meninggal Rabi’ah Al-Adawiyah terpaksa harus terpisah dari
keluarganya karena kehidupan ekonomi yang semakin menghimpit. Karena kehidupan
yang miskin itulah, sehingga memaksa Rabi'ah untuk hidup sebagai hamba sahaya
dengan berbagai macam penderitaan yang dialami silih berganti. Disamping sebagai
hamba sahaya, beliau mempunyai kepandaian memainkan alat musik.
Kehidupan
Rabi’ah Al-Adawiyah sebagai hamba sahaya yang selalu dikekang dan diperas oleh
majikannya, membuat Rabi'ah selalu berdo'a kepada Allah SWT untuk meminta
petunjuk kepada Allah SWT. Dengan penderitaan yang dialami ini, Rabi'ah tidak
menyia-nyiakan waktu luangnya untuk berdo'a baik itu pagi, siang dan malam
hari.
Rabi’ah Al-Adawiyah selalu memanjatkan do'a,
setiap hari amalan ibadah yang dilakukan Rabi'ah semakin meningkat seperti dengan
memperbanyak taubat, dzikir, puasa serta menjalankan shalat siang dan
malam.Beliau melaksanakan shalat sampai meneteskan air mata, karena merasa
rindu kepada Allah SWT. Lama-kelamaan saat majikannya mendengar rintihan Rabiah
Al-Adawiyah saat berdoa, majikannya melihat ada cahaya yang menerangi
bilik Rabi’ah saat beliau berdoa di malam hari. Hal ini yang membuat majikannya
merasa bahwa Rabi’ah adalah kekasih Allah. Dari kejadian itu Rabi’ah dibebaskan
majikannya bahkan diberi pilihan, yaitu mendapatkan semua harta majikannya atau
kembali ke kota kelahirannya. Karena Rabi’ah hidup untuk menjauh dari kekayaan
dan kesenangan dunia maka beliau memilih untuk kembali ke kotanya untuk menjadi
sufi dan mendekatkan diri dengan Allah.
Aliran
sufi yang diajarkan Rabi’ah Al-Adawiyah yaitu pelopor tasawuf mahabbah, yaitu
penyerahan diri total kepada “kekasih” (Allah). Hakekat tasawufnya adalah
habbul-ilāh (mencintai Allah SWT). Ibadah yang ia lakukan bukan terdorong oleh
rasa takut akan siksa neraka atau rasa penuh harap akan pahala atau surga,
melainkan semata-mata terdorong oleh rasa rindu pada Tuhan untuk menyelami
keindahan–Nya yang azali. Mahabbah Rabiah merupakan versi baru dalam masalah
ubudiyah kedekatan pada Tuhan. Perkembangan ajarannya selama kurun waktu 713-801
M.
Rabiah
adalah seorang zahidah sejati. Memeluk erat kemiskinan demi cintanya pada
Allah. Lebih memilih hidup dalam kesederhanaan. Definisi cinta menurut Rabiah
adalah cinta seorang hamba kepada Allah Tuhannya. Ia mengajarakan bahwa yang
pertama, cinta itu harus menutup yang lain, selain Sang Kekasih atau Yang
Dicinta, yaitu bahwa seorang sufi harus memalingkan punggungnya dari masalah
dunia serta segala daya tariknya. Sedangkan yang kedua, ia mengajarkan bahwa
cinta tersebut yang langsung ditujukan kepada Allah dan mengesampingkan yang
lainnya, harus tidak ada pamrih sama sekali. Ia harus tidak mengharapkan
balasan apa-apa. Dengan Cinta yang demikian itu, setelah melewati tahap-tahap
sebelumnya, seorang sufi mampu meraih ma’rifat sufistik dari “hati yang telah
dipenuhi oleh rahmat-Nya”. Pengetahuan itu datang langsung sebagai pemberian
dari Allah dan dari ma’rifat inilah akan mendahului perenungan terhadap Esensi
Allah tanpa hijab. Rabiah merupakan orang pertama yang membawa ajaran cinta
sebagai sumber keberagamaan dalam sejarah tradisi sufi Islam.
Ada
beberapa pokok pikiran pada diri Rabi'ah, diantaranya adalah:
hidup atas dasar zuhud, dan mengisinya dengan selalu beribadah kepada Allah SWT serta menjadikan Allah tumpuan cintanya, sebagaimana yang beliau katakan,
"Aku tinggalkan cintanya Laila dan Su'da mengasing diri. Dan kembali bersama rumahku yang pertama. Dengan berbagai kerinduan mengimbauku, Tempat-tempat kerinduan cinta abadi".
hidup atas dasar zuhud, dan mengisinya dengan selalu beribadah kepada Allah SWT serta menjadikan Allah tumpuan cintanya, sebagaimana yang beliau katakan,
"Aku tinggalkan cintanya Laila dan Su'da mengasing diri. Dan kembali bersama rumahku yang pertama. Dengan berbagai kerinduan mengimbauku, Tempat-tempat kerinduan cinta abadi".
Selain
itu cinta Rabi'ah Al-Adawiyah adalah cinta abadi kepada Tuhan yang melebihi
segala yang ada, cinta abadi yang tidak takut pada apapun walau pada neraka
sekalipun. pernyataan Rabi'ah Al-Adawiyah yang terkenal ialah, "Kujadikan
Engkau teman percakapan hatiku, Tubuh kasarku biar bercakap dengan insani.
Jasadku biar bercengkrama dengan tulangku, Isi hati hanyalah tetap pada-Mu
jua..."Ibadah yang Rabi'ah Al-Adawiyah tegakkan baik siang dan malam,
semata-mata karena cintanya kepada Allah SWT. Sebagaimana pernyataannya,
"Sekiranya
aku beribadah kepada Engkau Karena takut akan siksa neraka, Biarkanlah neraka
itu bersamaku. Dan jika aku beribadah karena mengharap surga, Maka jauhkanlah
surga itu dariku. Tetapi bila aku beribadah karena cinta semata, Maka limpahkan
lah keindahan-Mu selalu..."
Rabiah
dipandang sebagai pelopor tasawuf mahabbah, yaitu penyerahan diri total kepada
“kekasih” (Allah). Hakekat tasawufnya adalah habbul-ilāh (mencintai Allah SWT).
Ibadah yang ia lakukan bukan terdorong oleh rasa takut akan siksa neraka atau
rasa penuh harap akan pahala atau surga, melainkan semata-mata terdorong oleh
rasa rindu pada Tuhan untuk menyelami keindahan–Nya yang azali. Mahabbah Rabiah
merupakan versi baru dalam masalah ubudiyah kedekatan pada Tuhan.
Masalah
dalam hal ini adalah (1) Bagaimana riwayat hidup Rabiah al Adawiyah, (2)
Bagaimana ajaran sufisme Rabiah al Adawiyah, (3) Bagaimana perkembangan ajaran
sufisme Al Mahabbah Rabiah al Adawiyah, (4) Bagaimana Al Mahabbah dianggap
sebagai puncak maqam dalam ajaran sufisme Rabiah al Adawiyah. Tujuan dari
penelitian adalah mendeskripsikan riwayat hidup, ajaran sufisme Al Mahabbah
serta perkembangannya dan mendeskripsikan Al Mahabbah sebagai puncak maqam
dalam ajaran sufisme Rabiah al Adawiyah.
Penelitian
ini merupakan penelitian Kajian Pustaka (Library research) dengan menggunakan
pendekatan historis. Peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif analitis
yang tidak hanya sekedar mendeskripsikan ajaran sufisme Rabiah al Adawiyah
tetapi menganalisis perkembangan ajarannya selama kurun waktu 713-801 M.
Kesimpulan
yang diperoleh setelah melalui berbagai analisis sumber menyebutkan bahwa
Rabiah adalah seorang zahidah sejati. Memeluk erat kemiskinan demi cintanya
pada Allah. Lebih memilih hidup dalam kesederhanaan. Definisi cinta menurut
Rabiah adalah cinta seorang hamba kepada Allah Tuhannya. Ia mengajarakan bahwa
yang pertama, cinta itu harus menutup yang lain, selain Sang Kekasih atau Yang
Dicinta, yaitu bahwa seorang sufi harus memalingkan punggungnya dari masalah
dunia serta segala daya tariknya. Sedangkan yang kedua, ia mengajarkan bahwa
cinta tersebut yang langsung ditujukan kepada Allah dimana mengesampingkan yang
lainnya, harus tidak ada pamrih sama sekali. Ia harus tidak mengharapkan
balasan apa-apa. Dengan Cinta yang demikian itu, setelah melewati tahap-tahap
sebelumnya, seorang sufi mampu meraih ma’rifat sufistik dari “hati yang telah
dipenuhi oleh rahmat-Nya”. Pengetahuan itu datang langsung sebagai pemberian
dari Allah dan dari ma’rifat inilah akan mendahului perenungan terhadap Esensi
Allah tanpa hijab. Rabiah merupakan orang pertama yang membawa ajaran cinta
sebagai sumber keberagamaan dalam sejarah tradisi sufi Islam
KESIMPULAN
1.
Nama lengkap Rabi’ah adalah Rabi’ah bin Ismail Al-Adawiyah Al-Bashriyah
Al-Qaisiyah. Ia diperkirakan lahir pada tahun 95 H / 713 M atau 99 H / 717 M di
suatu perkampungandekatkota Bashrah (Irak) dan wafat di kota itu pada tahun 185
H/801 M.
2.
Konon pada saat terjadinya bencana perang di Bashrah, ia dilarikan penjahat dan
dijual kepada keluarga Atik dari suku Qais Banu Adwah. Derita Rabi’ah, gadis
yatim piatu itu semakin bertambah ketika kota Bashrah dilanda musibah
kekeringan dan kelaparan. Banyak penduduk miskin meninggal kelaparan, termasuk
ketiga kakak Rabi’ah yang lemah, yang membuat ia menjadi gadis sebatang kara.
3.
Setelah dimerdekakan tuannya, Rabi’ah hidup menyendiri menjalani kehidupan
sebagai seorang Zahidah dan Sufiah. Ia menjalani sisa hidupnya hanya dengan
ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai kekasihnya. Ia
memperbanyak tobat dan menjauhi hidup duniawi
4. Ia
tak pernah menikah karena tak ingin perjalanannya menuju Tuhan mendapat
rintangan. Perkawinan baginya adalah rintangan. Ia pernah memanjatkan do’a: “Ya
Allah, aku berlindung kepadamu dari segala perkara yang menyibukkanku untuk
menyembah-Mu dan dari segala penghalang yang merenggangkan hubunganku
dengan-Mu. Prinsip Rabi’ah untuk tidak menikah tersebut dapat dipertahankan
hingga akhir hayatnya.
5.
Ajaran yang terpenting dari sufi wanita ini. adalah al-mahabbah dan bahkan
menurut banyak pendapat, ia merupakan orang pertama yang mengajarkan al-hubb
dengan isi dan pengertian yang khas tasawuf hal ini barangkali ada kaitannya
dengan kodratnya sebagai wanita yang berhati lembut dan penuh kasih, rasa
estetika yang dalam berhadapan dengan situasi yang ia hadapi pada masa itu.
Cinta murni kepada Tuhan merupakan puncak ajarannya dalam tasawuf yang pada
umumnya dituangkan melalui syair-syair dan kalimat-kalimat puitis.
6.
Untuk bisa mencapai hadirat Tuhan, harus melalui penyucian jiwa atau purgativa
(takhalli) dan berlanjut kepada kontemplativa (tahalli) yang berujung ketingkat
illuminativa (tajalli). Ketiga proses ini harus diisi dengan melalui
stasiun-stasiun atau al-maqomat. Al-Hubb atau mahabbah adalah satu istilah yang
selalu berdampingan dengan ma’rifat, karena nampaknya manivestasi dari mahabbah
itu adalah tingkat pengenalan kepada Tuhan yang disebut ma’rifat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar